Warning!! Tau lah ya ngapain aku kasih tanda warning ini.
Jisoo menghabiskan waktu menunggu Minhyun dengan menonton tv.
Sambil berharap-harap cemas, sesekali memerhatikan jam dinding, kemudian bolak-balik melihat ke luar rumah.
Mobil Minhyun belum juga tampak, tidak pula mengabari akan pulang terlambat. Tetapi Jisoo mencoba sabar dan duduk dengan tenang, meskipun jarum jam terus berganti dan kini sudah pukul sepuluh malam.
Berbagai macam pikiran negatif memenuhi kepala Jisoo. Rasanya ingin meledak membayangkan Minhyun yang tidak pernah marah itu tiba-tiba marah dan meminta cerai. Apa jangan-jangan Minhyun sedang mempersiapkan perceraian mereka? Oh tidak, pikiran Jisoo sudah tidak bisa terkontrol.
Dan akhirnya yang ditunggu pun tiba. Jisoo yang setengah sadar langsung bangun dari posisi tiduran di sofa dan menyambut Minhyun di depan pintu ketika dia menangkap suara mobil.
Dua buah mobil tepatnya.
Jisoo mengernyit heran, mobil yang satu itu dia tau, itu milik Minhyun, yang satunya lagi yang terasa familiar tapi asing.
Minhyun pun keluar dari mobilnya begitu pula mobil yang terparkir di belakang mobil Minhyun. Betapa terkejutnya Jisoo mengetahui siapa yang tengah mengekori suaminya itu.
Minhyun masuk ke dalam rumah dan mendapati Jisoo yang sedang menunggunya dengan mematung. Minhyun menyambutnya hangat dengan pelukan dan ciuman di kedua pipi Jisoo.
Ugh. Jisoo jadi merinding sekarang.
"Sayang, ambilin minum ya, ini aku ketemu temen lama," ucap Minhyun sembari melirik temannya yang berdiri di belakang dia. Bisa Jisoo lihat ke mana arah mata si teman lama itu, ke arah Jisoo.
"Iya, aku buatin teh anget aja, ya."
"Makasih sayang."
Jisoo pun berlalu ke dapur. Minhyun merangkul pundak temannya dan membawanya ke ruang tamu, agar bisa duduk dan mengobrol sebentar.
"Itu tadi--?"
"Istri gue," jawab Minhyun mengetahui kemana temannya itu bertanya.
"Ohh. Sorry gue nggak dateng ke nikahan lo, ngedadak banget gue pergi ke Singapura, tapi tenang aja gue bakalan kasih hadiah buat pernikahan lo," katanya sambil tersenyum tipis.
"Bang, sumpah gue nggak ngarep apapun dari lo, kok. Seriusan gapapa. Lo bisa jengukin adek lo ini juga udah seneng gue." Minhyun tidak bohong. Anak tetangga yang dulu akrab sekali dengan Minhyun sampai-sampai dianggap abang sendiri itu memang sekarang dalam masa jayanya memimpin perusahaan keluarga.
Sehingga ketika umur belasan tahun pun temannya itu sudah berkeliling ke berbagai negara untuk urusan bisnis. Bahkan ketika dia menikah pun tidak sempat datang Minhyun menyayangkan, tetapi tetap saja, perusahaan ada ditangannya dan tidak bisa ditinggal untuk hal remeh. Makanya, ketika mereka berdua tidak sengaja bertemu di sebuah supermarket, Minhyun langsung mengajaknya berkunjung untungnya diiyakan oleh temannya dan berakhirlah di sini mereka.
"Ini minumannya." Jisoo menaruh dua gelas teh hangat di meja dan ikut duduk di samping suaminya.
Minhyun berbisik kecil. "Kamu udah makan?"
"Belum." Jisoo menjawab dengan suara lirihnya.
"Yaudah nanti makan bareng," kata Minhyun masih dengan nada setengah berbisiknya.
"Oh iya sayang kenalin ini temen lama aku namanya Bang--"
Namun, belum juga Minhyun melanjutkan kalimatnya, Jisoo sudah menyambar terlebih dahulu. "Kak Jin."