2

6.1K 231 3
                                    

Hufftt.....lelahnya gak ketulungan banget deh. Hari ini aku ada shift jaga sore di rumah sakit dan baru bisa pulang pukul 9 malam.

"Langsung pulang loe Dey"
"Iya nih Lex, badan gue remuk semua. Baru kali ini gue dapet shift malem."

Rian langsung menimpali omonganku sambil terus berjalan di lorong rumah sakit menuju tempat parkir sepeda motor dan mobil.

"Iya nih....aduh mata gue juga ngantuk banget lagi."
"Masih sanggup pulang loe? Kalo gak kuat pulang bareng gue aja. Sepwda loe titipin ama satpam."
"Makasih tawaran loe. Tapi gue masih kuat kalo langsung pulang ke rumah nenek gue aja. Rumah gue kejauhan."

Aku dan Alex menanggapi ucapan Rian hanya dengan anggukan kepala. Setelah itu hening dan tak ada percakapan sampai kita tiba di parkir sepeda motor.

"Tumben bawa mobil Dey, motor loe mana?"
"Tadi bonyok gue minta anter ke bandara. Biasa, mereka mau liburan ke Kanada."

"Eh.....udah liburan lagi bonyok loe."
"Tau ah, mereka mah sukanya gitu. Katanya mau menikmati masa tua mereka."
Rian dan Alex hanya menimpali dengan tawa yang agak keras.

"Udah ya, gue pulang duluan. Capek nih badan gue. Masih belum terbiasa kayaknya gue jadi dokter. Kalo dulu waktu kita masih perawat kan pulangnya gak semalem ini."
"Hahaha....semua butuh waktu Dey. Yaudah pulang sono, ati-ati dijalan ya"

Aku hanya mengangguk dan langsung melesatkan mobilku untuk segera pulang ke rumah. Aku menyetel musik untuk merelaksasikan keadaan jenuh ku. Capek juga ya jadi dokter,walau masih baru.

Saat aku melewati jembatan yang lumayan sepi, dari kejauhan kulihat seorang gadis tengah mencoba melakukan aksi bunuh diri.

Aku yang terkejut langsung melajukan mobil dengan cepat menuju arah si gadis. Dengan cekatan aku langsung memegang tubuhnya yang mulai limbung.

Awalnya ia memberontak dan tak terima kepadaku. Namun apa daya, aku tak boleh membiarkannya lebih menderita di alam akhirat nanti.

"LEPASS!!!!!BIARIN GUE MATI."
"HEY-HEY apa yang loe omongin, masa depan loe masih panjang."
"Loe gak tau hidup gue, gue udah hancur, gue udah rusak"

Sejenak aku biarkan dia untuk melampiaskan semua masalahnya dengan teriak dan menangis. Setelah ia selesai terial, aku langsung memeluknya dan menjatuhkan seluruh kepalanya dalam dadaku.

Dapat kudengar bahwa ia bergumam tak jelas dalam pelukan dan tangis nya.
Namun, ia sudah tak seberontak tadi.

Keadaannya sangat memprihatinkan, dengan rok sepan dan kaos ketat, ia berjalan terhuyung-huyung mulai meninggalkanku.

Ku coba untuk menawarkan tumpangan namun ia hanya menggeleng dan segera menjauh dariku. Baru beberapa langkah, tubuhnya mulai limbung dan ia pingsan.

Namun, belum sempat ia jatuh ke permukaan aspal, aku segera menangkap tubuhnya dan segera membopongnya menuju mobil.

Setelah kubaringkan dia di jok belakang, aku langsung melajukan mobilku menuju kediamanku di daerah perum Cendana Berlian.

Untung malam ini jalanan tak terlalu padat seperti biasanya. Kadang, aku nyanyi sendiri mengikuti irama lagu yang aku putar di dalam mobil.

Tiga puluh menit kemudian, aku telah sampai di rumahku. Aku mengklakson mobil dan pintu gerbang telah terbuka. Aku lalu menurunkan kaca mobil untuk meminta bantuan pada pak Hamdi

"Makasih pak."
"Ok non, masama."
"Pak bentar lagi bantuin aku ya"
"Bantuin apa non?"
"Udah.....bentar lagi aja."
"Ok-ok non."

Aku lalu memarkirkan mobil di garasi rumah dan memanggil Pak Hamdi untuk membopong si gadis menuju kamarku. Awalnya, pak Hamdi terlihat kaget melihat aku membawa seorang gadis. Namun, segera kujelaskan bahwa dia pingsan di pinggir jalan.

Dengan hati-hati pak Hamdi membawa si gadis menuju ke kamar ku di lantai dua. Awalnya aku kasian melihat pak Hamdi. Tapi untunglah tangga lantai dua tidak sebanyak tangga di rooftop. Paling tangga dua hanya dua puluh lantai.

Saat aku akan menuju ke kamar, aku ditanya oleh mbak Rani. Mbak Rani adalah anak pak Hamdi. Istri pak Hamdi telah tiada dan sekarang anaknya lah yang menggantikan.

Entah kenapa bonyok gue percaya banget ama mereka. Bonyok percaya banget kalo mereka tuh orang yang baek-baek.

"Non Dey, mau saya buatin teh?"
"Enggak mbak,makasih ya..."
"Cewek itu cantik banget ya non
Sapa itu non?"

"Gatau mbak, dia saya temuin di pinggir jalan dengan keadaan mau bunuh diri."
"Astagfirullah......saya gak tau kalo gak adA non Dey saat itu."
"Iya mbak, saya ke kamar dulu ya mbak."
"Oh iya non, silahkan."

Aku segera berlari kecil kearah kamar di lantai atas dan membuka kamarku, pak Hamdi segera membaringkan si gadis dengan hati-hatu diatas kasurku. Setelah ia membaringkan si gadis,pak Hamdi langsung izin untuk keluar setelah komentar padaku

"Cantik banget ya non. Kenapa dia ada di pinggir jalan?"
"Dia mau bunuh diri pak. Untung saya sempet nolongin."
"Astagfirullah........kira-kira masalah apa yang dihadapinya ya?"

Aku hanya menanggapi dengan gelengan dan pak Hamdi langsung keluar dari kamarku. Saat pak Hamdi akan keluar, aku langsung memanggilnya.

"Pak....."
"Kenapa non,ada yang perlu saya tolongin lagi?"
"Enggak pak, cuma mau ngomong makasih udah bantuin Dey."

Pak Hamdi hanya mengangguk dan kemudian pergi meninggalkanku. Setelah pak Hamdi keluar, aku langsung menutup pintu kamarku dan sejenak menatap si gadis.

Aku yang saat itu sangat lelah, langsung menuju balkon untuk mengambil handuk ,menggantung jas dokter ku dan menuju ke lemari baju lalu segera mandi.

Setelah sekitar sepuluh menit mandi, aku kembali ke balkon untuk menjemur handuk ke balkon. Sejenak ku melihat si gadis dari atas hingga bawah.

Namun, aku segera berinisiatif untuk mengganti baju yang ia kenakan. Awalnya aku agak gugup melihat wanita telanjang bulat.

But, that must easy for me. Aku segera menuju ke lemari baju untuk mengambil baju yang kupunya. Kaus oblong warna hitam dan celana pendek sepaha.

Mulanya,imanku agak goyah melihat tubuh si gadis yang tanpa cacat sedikitpun. Mulus dan lembut. Namun, aku langsung  menggelengkan kepala dan cepat-cepat mengganti bajunya.

Baju kotor dan pakaian dalam si gadis, langsung aku jatuhkan di keranjang baju kotor di samping pintu kamarku yang kucampur juga dengan baju kotorku yang setiap paginya mbak Rani selalu mencucinya.

Apa kira-kira masalah yang dihadapinya sehingga ia ingin bunuh diri. Apakah sesulit itu masalah yang ia hadapi?

Namun, aku segera mematikan lampu kamar dan menggantinya dengan lampu tidur yang ada di dekat ranjangku, mengambil posisi di samping si gadis, namun entah keberanian dari mana aku berani untuk mengelus pipu mulusnya dan pada akhirnya aku memeluknya.

I Love My FemmeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang