"Kamu nggak marah kaaaan?" Ini Jennie posisinya ndusel-ndusel ke kelek Daniel sambil cemberut-cemberut lucu.
Pasalnya dia takut banget Daniel tiba-tiba marah ke dia dan ninggalin Jennie. Padahal dari dulu Jennie sama sekali nggak suka terikat dalam suatu hubungan, mungkin karena kesabaran Daniel pada Jennie membuatnya makin lama makin sadar kalau dia udah sangat bergantung pada Daniel.
Daniel emang tipe orang yang rada kocak dan deket mudah ke siapa aja tapi juga termasuk orang yang bosenan. Tapi selama mereka bersama, Daniel nggak pernah ngeluh kalau dimintai Jennie tolong. Yang mana artinya dua-duanya sudah menemukan tempat pulang.
Dengan mata yang setengah sadar Daniel berusaha melekkin matanya. "Apaan si Jen?"
"Ihh lo marah ya sama gue?"
"Ngomong apa si kamu? Aku ngantuk berat nih," kata Daniel dengan suara seraknya.
Ini posisinya Daniel tiduran di sofa dan Jennie yang entah dari kapan datengnya karena pas Daniel pulang ceweknya udah di apartemen dia aja. Mau pindah ke kamar jadi males soalnya tadi langsung di seret Jennie buat makan malem terus ngobrol di depan ruang TV.
Berhubung matanya cuman sisa 5 watt, ya jadilah dia nidurin badan du sofa dan biarin Jennie ngomong monolog. Boro-boro telinga, matanya aja udah merem.
Jennie yang denger Daniel bilang ngantuk dan manggilnya masih aku-kamu, malah jadi kasian. Dia mengelus-elus kepala kekasihnya.
"Big baby pasti capek banget ya."
Daniel yang tadinya gamau denger celotehan Jennie karena menurut dia gapenting, akhirnya manggut-manggut pas Jennie membahas soal dirinya.
"Tidur berapa jam tadi?" tanya Jennie.
"Nggak tidur, klienku kemarin nggak puas sama hasil printing dan minta dibikinin ulang, padahal sebelum di print aku email-in hasil editingnya," gumam Daniel pelan.
Jennie ketawa kecil, tapi kemudian dia memberenggut. "Ih kok kamu nyambung sih."
Daniel menghela napasnya, masih belum mau membuka mata, "habis kamu bahas apaan si dari tadi sampe takut banget aku marah, dulu juga kamu jalan sama cowok lain aku selow, apalagi ini cuman perihal foto."
Mendengarnya, membuat Jennie sedih. Setidak penting itukah Jennie buat Daniel sampai-sampai cowok itu santai banget menghadapi masalah ginian.
Jennie bukannya berharap buat berantem hebat sama Daniel, tapi setidaknya dia kok rasanya pingin banget dicemburuin sama Daniel. Lagian kalau diinget-inget, kapan si Daniel cemburu? Kayaknya nggak pernah deh.
"Jadi kamu nggak sayang aku?"
Pertanyaan Jennie sukses membuat Daniel membuka matanya sempurna.
"Hah? Nggak sayang belah mananya?" Tanyanya penuh kebingungan, nggak ngerti sama apa yang Jennie sedang coba bahas.
"Ya, buktinya kamu bahkan nggak cemburu kan sama foto-fotonya, seperti yang kamu bilang tadi, apalagi ini cuman foto, kayaknya kalau aku jalan sama cowok pun kamu nggak akan peduli?" Jennie bangun dari posisi jongkoknya dan berjalan ke seberang sofa tempat Daniel tiduran tadi.
"Kok jadi kesitu sih?" Tanya Daniel beneran bingung dan dia sekarang udah dalam posisi duduk sempurna.
"Kalau kamu memang beneran sayang sama aku, kamu nggak akan bilang gitu kan? Harusnya kamu adalah rasa cemburu-cemburunya? Masa ini nggak banget." Jennie melipat kedua tangannya, dia malah tersulut emosi sekarang.
"Lah? Itukan cuman foto masalalu kamu? Terus apa?"
"Iiiiihhh tuhkan beneran nggak sayang."
Ya Tuhan, ini Daniel ngantuk banget dan otaknya lagi nggak konek, tapi karena dari tadi Jennie bahas-bahas nggak sayang, jadi buat Daniel melawan rasa kantuk dan kepala yang berputar-putar buat bangkit dari duduk dan menghampiri Jennie.
"Sumpah ya aku nggak paham kamu lagi bahas apa, cuman bukannya itu udah jelas cuman masalalu kamu ya? Terus apa gunanya kalau aku marah? Bisa ubah masalalu kamu?" Ujar Daniel, perlahan dia mencoba memberi pengertian.
"Ini tuh udah bukan lagi soal cemburu, tapi soal gimana aku sebagai pacar kamu yang sekarang bisa menyikapinya secara dewasa, dan menurutku kita nggak perlu bahas soal masalalu kamu. Bukan berarti aku nggak mau tau atau malah bodo amat, engga, justru berkat masalalu, menghantarkan kita buat bertemu."
Daniel menggenggam kedua tangan Jennie dan menatapnya tepat di mata.
"Aku nggak peduli kamu dan masalalu kamu gimana, yang penting sekarang kamu sama aku."
Oh, lihat siapa yang tersipu malu sekarang. Jennie sedikit banyak mengerti apa yang coba Daniel sampaikan. Meskipun pada awalnya dia kesal, tapi sekarang, semuanya justru sirna tidak berbekas. Hanya senyum bahagia yang terpatri di kedua sudut bibirnya.
"Gue sayang lo sebagai masa depan gue Jennie." Damn, suara Daniel yang berat kedengeran gentle, bagaimana matanya turun untuk menatap Jennie.
Daniel merendahkan wajahnya, mempertemukan kedua bibir untuk mencium Jennie sebentar, tidak lama, hanya menempelkannya saja.
Dia lantas menepuk-nepuk kepala Jennie dengan kasih sayang, senyumnya bahkan tidak luntur.
"Sorry aku-"
"Sut jangan ngomong." Daniel menyimpan telunjuknya di mukut Jennie, menghentikannya untuk bicara.
Daniel beralih membopong Jennie.
"Yakk!! Ngapain!"
Kemudian senyum tulusnya berubah menjadi sebuah smirk kecil. "Nah sebagai gantinya temenin gue tidur di kamar."
"Hah? WHUT?"