Malam pertunangan berlangsung meriah. Seluruh keluarga, kerabat dan penduduk Pulau Ar-Rasyid berkumpul dan bergembira atas acara pertunangan itu.
Dan tepat ketika acara puncak, Syafia tiba-tiba berkata. "Untuk acara satu ini Sya minta maaf, siang tadi Rusli bermaksud mencoba mencocokan ukuran cincin padaku namun karena memang cincinya tepat jadi masih melekat di jari manis Sya."
"Dasar anak muda tak sabaran. Kalau begitu langsung saja Syafia menyematkan cincin pertunangan pada Rusli." Harun Ar-Rasyid terbahak hingga yang ada dalam acara itu tak tegang karenanya.
Acarapun berjalan lancar. Dan Syafia tak membuat keributan seperti yang diperkirakan semua orang.
Menurut Syafia keluarga Rusli terlihat agak aneh dan ekspresi wajah suram. Terutama kakeknya Rusli yang terus menatapnya penuh selidik dan berusaha mencari celah ketidak sempurnaan dalam diri Syafia. Hanya Yunia seorang yang menyambutnya dengan pelukan hangat.
Usai acara pertunangan itu banyak kerabat yang menginap karena tak sanggup menempuh perjalanan jauh kembali ke daratan. Sementara bekas-bekas jamuan segera dirapikan para pembantu yang siap 24 jam.
Syafia dengan letih menaiki tangga menuju kamarnya. Sepanjang perjalanan menuju kamarnya terlihat puri sudah sepi. Ia membuka pintu kamar. Ia menarik syal yang melingkar di bahunya dengan sembarangan pada sebuah sofa.
Ia duduk dipinggir ranjang untuk melepas sandal bertali yang membelit kakinya yang ia lempar begitu saja. Kemudian tanpa mengganti pakaiannya, ia berbaring dan segera pulas begitu menyentuh kelembutan dari kasurnya. Tidur tanpa mimpi yang membuatnya begitu lelap hingga tak terdengar suara kokok ayam yang bersahutan.
Sebuah tangan kasar membelai wajah Syafia dan membisikkan namanya tepat di telinga kanan. Dengan malas Syafia membuka matanya. Ia tertegun dan berhenti bernapas, betapa sesosok wajah begitu dekat dengannya.
"Selamat pagi..." Bisik pria itu serak.
"Seharusnya kau dilarang memasuki kamarku."
Rusli tersenyum, duduk dipinggiran ranjang. "Aku hanya minta waktu sebentar untuk berpamitan pada tunangan baruku."
Syafia duduk dengan segera mencari sesuatu untuk menutupi bahu telanjangnya. "Seharusnya Yanti mencegahmu."
"Ia keletihan setelah sibuk semalaman. Kasihan jangan terlalu menguras tenaganya."
Syafia tersenyum sinis. "Aku baru tahu kau begitu perhatian pada pembantu." Syafia menengok ke kiri dan kanan berusaha mencari syalnya. Ia lupa semalam ia letakkan dimana.
"Kau belum mengenalku sepenuhnya, Sya." Rusli menangkap gelagat Syafia yang agak panik mencari sesuatu dengan matanya. "Kau mencari apa?"
"Syal. Semalam aku meletakkannya sembarangan." Syafia menengadah merasa Rusli menatapnya begitu intens.
Kedua pasang mata bertemu. Lama mereka bertatapan sebelum akhirnya Syafia membuang muka tak tahan dengan tatapan tanam itu. Rusli memindahkan pandangannya pada bahu telanjang Syafia, lehernya yang jenjang dan sebagian lekukan payudara yang tercetak pada gaun ketat yang membungkus kulit. Bagian paling atasnya menyembul bagai pinggiran dua kue bakpau hangat yang mengembang.
Rusli menelan ludah dengan susah payah lantas berdehem. "Kau merasa nyaman tidur hanya dengan berpakaian begitu?"
"Aku tertidur keletihan tanpa sempat mengganti pakaian." Syafia menepis tangan Rusli yang terulur menyentuh bahu telanjangnya. "Jangan!"
Rusli tak peduli penolakan Syafia. Ia kembali menyentuh tetapi pada tempat yang berbeda. "Kulit lehermu begitu halus..."
"Rusli!" Syafia berusaha menepis tangan Rusli namun ia dicekal oleh tangan Rusli yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Syafia's Beloved 1 : Miss Elegant And Innocent Guy
RomansaAr-Rasyid Series #Second Story Bagi Syafia, Ghaz adalah cinta pertama dan cinta terakhirnya. Itulah yang selama ini ia yakini. Tetapi Orang yang tak disangka hadir mengusik kehidupannya... Bagi Rusli, Syafia adalah saudara dari sahabatnya. Sampai su...