Matahari sudah sepenuhnya tenggelam. Satu-satunya cahaya yang kumanfaatkan hanya cahaya yang berasal dari penerangan yang ada di sisi kanan kiri jalan atau dari mobilku. Aku melirik jam tangan, memang sudah cukup larut dan aku akan melewati jalanan ini dengan sepi-sendiri. Tadi siang, setelah menerima telepon dari entah siapa, Antara pamit untuk menyelesaikan urusannya. Aku tak bisa menahannya, toh keberadaannya di sini-awalnya-hanya untuk bisnis. Sebenarnya, dia memintaku untuk menunggunya datang agar bisa berangkat bersama ke Jakarta. Konyol. Aku membawa mobil, begitupun dia. Satu-satunya cara berangkat bersama adalah beriringan begitu? Lelaki itu kadang tak bisa dimengerti.
Aku tersenyum.
Kunaikkan kecepatan mobil, hanya berselang 10 menit, aku sudah sampi di pintu masuk jalan tol cikampek. Setelah membayar administrasi, aku pun melaju lagi. Memutar MP3 mobil dan menyandarkan bahu agar rileks. Baru saja aku bersantai, sebuah mobil hampir menyerempetku.
Damn! Aku mengomel sendiri. Ini kan jalan TOL, banyak ruas jalan kosong. Mau cari masalah dia? Aku menaikkan kecepatanku dan begitu kami sejajar, kaca jendela kemudinya diturunkan. Antara melempar senyum miring dan aku langsung membalasnya dengan mengambil handphone. Kabar baru, aku sekarang sudah punya nomer ponselnya. Ia langsung mengangkat panggilanku, meloadspeakernya kurasa, karena dia tidak meletakkan ponselnya di telinga.
"Kau pikir, aku akan terpesona dengan caramu mengemudi?" aku nyaris tertawa ketika tahu bahwa aku tak bisa bersikap sinis padanya.
Samar kudengar Antara terkekeh, "sepertinya begitu."
"Sayang sekali, kau tak berhasil, Antara." Sebenarnya, aku tak yakin. Mengingat, kedatangannya justru berhasil membuat sensasi yang melegakan dalam diriku.
"Kita lihat saja." Masih dengan penuh percaya diri, Antara meningkatkan kecepatan mobil. Aku segera mematikan panggilan dan mencoba menyalipnya. Setelah berhasil, Antara tak mau diam. Dia mendahuluiku lagi. Dan begitulah keadaan yang kami lalui hingga bermenit-menit. Untung saja suasana cukup sepi, kami ada di ruas berbeda walau masih pada lajur yang sama. Dan seperti anak muda yang kelebihan hormon adrenalin, kami kebut-kebutan. Di jalan tol. What's happens going crazy?
Selama hampir 30 menit, kami hanya dahulu mendahului. Lalu tertawa masing-masing ketika dikalahkan atau mengalahkan. Ini adalah sesuatu yang ganjil, yang pernah kulakukan dan aku mendapati diriku berada dalam euphoria yang sangat membahagiakan. Memang bukan jenis perubahan drastis tapi aku yakin kalau sebagian kewarasanku benar-benar menguar. Semoga Antara tak tahu kesintinganku yang satu ini. Aku tak akan punya muka lagi andai ia tahu bahwa kehadirannya berdampak luar biasa. Tiba-tiba, aku merasa dia sudah bertransformasi menjadi pria paling bandit di seluruh dunia. Tega-teganya membuatku abnormal begini. Hell-o, usiaku sudah bukan remaja lagi. tapi, perasaanku meluap-luap persis anak belasan tahun yang dilanda asmara.
Ya Tuhan, aku sangat mengasihi diriku.
***
"Itu tadi perjalanan yang sangat menantang." Komentar Antara ketika aku membuka pintu mobil.
Entah bagaimana caranya parkir, dia sudah ada di sisiku padahal aku yang pertama kali mencapai basement. Ia tengah mengamatiku seperti seorang pengamat yang mengecek objek penelitiannya. Bodohnya, aku tak lagi risih dengan caranya menatapku. Justru berharap bahwa matanya selalu tertuju padaku. Oke, aku tahu ini konyol. Tapi, aku tak bisa menghentikan perasaan semacam ini. Tidak di saat aku merindukannya. What? Aku tersentak dengan pernyataan yang menyelinap di alam sadarku. Me-rin-du-kan-nya? Aku mengeja setiap suku katanya dan alarm setuju berdengung nyaring memenuhi seantero otakku.
"Kunci dulu mobilmu dan...," suaranya seperti madu, manis. "Berhenti melihatku begitu. Kau seperti mau memakanku."
Pikiranku yang jenius langsung membayangkan 'memakan Antara' kali ini dengan makna yang sebenarnya. Aku menikmati tiap inchi tubuhnya. Merasai tiap kulitnya yang hangat dan.... Oh my God! Oh my God! Apa sih yang kupikirkan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Jingga
ChickLitIjinkan aku mendoakanmu sebab hanya dengan doa aku bisa menautkan rinduku yang tak berujung. (Dante. A Xian) // Antara Pada akhirnya, aku mengerti bahwa keluarga adalah kekuatan terbesarku dalam menghadapi masalah. Jadi, wajar jika aku menjadikan ke...