6. Kamuflase

22 3 0
                                    

Melody bergerak tak nyamam di tempatnya. Sudah lebih dari sepuluh menit yang lalu bel berbunyi, dan kini seluruh teman sekelasnya sudah mengisi bangkunya masing-masing.

Tak terkecuali Theo yang tempat duduknya tak jauh dari bangku Melody. Bukannya ingin kegeeran, tapi sudah sejak tadi Melody menyadari jika Theo terus menatap ke arahnya. Beberapa kali Melody mengecek lewat layar ponselnya, dan memang benar, Theo duduk bersidekap sambil menatap lurus ke arah Melody.

Dia jadi teringat tentang isi chatting grup mereka kemarin sore. Tiba-tiba timbul tanya di benak Melody. Apakah mereka terus membicarakan Melody?

"Mel, dicariin orang nih!" Denna berteriak padanya di depan pintu.

Melody sontak menoleh pada Mega yang ternyata juga menoleh kepadanya. Kening Mega berkerut, begitu juga kening Melody.

Siapa pula yang mencarinya. Rasa-rasanya Melody tidak mengenal siapapun kecuali teman-teman sekelasnya. Dan beberapa orang luar.

Atau mungkin Arsa?

Apa mungkin dia ingin meminta pertanggung jawaban atas tamparan Melody kemarin siang? Tapi kan Arsa sering berantem.

"Heh! Malah ngelamun, ditungguin ini," suara teriakan Denna di ujung sana kembali membuat Melody tersentak.

Dengan tangan yang sedikit bergetar, Melody bangkit dari duduknya dan berjalan menuju ke pintu kelas. Jantungnya berdebar-debar ketika memikirkab bahwa benar Arsa yang mencarinya.

Denna melewatinya dengan senyuman lebar, dan ada firasat jika tukang gosip itu akan membicarakan Melody di ujung ruangan.

Namun saat Melody keluar dari pintu, dahinya mengrenyit. Pasalnya bukan Arsa yang dia pikir akan ada di depan pintu, tetapi orang yang ia kenal dengan nama Zidan. Anak-anak sering membicarakannya karena dia sering membawa nama baik sekolah dari beberapa olimpiade Matematika dan Fisika. Dan entah bagaimana menjadi kakak kelas paling di idam-idamkan.

"Ya?" Melody lantas bertanya lebih dulu. Karena jujur ia tak pernah bertemu langsung dengan Zidan.

"Hai, gue Zidan," laki-laki dengan jam tangan hitam di tangan kanannya iti mengulurkan tangan dengan senyuman lebar yang memperlihatkan lesung pipi di pipi kanannya.

Cute. Pikir Melody tanpa sadar.

"Melody," Melody membalas jabatan tangan itu. Namun tak kunjung menghilangkan kerutan di dahinya. "Ada apa ya?"

Bukannya menjawab, Zidan malah mengeluarkan ponselnya. "Gue mau minta ID Line lo,"

Suara pekikan terdengar, dan itu bukan darinya, melainkan dari beberapa teman kelasnya yang mencuri dengar dari dalam kelas.

"Buat apa?"

"Kata Bu Ranti lo butuh tutor buat belajar Matematika,"

Melody lantas teringat jika Bu Ranti sering mengeluh karena kepayahan Melody dalam Matematika, karena bukan salah Melody karena terakhir kali ia mempelajari Matematika adalah saat dia masih menginjak kelas 6 SD.

Tapi kenapa Bu Ranti harus repot-repot memberikan pelajaran tambahan untuk Melody, sih? Dan Zidan sebagai tutornya.

"Gue nggak bisa nolak ya?" Melody bertanya dengan ringisan yang tak ia sembunyikan.

A Melody of RaphsodiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang