Film dari Seri Transformers, The Last Knight, sudah lebih dari lima belas menit lalu menyala dari televisi yang berada di ruang keluarga dengan dua sosok yang duduk di sofa merah, tampak memperhatikan bagaimana mobil-mobil itu berubah menjadi robot raksasa.
Harusnya Melody belajar Geografi mengingat besok kabarnya akan ada quiz yang diberikan oleh gurunya. Namun saat jam sudah menunjukkan pukul 7 dan sekarang sudah pukul setengah 9 malam, ia enggan untuk masuk ke kamarnya dan belajar.
Saat film Power Rangers sudah berada di tengah cerita ia sudah ikut duduk di sofa bersama Nicko dan menghabiskan persediaan cookies milik Kak Juliana.
"Tumben banget lo nggak ngajak ribut? Biasanya kan bawel banget," cowok yang mengenakan kaus hitam itu memasukkan dua cookies sekaligus.
"Elo kali yang suka nyari ribut sama gue," Melody tak berusaha menoleh ke arah Nicko dan masih fokus ke layar televisi.
"Mel?"
"Hmm"
"Kenapa lo pindah ke Jakarta?"
"Ya karena gue pengen. UK is good, but not works"
Nicko tertawa pendek dan menoleh ke arah sepupunya yang masih sibuk melihat film robot di depannya. "Apaan sih lo, sok-sokan niruin Donald Trump aja."
"Nic, lo tuh annoying tau nggak? Berisik." Melody sudah menoleh ke arah Nicko dengan wajah yang terganggu tanpa berusaha ia sembunyikan.
"Tau," sahut Nicko tanpa merasa bersalah. Cowok itu lantas mengambil ponselnya yang ia taruh di atas meja di depannya. "Gue bosen ah nonton film, keluar yok. Kemana gitu."
"Nggak, gue mau di rumah aja. Nanti kalo pulang jangan pagi-pagi, inget besok sekolah. Jangan karena Kak Juli di Bandung ya,"
"Bisa ditampol Kak Juli gue, kalo ninggal lo di rumah sendiri. Lagian lo nggak sepi apa di rumah?" Nicko masih mengetik di ponselnya, grup chat dengan teman-temannya.
Melody menoleh ke arah sepupu laki-lakinya itu tanpa minat. "Nggak. Palingan gue langsung tidur," lalu fokusnya kembali ke layar televisi.
"Lalu tiba-tiba saja Nicko menjatuhkan kepalanya di bahu kiri Melody, yang lantas membuat gadis yang sesang fokus menonton itu tersentak sebelum akhirnya menghela nafas panjang.
"Minggir ih, berat."
Melody menunggu hingga lima detik, tetapi Nicko belum juga beranjak dari posisinya.
"Nic, berat ih!" Melody mengangkat bahu kirinya berkali-kali, berusaha membuat Nicko mengangkat kepalanya dari bahu Melody. Namun nyatanya cowok itu masih betah berada di posisinya, hingga Melody yang akhirnya harus mengalah.
"Gue tuh nggak suka sama sepi, Mel."
Melody berusaha tidak menunjukkan rasa tidak tertariknya dengan perkataan Nicko dengan berusaha memfokuskan perhatiannya pada televisi.
Nicko sendiri perlahan-lahan memejamkan matanya, menghirup aroma rambut Melody yang entah bagaimana bisa mirip dengan aroma seseorang yang saat ini memenuhi fikirannya.
Saat seseorang pergi, tidak semua bagian darinya ikut pergi dari hidup kita. Sebagian yang tinggal disebut kenangan, sebagai tanda bahwa seseorang itu benar-benar ada.
Sialnya kenangan adalah itu seperti kopi. Manis jika takarannya sesuai dan pahit jika terlalu banyak di tambahkan.
Ada kalanya kita akan merindukan saat-saat dimana kita berada dalam kenangan itu dan memutar waktu, namun sebagian waktu lainnya kita merasa jika kenangan itu tidak berguna dan lebih baik jika kita melangkah pergi, melanjutkan hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Melody of Raphsodies
Teen FictionSekuat apapun kamu menjaga, yang pergi akan tetap pergi. Sekuat apapun kamu menolak, yang datang akan tetap datang. Semesta memang kadang senang bercanda. -Sujiwo Tejo-