part 3

199 30 4
                                    

Daehyun memandangi bos nya yang masih tersenyum.
"Hyung..."
"Hmm?"
"Sejak kapan hyung mendirikan kafe?"
Yongguk terlihat berpikir sejenak.
"Mungkin sudah 5 tahun?"
"Cita-cita hyung?"
"Mendirikan kafe ini seperti mewujudkan impian ku. Aku mau mengelola tempat dimana semuanya bisa merasa santai dan senang."
Daehyun membuka mulutnya namun langsung menutupnya kembali. Menahan apapun yang akan ia katakan. Dan hal itu tidak luput dari pengamatan Yongguk.
"Katakan saja." Yongguk menepuk lembut kepala Daehyun.
"Ummm...waktu itu...waktu Ayah hyung datang, dan hari ini, saat kembaran hyung datang aku jadi terpikir seperti apa sebenarnya dunia seorang Bang Yongguk."
"Menurutmu seperti apa Dae?" Yongguk menatap Daehyun, tertarik untuk mendengar pendapat orang yang ada di hadapannya.

"Kita memang nggak bisa menilai seseorang dari luarnya saja. Tapi kalau hyung bertanya, menurut aku hyung itu seperti menyimpan sesuatu, berusaha untuk terlihat tegar. Di satu sisi hyung terlihat bahagia, tetapi di dalamnya ada luka."
"Apakah aku terlihat seperti memakai topeng?"
Daehyun menggeleng.
"Kebahagiaan yang selalu hyung tampilkan itu nyata. Hyung beneran happy. Tapi luka yang disimpan hyung itu bisa sewaktu-waktu terasa sakit dan muncul ke permukaan. Aku rasa hyung harus mengobati luka hyung dulu, agar kebahagiaan hyung jadi lebih lengkap."
Yongguk mengalihkan pandangannya dari Daehyun ke pemandangan yang ada di hadapannya.

"Kamu pernah berteman dengan anak kembar?"
Daehyun menggeleng.
"Kami sama seperti kakak adik lainnya. Hanya saja usia kami sama. Biasanya pasti ada perbedaan antara kakak adik. Aku mengambil peran sebagai kakak yang nakal sementara Yongnam adalah adik yang baik. Kami sangat dekat walaupun sifat kami berbeda. Nakal ku karena aku merasa jadi anak baik-baik seperti Yongnam itu membosankan. Yongnam yang manis itu selalu disayang mama. Padahal kami kembar tapi kalau dilihat dari dekat mama memperlakukan kami berbeda. Seolah aku bukan anak kandungnya.
Kalau ada yang tidak beres pasti aku yang dipanggil duluan.

Sampai di suatu hari, Yongnam dan aku sedang jalan-jalan naik mobil. Yongnam baru punya sim sedang aku sudah lebih dulu punya. Di perjalanan pulang dia bilang kalo dia mau nyetir. Dan kami pun bertukar posisi. Memang Yognam bukan pengemudi yang baik, tapi dia berhasil punya sim, jadi aku tenang saja.
Tapi kemudian di tengah perjalanan Yongnam hilang kendali dan akhirnya mobil kami menabrak pohon di pinggir jalan.
Kami sama-sama terluka parah dan dirawat, tapi kejadian berikutnya membuatku tersadar bahwa aku hanya pengganggu.
Mama masuk dan menamparku. Menyalahkan ku atas kecelakaan itu sementara papa tidak berbuat apapun melihat mama begitu marah kepadaku.
Sejak hari itu, aku sudah memutuskan bahwa aku tidak akan pernah pulang lagi ke rumah itu."
Daehyun terkejut mendengar cerita Yongguk.

"Tapi...Yongnam hyung nggak bilang kalau dia yang mengendarai?"
Yongguk tersenyum pahit.
"Anak itu, mana mau disalahkan. Walaupun akhirnya papa tahu, tapi semuanya sudah terjadi. Dan aku sudah memutuskan bahwa aku tidak akan kembali lagi kesana selama orang yang seharusnya menjadi mama ku menolak kehadiran ku."
Daehyun masih tidak mengerti mengapa orang tua Yongguk hyung seperti itu.
"Lalu kenapa papa hyung datang?"
"Papa mau aku kembali dan mengurus perusahaannya. Tapi aku menolak. Lagipula Yongnam sudah ada disana. Untuk apa ada aku."
"Pasti ada alasan kenapa papa hyung meminta hyung untuk kembali. Kalian adalah keluarga."
Yongguk tertawa kecil.
"Aku dekat dengan papa dan Yongnam dekat dengan mama. Mama ingin Yongnam yang mengurus perusahaan sedang papa ingin aku mengelolanya. Nilaiku lebih baik dari Yongnam saat sekolah. Papa juga bilang insting bisnis ku lebih bagus. Tapi kalau aku harus terus disana bertemu dengan mama yang tidak menginginkan ku, aku nggak sanggup."

Yongguk berdiri dan tersenyum. "Maaf ya kamu jadi mendengarkan cerita ku yang nggak menarik. Lupakan saja apa yang aku katakan tadi. Dan ku minta untuk tidak membahasnya di kafe."
Daehyun menggigit bibirnya lalu perlahan mengangguk.
"Kalau aku boleh memberikan pendapat sedikit..."
Yongguk menatapnya sesaat sebelum akhirnya mengangguk setuju.
"Ada baiknya untuk masalah keluarga hyung dibicarakan ber empat. Untuk menyampaikan apa isi hati hyung. Untuk mendengarkan alasan orang tua hyung. Untuk mengakhiri rasa sakit yang hyung simpan."
Yongguk menghela nafas panjang.
"Aku belum sanggup. Kalau yang mereka katakan diluar dugaan ku, bukannya aku akan jauh lebih terluka?"
"Setidaknya hyung akan tahu alasannya. Daripada hanya menerka-nerka, membuat prasangka."
Yongguk tertawa kecil.
"Rasanya aneh tapi setelah cerita sama kamu semuanya jadi berbeda. Aku nggak pernah berpikir begitu dan kamu memberi aku sudut pandang baru."
Daehyun tertunduk, bingung mau apa.
"Terimakasih ya. Ayo kita kembali."
Yongguk mengacak lembut rambut Daehyun dan naik ke motornya.

Mereka berdua kembali ke kafe setelah mampir ke toko kue. Permintaan maaf Yongguk kepada pegawainya yang harus kerepotan karena kekurangan tenaga dua orang.
Sesampainya di kafe, Yongguk sudah jauh lebih tenang. Daehyun menyerahkan kuenya ke Himchan.
"Apa yang terjadi?"
Daehyun hanya tersenyum. "Cuma ngobrol aja."
Himchan menatap Daehyun sesaat sebelum akhirnya membiarkan Daehyun kembali ke posisinya.

Himchan masuk ke ruangan Yongguk.
"Ada apa lagi hari ini, Gukkie?"
Yongguk terkejut mendengar suara Himchan tapi tersenyum.
"Nggak ada apa-apa Chan. Aku baik."
"Berkat Daehyun?" Tanya Himchan yang membuat alis Yongguk naik.
"Hmm?"
"Baguslah kalau akhirnya ada yang bisa menghadapi mu." Jawab Himchan sambil meninggalkan ruangan.

Setelah hari itu, Daehyun menuruti perkataan Yongguk. Dia tidak pernah membahas masalah keluarga Yongguk lagi.

"Hyung minggu depan hari senin aku ijin ya."
"Audisi?"
Daehyun mengangguk dengan semangat.
"Jam berapa?"
"Dari jam 9 tapi aku belum tahu dapat urutan nomor berapa. Bisa seharian."
"Baiklah. Nanti pulang ikut aku dulu ya."
"Eh? Kemana?"
"Lihat saja nanti."

Saatnya kafe tutup dan semua sudah bersiap di depan, menunggu kata-kata penutupan dari Yongguk.
"Terimakasih atas kerja kerasnya hari ini teman-teman. Sampai jumpa besok."
"Gitu aja?" Tanya Himchan.
"Ya hari ini begitu saja. Aku ada urusan."
Himchan menyeringai. "Oke bos. Sampai besok."
Semua meninggalkan kafe yang sudah gelap.
"Ayo Dae." Yongguk berjalan ke parkiran bersama Daehyun.
"Loh motornya mana hyung?"
"Hari ini aku nggak bawa motor. Ayo naik." Yongguk membuka pintu mobilnya dan Daehyun masuk.

Mereka berkendara ke tepi sungai Han.
"Kita ngapain disini hyung?" Tanya Daehyun saat mereka turun.
"Aku mau dengar kamu bernyanyi."
"Eh?"
"Ayolah. Lagu apa yang akan kamu pakai di audisi?"
"Hyung?"
"Kita bisa disini semaleman kalau kamu nggak mulai."
"Aku...ah hyung!" Daehyun protes.
"Dengan aku saja, yang setiap hari kamu lihat, kamu masih malu. Gimana di audisi yang isinya orang asing semua?" Jawab Yongguk sambil duduk, menanti Daehyun.
Daehyun hanya bisa menarik nafas panjang.
"Baiklah. Tapi jangan terlalu kejam penilaiannya."
Yongguk hanya melambaikan tangannya, menandakan Daehyun harus segera mulai.

Daehyun bernyanyi, dan Yongguk tersenyum mendengar suara lembut Daehyun. Ia memejamkan mata menikmati lagu yang disajikan.
Saat lagu berakhir, Yongguk membuka mata dan bertepuk tangan.
"Well done."
Daehyun tersipu. Pertama kali ia bernyanyi untuk teman baru di Seoul. Terakhir ia bernyanyi untuk teman-temannya di Busan saat kelulusan.

"Suara mu enak banget. Hanya perlu diperbaiki sedikit, aku yakin kamu pasti bisa lolos."
"Hyung ngomongnya kaya juri aja."
"Biar begini dulu aku sempet ikut kelas musik. Aku pernah bercita-cita jadi penulis lagu."
"Woah...hyung banyak pengalamannya."
"Jadi mulai hari ini, kamu akan latihan sama aku disini, atau ditempat lain, sampai h-2 audisi."
Daehyun mengangguk setuju. Dan mereka terus berlatih sampai tengah malam.

"Aku rasa cukup untuk hari ini. Ayo kita pulang."
Daehyun menghabiskan botol air yang ke tiga sebelum naik ke mobil.
Berlatih dengan Yongguk mengingatkan Daehyun kepada guru vokalnya dulu. Yongguk tegas tapi membimbing. Dan dia tahu apa yang diperlukan.

"Hyung kenapa nggak jadi musisi?" Tanya Daehyun saat mereka berjalan pulang.
"Karena papa nggak suka."
Daehyun terdiam. Keluarga Yongguk hyung sangat kompleks.
"Papa itu percaya sama yang pasti. Meneruskan bisnisnya itu pasti. Jadi musisi itu nggak pasti. Jadi aku berhenti dari kelas musik waktu ketahuan papa. Akhirnya aku ambil bisnis. Lumayan ilmunya bisa dipakai di kafe."
"Aku kagum sama hyung. Selalu bisa melihat sisi positif dari apa yang terjadi."
"Aku lebih kagum sama kamu, Dae. Kamu mau menyuarakan apa keinginanmu dari sekarang. Kamu masih muda dan sudah berani melepaskan diri dari orang tua kamu. Kamu pemberani, aku suka semangat itu."
Daehyun tersipu lagi saat dipuji, membuat Yongguk gemas dan mengacak rambutnya.
"Kalau sudah sukses jangan lupakan kami ya."
"Aku nggak mungkin akan lupa sama hyung."
"Janji?"
"Janji." Daehyun menarik tangan Yongguk dan mengaitkan jari kelingking mereka.
Yongguk tersenyum melihat tingkah manis Daehyun.
"Kamu manis banget sih." Puji Yongguk spontan, membuat keduanya terdiam, wajah Daehyun makin merah.
Yongguk sendiri kaget dirinya mengucapkan itu keras-keras.
"Ummm mau makan? Atau pulang." Yongguk memecah kebisuan dengan mengalihkan pembicaraan.
"Pulang saja hyung. Sudah malam. Besok kita harus masuk pagi."
Dan Yongguk mengendarai mobilnya menuju tempat tinggal Daehyun.

*bersambung*

ImpianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang