Bagian II

77 2 0
                                    

~~~~~~~~~~~~~~~~
Aku terkekeh. Aku selalu menyukai komentar sarkastisnya. "Awal nya Diva yang mengajariku. Dan sebagai informasi,sebelumnya aku pernah bermain organ meskipun tidak serius. Ketika belajar piano,aku baru menyadari bahwa musik sangat menarik. Karena itu aku memutuskan mengikuti Diva masuk sekolah itu."

Dhelia melongo."WOW"

"Aku tidak pernah memberitahumu karena kupikir Diva sudah melakukanya. Apalagi dia sudah mengajakmu melihat konser valenntina."

"Aku yakin Diva punya alasan sendiri," katanya. Tuh,kan! Ia selalu berfikir fositif dan tidak ingin tahu urusan orang. Baginya, jika memang ingin memberitahunya,orang itu akan melakukanya. Ia tidak ingin menduga-duga atau berspekulasi. Katanya, bukan karena ia ingin menjadi orang baik, tapi lebih baik ia memang tidakmau peduli.

Baik memang memiliki seseorang yang selalu berfikiran fositif di dekatmu,itu membuatmu selalu optimistis. Tapi terkadang, itu membuatku gila karena merasa menjadi manusia paling buruk setiap waktu.

Namun aku sedang tidak ingin mengejek kenaifan nya. Pikiran tentang mengapa Diva tidak memberitahunya lebih menggelitik rasa penasaranku. "Mungkin Diva mau kasih kamu surprise saat tiba tiba ia mengundang kamu ke acara showcase-nya"

"Showcase"

"Dua minggu lagi, demi showcase, kami berlatih Mozart-Sonata for Two pianos seperti spartan."

"Wow, kalian tampil berdua?"

Aku mengangguk puas. "Meskipun jauh dari sempurna, kami pasti bisa."

"Dalam waktu dua bulan kamu sudah bisa bermain Mozart?"

Pertanyaanya sedikit membuatku kesal. Dhelia seperti meremehkanku. "Kan sudah kubilang, sebelumnya aku bisa main organ. Aku tidak buta nada, meskipun aku belum lancar baca not balok. You'll see from my performance!"

Akhir-akhir ini aku sesungguh nya agak kesal pada Dhelia. Kekesalahanku berawal ketika mengetahui ia dan Diva berpacaran. Aku kesal mereka tidak pernah memberitahuku dari awal bahwa mereka saling menyukai.

Aku kesal karena aku terkejut. Namun aku menyukai mereka berdua dan sangat mendukung bubungan mereka. Kepribadian Diva yang terbuka mungkin dapat sedikit membantu membuka kepribadian Dhelia. Deep down, aku ikut bahagia. Meskipun itu berarti aku harus mundur.

"Aku tahu,tapi masih sangat mengejutkan bagiku." katanya akhirnya.

"Jika nanti Diva mengundangmu ke showcase, kamu harus pura pura syok ya, jangan bilang aku memberitahumu. Aku agak merasa bersalah sekarang." kataku

Dhelia mengangguk. Ia masih terlalu disibukkan dengan kehawatiranya.


*********

"Coba kita selesaikan last movement sekali lagi, aku rasa ada yang kurang tepat dengan tempo nya," ujar Diva padaku sambil wajahnya menerawang ke atas, berfikir keras.

"Lagi? Diva!!! Bukankah sebelumnya kamu janji ini yang terakhir?" protesku. Aku menatap nanar ke jam dinding. Sudah hampir pukul 23.00. Walaupun sekolah ini bisa dimanfaatkan untuk latihan 24 jam, dan besok hari minggu, aku tidak sanggup lagi meneruskan latihan yang sudah berlangsung selama hampir tujuh belas jam.

Aku sampai tidak menghadiri big-day Dhelia dalam acara pekan jurnalistik hanya untuk latihan pagi ini. Diva tidak kunjung puas dengan penampilan ala kadarnya, akhirnya ia memaksaku tinggal di sekolah, mengulang ulang terus sonata for two pianos mozart agar aku tidak melompat lonpat dan bermain sesuka hatiku.

Diva yang memang sangat mencintai piano. Tidak menyadari ia sudah berlatih selama dua hari berturu turut. Hanya satu hal yang mengganggu konsentrasinya. Dhelia. Tadi Diva sempat meninggalkan latihan kami untuk mengunjungi acara besa Dhelia dan melakukan ritual boyfriend-nya . mengantar calon mertua.

********
Bersambung!!


Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang