Part 16B

977 56 12
                                    


Bukan sebuah rahasia lagi bila perempuan itu adalah aktris terbaik sepanjang masa, ia bahkan masih bisa mengatakan "Aku baik-baik saja" dengan hati yang hancur lebur.


Hari ini Sabrina memilih bolos dari sekolahnya di karenakan harus membantu ibu tirinya mempersiapkan pernikahan yang terbilang megah dalam waktu beberapa hari terakhir.

"Sayang, kamu cape nggak abis nganterin mamah ke butik?" tanya Vania sambil membawa beberapa barang dan meletakannya di hadapan Sabrina.

"Ini apaan mah? kok banyak banget?" tanya Sabrina tanpa menghiraukan pertanyaan dari Vania lalu mengangkat kaki sembari menyingkir agar Vania lebih leluasa meletakan barangnya

"Ini, souvernir buat nanti acara nikahan mamah dan papahmu Sabrina. Dan mamah mau ngecek satu-satu takutnya ada yang kurang" ujar Vania, dengan tangannya yang masih sibuk dengan beberapa barang

"Oh iya mah, boleh Sabrina bantuin?" tawar Sabrina

"Oh boleh aja sayang, kamu tolong ambilin kartu nama mamah dong di kamar Meisya, kemarin mamah lupa nyuruh dia buat guntingin itu kartu nama." pinta Vania, di balas anggukan patuh dari Sabrina.

Sesampainya Sabrina di kamar Meisya, Sabrina mencari-cari kartu nama milik Vania itu di kamar Meisya, namun nihil. Alhasil ia pun pergi dengan tangan hampa, namun ada sesuatu hal yang menarik perhatiannya. Di atas meja belajar Meisya terdapat sebuah figura yang sudah retak dan sebotol obat, dengan langkah pasti Sabrina mendekati meja itu. Dan ternyata ada sebuah alat yang memang seharusnya tidak ada di sana, nafas Sabrina tercekat dengan tangan gemetar ia mengambil alat itu dan memastikannya di bawahnya terdapat sebuah kertas berisi keterangan dari dokter yang membuatnya semakin yakin. Ia sungguh tidak percaya akan hal ini bahwa saudara tirinya tengah mengandung dan kandungannya ini berada di luar ikatan pernikahan. Seulas senyum terbersit dari bibir mungil Sabrina dan segera menelpon kontak yang di saat ini ia butuhkan.

"Halo"

"....."

"Gue ada tugas buat lo"

"....."

"Gue kirimin filenya lewat email, dan soal bayaran lo gak usah khawatir"

Sabrina menutup ponselnya dan tersenyum puas, tujuannya dan ayahnya sebentar lagi akan tercapai. Tinggal menunggu waktunya telah tiba.

Pukul 5 sore,

Meisya pulang dengan baju yang acak-acakan hari ini merupakan hari yang lelah baginya, Andra mengajaknya kencan dan ia tak bisa menolaknya sepulangnya ia jalan-jalan sekitaran Jakarta bersama Andra akhinrya Meisya pergi menuju kontrakan Julia untuk menjenguk Bima dan bermain di sana sampai sore akhinrya setelah sekian lama ia melepas penat. Ia kembali di kejutkan oleh hal yang sam sekali ia tak mau bahas lagi.

"Lo ngapain di sini bangsat!" hujam Miesya perlahan, pekikannya terasa lelah akan semua takdir yang telah di gariskan kepadanya

"Gue nemu sesuatu yang menarik" jawab Sabrina sambil mengetuk-ngetukan alat pengetes kehamilan itu ke atas meja. Wajah Meisya berubah menjadi pias namun Sabrina masih belum puas memojokannya.

"Gue denger ada yang menarik pas taruhan itu berlangsung, dan lo-" Sabrina menggantungkan kalimatnya dan berjalan mendekati Meisya, sedangkan Meisya masih membeku di hadapan Sabrina "Ckckck, kasian Meisya gue jadi korbannya dan lo jadi korbannya" telak Sabrina langsung.

Menyadari posisinya di sini tidak menguntungkan Meisya memilih mengalah "Mau lo apa?" tantangnya dengan suara yang sedikit bergetar

"Mau gue? hem sebenernya mau gue banyak banget" Sabrina pura-pura berfikir membuat Meisya semakin geram saja. "Tapi mau gue cuman satu sih Mei, siapa ayahnya?"

Best FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang