"Minhyun?"
"Iya? Kenapa?"
"Mau ketemu sebentar."
"Sekarang? Udah malem loh, besok aja aku jemput mau jam berapa?"
"Aku di luar, depan indomart."
"Ngapain?! Pulang iih!"
"Bentaaaaarrrrr aja."
"Yaudah iya aku ke sana, diem di dalem aja jangan keluar dulu."
Sambungan telepon keduanya terputus membuat Jisoo kembali menyeruput kopinya. Dia mengeratkan jaketnya karena dingin dari AC toko dan malam yang agak larut.
Sebenarnya di suasana semalam ini Jisoo memberanikan diri keluar itu kayak lagi taruhan. Dia keluar bakalan ditanyain dari mana sama orang rumah dan pulang pasti di marahin.
Kedua alasan itu kayaknya nggak begitu dipedulikan. Kalau pun dia pedulikan pasti dia nggak akan ada di sini. Kadang-kadang Jisoo memang melakukan hal itu untuk kebaikan hati dan pikirannya.
satu-satunya yang bisa dia hubungi kalau keadaannya lagi seperti ini ya cuman Minhyun. Cowoknya sekaligus calon suaminya.
"Ngapin masih di sini? ayok pulang!" Adalah kalimat pertama yang Minhyun ucapkan sewaktu dia menemukan Jisoo algi termenung dengan segelas kopi. Duduk di salah satu coffee table di dalam minimarket tersebut. Meskipun coffee table menghadap tepat ke depan minimarket, sayangnya Jisoo terlalu larut dalam pikirannya untuk sekedar menyadari kedatangan Minhyun yang jelas tampak dari jendela yang tengah ditatapnya dengan kosong.
"Iihh bentar dulu duduk dulu, kamu jajan apa dulu kek gitu."
"Kamu mau sesuatu?" tanya Minhyun.
"Engga, aku udah beli kopi, kamu aja jajan beli kue atau apa gitu buat cemilan. Hehehe."
Minhyun pun menepuk-nepuk kepala Jisoo dengan sayang. Mau gimana pun dia khawatir dan pingin marah, tetep aja sewaktu Jisoo tampak seimut itu membuatnya sama sekali nggak kepikiran buat marahin Jisoo. Minhyun tenggelam dalam rak-rak dan kembali dengan roti, ciki, dan susu kotak.
Sebenernya heran aja Minhyun itu, tiba-tiba Jisoo telepon dan minta dianterin sesuatu. Biasanya segawat apapun kebutuhannya sama Minhyun mentok-mentok sampe missed call, nggak pernah jatuhnya ke nelepon.
Iya sih mereka pacaran udah lama, tapi saling telepon tiap malem itu bukan gaya keduanya. Mereka masih bisa sering ketemu dan chat, dan menurut Minhyun telepon itu nggak bisa dilakukan kapan aja. Mereka emang pernah teleponan, itu pun karena emang Jisoonya lagi balik ke kampung halaman dan Minhyun itu orangnya nggak bisa LDRan.
Jadi, Minhyun menarik kesimpulan kalau Jisoo nelepon barusan itu memang ada sesuatu yang penting dan mengganggu pikirannya sampai Minhyun harus buru-buru dateng; meskipun ekspresi Jisoo sendiri nggak menunjukkan hal tersebut. Entah bagaimana gadis itu tersenyum menutupi segala masalahnya. Orang-orang yang tidak mengenal Jisoo dengan baik pasti akan menganggap jika gadis itu baik-baik saja, bahkan sampai tertular untuk tersenyum.
"Kamu pulang jam berapa tadi?"
"Setengah enam, tadi tuh si bos minta rapat lagi buat minggu depan jadi agak telat, sih."
Jisoo menarik roti yang tadi Minhyun bawa lantas berkata, "tadi aku udah pesenin lagi undangannya, kita kan emang dari awal minta tiga ribu undangan, masa mereka bilang seribu lima ratus, untung tadi kesana lagi, kalau nggak gimana nanti nasib sisa undangan yang lain."
"Kali aja itu bukan undangan kita." Minhyun menyela.
Jisoo menggeleng pelan. "Punya kita kok! Yakin banget, tapi yaudahlah orang udah keurus juga. Kamu jadi ngambil cuti kan nanti, awas aja kalau malah makin banyak kerjaan. Nggak mau aku nggak mau kamu ganggu sama kerjaan."