Satu tahun yang lalu seorang Disk Jokey ternama meminta dirinya untuk menyanyikan lagu miliknya dalam versi akustik.
Sebagai seorang anak muda yang juga mengagumi karyanya, jelas Melody langsung menyetujuinya. Seusai sekolah ia akan langsung menuju studio musik yang ada di sekolahnya dulu.
"It was so amazing. Can't you believe it? Maximus tell me that he wants me to sing his song. 'Till now I though that this is just a dream. This is so crazy, damn crazy."
Melody sedang duduk di sebuah kursi panjang yang terletak pada sebuah taman di dekat sekolahnya. Langit sudah mulai menjingga, udara cukup hangat sehingga ia tak kedinginan walaupun hanya mengenakan kardigan untuk melapisi seragamnya.
Ia masih sibuk mengetikkan balasan pada mamanya sehingga mengabaikan ekspresi gadis di sampingnya.
"My mom same with me. She just say that I was try to make a jokes. Oh my god." Ia masih menunduk saat mengatakannya.
"Mel," suara lirih di sampingnya tak juga membuat Melody mendongak.
Ia justru tertawa sambil menunjuk ke layar ponselnya tanpa menatap lawan bicaranya.
"Look Ann, she said that she will give me a punishment when i am go home letter. It's reality? I hope I never wake up if this is a dream. Or this is a movie? Oh God! Why i am going so weird?"
"Mel, liste to me!" gadis dengan warna rambut pirang itu dengan cepat menarik lengan Melody. Memusatkan perhatian gadis itu padanya.
Melody langasung menghapus senyum dan menambah kerutan di alisnya saat melihat bagaimana reaksi temannya.
Sesuatu dalam dirinya mengatakan jika ada hal yang salah disini. Pagi tadi Diana baik-baik saja. Mereka memakan sandwich buatan Mama Melody saat berangkat sekolah, bahkan Diana masih sempat menjahilinya dengan menambahkan banyak saus di sandwichnya.
Lalu saat pelajaran musik klasik, ia terlihat sangat menyukai bagaimana Mr. Connor menunjukkan beberapa melodi gubahan Beethoven. Semuanya baik-baik saja. Jadi kenapa sekarang Ann menjadi sedikit muram?
"What's wrong, Ann? Something happend that I don't know?" Perlahan Melody menurunkan ponselnya. Menyimpannya di saku kardigan.
Diana setipe dengannya. Frontal dan seringkali nonkonformis. Mereka membenci hal-hal yang menyusahkan dalam beberapa situasi. Beberapa anak bahkan menganggap jika mereka benar saudara kandung. Walau kesamaan fisik mereka hanya sebatas tinggi badan dan warna mata. Selebihnya Diana memiliki kulit berwarna putih pucat yang akan memerah jika terkena sinar matahati, sedangkan kulit Melody lebih kekuning langsat, menunjukkan darah Asianya.
Diana memalingkan wajah seraya mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan. Dahi Melody makin berkerut ketika Diana masih setia menyembunyikan wajahnya pada kedua telapak tangan yang sikunya ia tumpukan pada lutut.
Diana terlihat gusar dan Melody benar-benar bingung dengan sikap sahabatnya itu.
"Just tell me what's going on? Don't make me worry about you. You're look so..." Melody menghentikan kalimatnya. "Ann, please"
"Stop, Mel."
"Stop what?"
Diana masih menyembunyikan wajahnya, namun Melody dengan jelas mendengar nada suara gadis itu yang lemah. Seperti Diana kehabisan dayanya. Seperti gadis itu lelah, karena apa?
Jeda cukup lama. Melody hampir menyuarakan apa yang sudah ada di ujung lidahnya. Namun suara menyayat Diana membuat suara Melody seperti hilang.
"Just stop being so innocent. I know you're not!"
KAMU SEDANG MEMBACA
A Melody of Raphsodies
Teen FictionSekuat apapun kamu menjaga, yang pergi akan tetap pergi. Sekuat apapun kamu menolak, yang datang akan tetap datang. Semesta memang kadang senang bercanda. -Sujiwo Tejo-