|TBL:Chapter 7|

8.5K 1.3K 70
                                    

Halo! ada yang masih menunggu cerita ini?


"La! Lo apa-apaan sih telepon tengah malem gini?! Ngantuk tahu!"

"Dengerin gue, Dy!" Keola tidak memperdulikan celotehan protes dari Dyah. "Gue nggak bisa tidur nih kalau belum cerita!"

Terdengar hembusan napas pasrah dari seberang telepon. "Lima menit," ujar Dyah, kemudian. Menuruti keinginan Keola, lebih baik daripada menolak dan harus menghadapi teroran telepon bertubi-tubi dari gadis itu. Dan kalau Dyah mematikan telepon, bisa dipastikan Keola akan mengomel tanpa henti ketika mereka bertemu lagi nanti.

"Hari ini gue jalan-jalan sama Arvin dan Vania ke Dufan."

"Terus?"

"Ya...nggak ada hal spesial sih di Dufannya. Gue jagain Vania, temenin dia main ini itu gantian dengan Arvin. Jadi, kadang gue yang nemenin Vania, kadang Arvin yang nemenin Vania. Lo tahu, kan? Anak seumuran Vania lagi aktif-aktifnya..."

"Lanjutin. Gue nyimak." Dyah menguap di akhir kalimat.

"Nah...tapi, ada satu kejadian yang bikin gue agak gimana gitu sebelum nyampe Dufan..." Keola memelankan suaranya, takut suaranya terdengar sampai keluar kamar. Selain itu, jantungnya kembali berdebar saat mengingat kejadian di kereta. "Ada, ya? Cowok yang keren banget kayak gitu..."

Dyah tiba-tiba kehilangan setengah rasa kantuknya. "La...lo suka sama Arvin?"

"Gue nggak bilang gue suka sama dia, Dy!"

"Tapi dari nada bicara lo barusan-"

"Masa lo langsung nyimpulin gue suka sama dia cuma dari nada bicara?"

Lagi-lagi Dyah menghembuskan napas. Cukup keras, sampai-sampai terdengar bunyi 'krssk' di telinga Keola. "Lo pikir gue udah temenan sama lo berapa lama, sih, La?" kata Dyah. "Gue bahkan bisa ngira-ngira gimana ekspresi lo sekarang, yang pasti udah senyum-senyum gak jelas dengan pipi kemerahan kayak tomat. Nggak usah ngelak." Dyah memperingatkan.

"Hmm...mungkin kalau dibilang suka, itu agak...kecepetan. You can say, gue jadi lumayan-mmh-terkesima?"

"Terpesona, kali," sergah Dyah, cepat, disusul dengan suara tarikan napas dalam, dan hening sejenak. Dyah seperti berusaha mencari kata-kata yang tepat, sementara Keola menunggu dengan sabar apa yang akan dikatakan sahabatnya itu.

"For your information sebelum semuanya jadi terlalu jauh...." Dyah mulai berbicara. "...tadi siang, gue habis bantuin Tante Mira rapihin berkas-berkas klien. Salah satunya, berkas si Om Ganteng itu, Arvin. Dan...gue lihat fotokopi KTP-nya, gue baca-La...status dia itu masih kawin."

Keola menelan ludahnya keras-keras. Arvin bukan duda?

"Dia masih punya istri. Gue nggak tahu kenapa dia cuma tinggal berdua dengan Vania. Pasti ada sebabnya. Gue nggak berani tanya ke Tante Mira, pasti nggak bakalan dijawab. Secara, itu kan privasi. Lagian, belum tentu Tante Mira juga tahu, penting banget untuk ngurusin rumah tangga orang lain." Dyah memberi jeda, membiarkan Keola mencerna semua ucapannya, karena dia tahu, sahabatnya itu pasti terkejut. "La?"

"Iya, Dy..."

"La...saran gue...lo hati-hati ya. Lebih jaga sikap, dan jaga hati juga..."

Keola terdiam. Merasa tidak ada lagi yang perlu dikatakan, Dyah pun berkata, "Gue tidur lagi, ya. Lo juga istirahat. Night night..."

Usai Dyah memutuskan telepon, tinggal lah Keola dengan pikirannya sendiri tentang Arvin yang berputar-putar di dalam kepalanya. Baru saja, akan ada tunas kecil yang tumbuh di dalam hatinya. Tapi, tunas itu terpaksa digugurkan sebelum berkembang menjadi bunga.

Dan yang paling penting-

Astaga...jadi selama ini Keola tinggal serumah dengan laki-laki yang masih beristri? Apa yang akan dikatakan Ibunya kalau sampai tahu tentang hal ini?

***

"Pagi, Kak!"

Keola tersenyum membalas sapaan Vania. Gadis kecil itu sedang menonton TV sambil duduk di sofa, saat Keola baru saja keluar dari kamar hendak menuju dapur. "Pagi, Vania. Mau ikut bantu siapin sarapan?" tanya Keola, yang segera dijawab dengan anggukan semangat Vania.

Keola berencana membuat sandwich. Semalam dia sudah menyiapkan telur mata sapi dan potongan sayur yang ditaruh di dalam kulkas. Keola baru bisa tidur jam tiga pagi, setelah menyiapkan beberapa bahan sandwich, sekaligus bersih-bersih. Alhasil, setelah membuat sarapan, Keola tidak memiliki pekerjaan lain selain memasak makan siang-yang mana bahan-bahannya juga sudah ia siapkan semalam.

Vania membantu menyusun bagian sandwich dengan menyontoh Keola. Beberapa kali, Keola membantu merapihkan bagian-bagian yang sudah disusun, sebelum kemudian membungkusnya dengan aluminium foil, dan dimasukkan ke dalam kotak bekal. Rasanya, pria itu akan sangat senang memakan bekal makanan yang disiapkan Vania. Dan sepertinya, Arvin tidak akan sempat sarapan hari ini-lihat saja, dia bahkan baru saja selesai bersiap-siap.

"Keola, saya sepertinya tidak akan sempat sara-" Arvin memutus ucapannya sendiri, kala melihat Keola menyodorkan kotak bekal berisi sandwich.

"Vania yang buatin," kata Keola, tersenyum.

Arvin beralih pada Vania yang duduk di atas counter dapur. Pria itu mengecup kening Vania dengan sayang, kemudian mengacak-acak rambutnya. "Makasih, ya. Papa berangkat sekarang."

Keola berusaha bersikap biasa saja- meskipun pikirannya belum bisa lepas dari obrolan semalamnya dengan Dyah- saat Arvin berdiri di hadapannya, dan berkata, "Kayaknya malam ini saya bakalan pulang terlambat. Kalau ada apa-apa segera telepon saya, ya."

Keola mengangguk. Berusaha menyembunyikan kedua pipinya yang bersemu merah seenaknya. Barusan, dia membayangkan situasi mereka seperti layaknya keluarga kecil bahagia. Dirinya berperan sebagai seorang istri dan ibu, sementara Arvin adalah kepala keluarga, dan Vania adalah buah cinta mereka.

Mau tidak mau, Keola harus mengakui kalau anggapan Dyah tentang dirinya yang menyukai Arvin itu memang benar. Sepertinya, pria itu benar-benar sudah membuat Keola menyukainya, karena insiden di kereta kemarin. Bagaimanapun, sosok Arvin yang bertindak sebagai seorang penjaga dan penyelamatnya saat itu benar-benar mempesona, dan Keola tidak bisa mengelak dari hal itu.

Masalahnya adalah...

Tidak mungkin, kan, Keola jatuh cinta pada seorang pria yang sudah beristri?


Tamed By LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang