Epilog

35.6K 2.4K 159
                                    

Antara POV

“Gadis terbaik, satu-satunya seseorang yang kupedulikan keselamatannya meski bukan keluargaku. aku mencintainya seperti cinta matahari pada bumi yang terus memberi sinar dan kehangatan tanpa mengharap balasan. Juga satu-satunya gadis yang tak mungkin kumiliki. MY TROUBLE IS JINGGA”

Awal pertemuan dengannya… sesuatu yang menakjubkan!

Gadis itu membuka mata, merunduk sejajar pada pohon teh, lalu memetik salah satu pucuknya kemudian menghidu aromanya yang khas. Sesungging senyumnya terlihat, puas.

"Menikmati pagi?" sapaku menahan senyum, tak kuasa menutupi rasa tertarik padanya. aku belum pernah merasa seperti ini pada seorang wanita.

Gadis itu menoleh, wajahnya tirus. Kulihat jemarinya yang kurus. Tiba-tiba, rasa ingin melindungi muncul dalam hatiku. Aku tak tahu kenapa, hanya saja, sepertinya gadis itu memiliki masalah yang cukup berat

"Ya. Oh, maksudku selain menikmati pagi, juga menikmati yang ada di sekitarku." Ternyata dia gadis yang ramah.

"Termasuk menikmati aku yang ada di depanmu?" godaku dengan kepercayaan diri tingkat tinggi.

Dia menahan tertawa namun melempar tatapan geli padaku. Aih, memalukan. "Sangat tak etis kalau kita ngobrol bak teman sejawat, padahal aku belum tahu namamu."

Aha, ini lampu hijau. Aku pun mendekat, mengulurkan tangan dan dia malah memandangi jemariku. Terlihat begitu terpesona. Apa yang dipikirkan gadis itu?

"Antara."

"Antara Jakarta dan Penang?"

Apa katanya? Memang aku lagu? Sikap humorisnya membuatku tersenyum. "Just Antara." Kataku, tak mau menyebut nama lengkap. Akhirnya dia membalas uluran tanganku.

"Jingga."

Sesaat rasa nyaman melingkupiku dari sentuhan ini. Aku sampai terpesona karenanya tapi aku buru-buru menarik tangan. Takut ia menilaiku tak sopan. "Senang berkenalan denganmu."

Jingga menganggukan kepala.

"Suka aroma teh?" Untunglah aku pandai mengalihkan suasana.

Aku melihat mata gadis itu, ada lingkaran hitam di bawah mata. Aku bisa pastikan bahwa dia kurang tidur. Apa masalahnya? Dia gadis yang baik dan menarik, aku yakin itu. Tapi kenapa ia terlihat punya masalah yang besar?

"Setelah melihatku menghirup aroma teh seperti menghirup aroma kekasih, aku tak yakin bisa berkata 'hai, Antara, aku benci aroma teh' itu tak masuk akal, 'kan?" balasnya sambil menatapku dengan pesona seorang wanita. dadaku tiba-tiba bergetar.

"Kupikir, kesukaanmu seperti namamu, seperti sinar kemerahan menjelang maghrib, daun-daun berwarna emas atau..., hujan." Mataku masih belum beralih dari lehernya yang cekung. Beberapa tulangnya terlihat. Tak hanya jari-jarinya yang kurus, juga tubuhnya. Aku kasihan dengan gadis ini, tapi jangan salah, rasa tertarikku jauh lebih besar daripada rasa iba.

"Uh-oh, itu juga termasuk kesukaanku." Dia grogi. Karenaku? Astaga, kenapa aku jadi narsis?

"Wow, ada banyak yang kuketahui dari pertemuan pertama kita." Kebahagiaan melesak di hatiku karena persepsi bahwa dia terpengaruh oleh kehadiranku.

Jingga nyengir dan aku membalasnya dengan senyum ringan. “Seleraku memang pasaran, jangan kaget."

Kuangkat tangan kanan ke udara, menghalaunya untuk tak meneruskan cerita yang berisi ketidak percayaan diri. "Tidak, kau istimewa."

"Gombalan pertama kali. Iya?"

"Dan apa itu buruk?" aku menyeringai, separuh merasa penasaran dan separuh lagi kelembutan. Sudut hatiku meradang melihat wajah cantiknya.

JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang