Minhyun memasuki apartemen baru yang sudah dia beli dari sisa-sisa uangnya bekerja. Sebenernya dia nggak beli juga, tagihannya masih ada sekitar 14 tahun lagi buat di lunasin. Tapi, mau gimana pun kalau di jalani sama orang yang dia sayang, kayaknya bebannya tambah ringan.
"Minhyuuuuuun kalau nggak ke bayar ini empat belas tahun gimana? gimana kita hidup tenang kalau utang numpuk segini banyaknya? coba jelasin!" Minhyun ketawa kecil yang jatuhnya selalu ganteng banget lihat Jisoo pusing sendiri misuh-misuh masalah tagihan. Sambil ngacung-acungin kertas selmbaran yang berisi penjelasan pembayaran. Bukannya seneng akhirnya mereka bisa DP apartemen, eehhh dia malah pasang muka orang stres. Kayaknya di kepalanya udah berat gitu, ya.
"Malah ketawa, kan kita tuh masih harus urus yang lain, perlengkapan belum di beli, biaya nikah tuh nggak sedikit, terus nanti katanya mau nyekolahin aku S2 , gimana?" Jisoo cemberut, bibirnya monyong-monyong lucu.
"Udah ya udah marahnya, kamu pikir aku juga nggak mikir ke sana, tenang aja oke," ujar Minhyun santai sambil membelai kepala kekasihnya dengan sayang.
Jisoo menghentak-hentakkan kakinya di lantai. "Mau tenang gimana?! kamu aja nggak pernah kasih tau aku, kamu punya uang berapa! iihh sebel padahal tiap gajian aku laporan terus, seengganya aku bisa bantu kamu!"
"Ada kok, ada, udah nggak usah pusing, uang kamu simpen aja." Minhyun masih ketawa, sekarang berusaha memeluk gadisnya yang masih cemberut dan bete. Mengacak rambutnya kemudian mencium kening Jisoo.
Tapi, Jisoo justru mendorong Minhyun agar menjauh dari badannya. "Tauk aah, bodo amat, pusing, gue pusing."
Lalu pergi keluar apartemen baru.
✳️Mars✳️
Jennie mengedarkan pandangan di seluruh klub malam. Dia meninggalkan rekannya malam ini dan memilih menari di dance floor. Kepalanya pening sekali seraya badannya menari tanpa gairah.
Dia mencibir pelan dan menarik diri dari kerumunan. Bahkan pikirannya semakin kacau saja sejak menginjakkan kaki di sini. Keputusannya jatuh pada pintu keluar bar.
Langkahnya perlahan, jaket kulit yang dikenakannya dieratkan rapat-rapat. Harusnya malam ini dia tidak ke klub, tapi diam di rumah juga bukan solusinya. Kabur adalah satu-satunya hal yang ada di kepalanya saat ini.
Kak Jennie, TA jangan lupa. mingdep lo sidang! Se-ma-ngat!!
-chaelisachu
Jennie membiarkan stick note itu dipajang di dash board mobilnya sebagai penyemangat. Iya, dia ada sidang dan malah keluyuran. mungkin orang lain sekarang lagi mempermantap skripsinya dan persiapan sidang, dia malah sibuk dengan urusan gelap dan kelabunya.
Satu-satunya masalah yang dia tutup-tutupi dari para sahabatnya. Bukan tidak percaya pada meraka, tetapi ini tentang Jennie yang menjadi tidak percaya diri dengan urusannya sendiri.
"Niel? di apartemen? gue ke sana, ya."
Jennie pun melenggang melewati jalanan malam setelah menelepon seseorang dari ponselnya. Tidak ada rumah lain yang Jennie tuju kecuali rumah Daniel, laki-laki itu entah bagaimana cukup pandai mendekati Jennie sampai hubungan keduanya bisa saling bergantung.