"Diem kayak gini malem-malem bikin gue inget pertama deket sama lo." Daniel buka suara.
Dua insan itu duduk di atas mobil jeep si cowok. Sengaja dia parkir di sebuah lapang luas yang bisa memperlihatkan betapa indahnya malam. Mereka tidak saling memandang, tapi pandangan mereka dipertemukan oleh angkasa yang gelap.
"Dua tahun lalu?" Jennie coba mengingat momentum yang Daniel singgung.
Entah apa yang ada dipikiran masing-masing, sampai mereka sama sekali tidak lelah untuk mendongak. Kadang malam tidak akan seindah ini. Bintang yang gemerlap kecil sebagai pelengkap, malam kebiruan yang gelap tapi terang karena bulan sedang semangat bersinar.
Jennie mengeratkan jaketnya sembari menghalau hawa dingin menyapa epidermis kulitnya. Tidak ingin segera pergi dari tempat itu.
Jennie tersenyum kecil, "saat itu lo nunjuk satu bintang yang punya sinar terang, terus lo minta gue melakukan hal yang sama."
Momen itu merupakan awal mula kedekatan mereka. Dari hanya sekedar teman, hingga sekarang jadi lebih dekat bermula dari sana. Jennie tidak tau apa yang membuat Daniel dekat dengannya ketika cowok itu banyak yang suka. Jennie cuman tidak menyangka saja dia bisa lagi duduk di bawah naungan malam dengan Daniel, orang yang akan datang kapan pun ketika Jennie butuh.
"Tadinya gue mau nunjuk lo tapi takut lo nya ke geeran," tukas Daniel bikin Jennie merenggut.
"Dih apasih lo!" Jennie memukul lengan Daniel. Sedangkan Daniel cuman tertawa sampai matanya hilang.
Suasana hening lagi ditelan angin malam. Jennie sibuk menatapi langit dan membiarkan napasnya semakin dingin, tidak tau saja Daniel sedang kebingungan di sebelahnya.
Tidak tau apa yang di pikirkan Daniel, tapi Jennie menunggu. Karena angin malam seperti ini bukan gaya Daniel yang lebih suka hangatnya penghangat ruangan. Ada maksud lain yang belum tersampaikan, dan Jennie tau itu.
"Jen?"
"Hm?"
"Lo nganggep hubungan kita ini apa?"
Tiba-tiba Jennie pusing, tapi pandangannya belum teralihkan. "Friends with benefit?"
Daniel terkekeh pelan, "lo kok nanya, kan gue yang nanya."
"Ya menurut lo kita ini apa? Coba jelasin ke gue?"
Cewek ini, keras kepala banget, tapi Daniel suka, soalnya lucu. Pipinya tembam buat Daniel cubit-cubit sampe merah. Gemes banget kayaknya si Daniel ini.
"Iiihhh lepasiiinn." Jennie mengelus-elus pipinya yang memerah itu.
Terus dengan secara tiba-tiba lagi, Daniel pegang kedua pundak Jennie, menatap cewek itu lekat tepat di mata dan ekspresinya berubah serius. "Lo punya perasaan lebih nggak ke gue? Lebih dari hubungan kita sekarang?"
Jennie diam, mau jawab apa cobak kalau hatinya aja tidak menentu begini. Dia memerhatikan fitur Daniel yang sering di bilang ganteng itu, tapi banyak orang yang tidak kalau kalau aselinya Daniel nyebelin. Tapi kayaknya ada yang lain dari sorot mata Daniel.
"Karena gue iya. Gue lebih dari sekedar nganggep lo temen, soalnya gue nggak bisa biarin lo sendiri, nggak bisa biarin lo sedih, nggak bisa biarin lo nanggung beban sendiri. Gue rasa gue harus ada sama lo ketika apapun keadaan lo, Jen. Dan gue mikir ini nggak cuman sekali dua kali." Yang artinya Daniel memang memikirkannya jauh-jauh hari. Bangsat emang, licik, Jennie doang kayaknya yang deg-degan sampe nggak bisa mgomong.
Daniel merogoh sakunya dan mata Jennie mengikuti pergerakan kecil dari tangan Daniel itu. Jennie mau kaget aja pas lihat kotak beludru merah itu muncul. Dia tau apa isinya tanpa Daniel harus membukanya. Jennie jadi tambah lebih gugup sekarang, mau kabur pun susah saat dia di atas mobil gini, tapi kalau pjn lagi di tanah pun kayaknya susah kabur juga, orang dia jadi beku diem kayak batu gini.
"Gue mau lo juga ada di hidup gue sejak awal gue ngobrol sama lo. Asal lo tau, pertama gue liat lo, kayak ada yang aneh yang buat gue seolah harus deket sama lo. Liat lo awalnya nggak buat gue gelisah, tapi anehnya, gue nggak bisa lepas pandangan dari lo. You know what? Itulah yang jadi alasan kuat gue tetep deket sama lo. Gue nggak mau stuck di sini aja, gue mau serius sama lo."
Daniel menjelaskan perkara itu secara gamblang. Waktu berjalan seolah lamban buat Jennie mengerti apa yang diucapkan Daniel. Dia memang paham apa yang diucapkan cowok itu barusan, tapi otaknya masih perlu waktu buat mencerna semuanya.
"Jennie Kim, dengan bintang sebagai saksinya, gue mau lamar lo." Dan Daniel membuka kotak beludru itu.
Kepingan kecik berlian dari cincinnya seolah-olah bersinar karena cahaya bintang. Sial, mata Jennue terpaku di sana.
Daniel menunggu, dan ini bukan saatnya buat main-main. Jennie tau, dia lebih tau lagi kalau menolak cowok di depannya ini pasti hubungan keduanya tidak akan membaik seperti dulu, tapi bukan berarti Jennie mau menolak. Dia mempertimbangkan semua kemungkinan dengan baik, dan Daniel tidak akan bertanya dua kali.
Lama Daniel menunggu dan berharap cemas, Jennie akhirnya mendongak tersenyum lembut pada Daniel, seolah pertanda bahwa Daniel akan di tolak, meskipun Jennie belum bicara.
Baru saja Daniel mau bicara lagi, Jennie menyimpan telunjuknya di bibir Daniel, biar diam sebentar.
"Lo tau, lo itu kayak pelangi buat hidup gue, selalu punya sesuatu yang baru. Lo itu ngerti apa yang gue mau dan nggak gue mau. Sayangnya gue kayaknya salah mengartikan." Air muka Jennie meredup, Daniel jadi tambah gugup.
"Gue kira itu semua karena kita berkomitmen diatas hubungan yang nggak jelas, Niel. Dan gue selalu coba buat nggak jatuh cinta sama lo, sampai hari ini ternyata gue nggak sendirian." Jennie tersenyum, tapi kali ini agak lebih lebar.
"Gue nggak sendirian jatuh cinta sama hubunban yang kita buat, lo dan semua kelakuan lo bikin gue sadar betapa pentingnya lo buat gue sampai gue takut kehilangan lo. Gue mau Niel, gue mau lo yang nemenin gue."
Daniel tidak bisa lagi menyembunyikan bahagianya, secara refleks memeluk Jennie dengan erat. Mengucapkan kalimat terimakasih dengan nada serak. Padahal di awal Jennis bicara Daniel sudah takut bakalan di tolak, tapi apa, Jennie menerimanya.
"Makasih Jen, makasih." Daniel melepas pelukannya.
Agaknya cewek itu mau tertawa lihat Daniel sampai menitikkan air mata. Walau hanya setitik. Tapi tak sampai hati melakukannya Jennie justu mengecup kilat bibir Daniel.
"I love you, Kang Daniel," ucapnya kemudian.
Namun, Daniel sepertinya tidak terima, Daniel mendekatkan diri dan menarik gadis itu untuk kembali berciuman.
"I love you, too Kim Jennie."
The End