Malam gelap dan hujan serta petir yang menyambar, tak membuat seorang gadis kecil takut. Gadis kecil itu menghadap laptopnya dan terus mengetik, sesekali memegangi kepalanya yang masih terasa sakit akibat terbentur meja di sekolahnya pagi tadi. Terdengar ketukan pintu kamar, membuatnya menoleh.
"Aira, kenapa kamu belum tidur? Besok kan harus sekolah?" kata seorang wanita dari balik pintu, yang tidak lain adalah ibunya, Ny. Moona.
"Aku harus mengerjakan tugas dulu, Bu. Lagipula aku belum ngantuk."
"Sayang, tidak peduli ngantuk atau tidak, kamu harus tidur tepat waktu, ini sudah larut malam, nanti kamu tidak didatangi peri tidur lho."
"Bu, aku bukan anak kecil lagi, aku 10 tahun, dan aku tidak percaya peri tidur. Lebih baik ibu keluar!"
"Aira .... Baiklah. Jangan lupa tutup jendela, di luar sangat dingin. Selamat malam."
Aira hanya mengangguk. Dia terus melanjutkan kegiatan mengetiknya. Dia menulis sesuatu yang cukup menarik.
"Aku Aira Moona dilahirkan untuk merasakan kehampaan."
Sementara Ny. Moona, ternyata masih menunggu lampu kamar Aira padam di ruang tengah. Dia tidak benar-benar membiarkan anaknya terjaga sendirian.
"Maafkan ibu, Aira. Gara-gara ibu kamu menjadi gadis yang tumbuh dengan kesepian. Ibu berharap kamu bisa memaafkan ibu dan mulai membuka hati untuk ibu."
Ny. Moona tidak bisa menahan air matanya lagi, dia menangis dalam diam. Dia tidak bisa membayangkan betapa sulitnya Aira selama ini.
Sementara itu, jam sudah menunjukkan pukul 12 malam. Gadis kecil itu akhirnya selesai dengan pekerjaannya. Dia meregangkan kedua tangannya ke atas, seraya memutar kepalanya ke kanan dan ke kiri. Lalu dia menutup laptopnya, namun dia belum hendak tidur. Dia mematikan lampunya, lantas menggeser kursinya ke dekat jendela. Aira menatap langit malam yang gelap dan menyisakan hujan gerimis.
"Ayah .... Aku merindukanmu .... Kau .... Di surga .... Kau bahagia kan?"
Setetes, dua tetes air mata Aira mendarat di pipinya.
"Jika peri tidur itu benar-benar ada, aku ingin dia datang dan memberitahuku keadaanmu di surga."
Aira menangkup wajahnya dengan kedua tangannya. Saat dia membuka tangannya, tiba-tiba seseorang berdiri di depan tempat dia duduk, tepatnya di luar jendelanya. Seorang wanita seusia ibunya dengan baju dan payung hitam yang menatapnya sendu.
"Siapa kau?" tanya Aira kaget.
"Hai Aira Moona!" sapanya ringan sambil melambaikan sebelah tangannya.
"Aku tanya siapa kau?"
"Aku adalah peri tidurmu. Kenapa kamu belum tidur Aira kecil? Gadis kecil sepertimu tidak seharusnya masih terjaga sampai tengah malam begini?"
"Apa kau benar-benar seorang peri tidur?"
Peri tidur itu mengangguk lalu menghilang secara tiba-tiba.
"Hei kau menghilang? Dimana kau?"
"Aku di sini!" kata peri itu sambil duduk di kasur Aira.
Aira berjalan mendekat ke arah peri tidur dan berdiri tepat di depannya.
"Bisakah kau memberitahuku, bagaimana keadaan ayahku di surga?" tanya Aira memohon.
"Untuk apa kamu menanyakan hal itu padaku? Kamu pikir aku akan memberitahu kepada gadis nakal sepertimu?"
"Tolong, aku mohon .... Terkadang, aku merasa sangat kesepian dan merasa putus asa, aku tidak tahu untuk apa dan siapa aku hidup. Kerap kali aku berjalan di keramaian orang berlalu-lalang, namun aku masih merasa sendirian. Aku sangat kesepian, dan aku paling benci hal itu. Jadi tolong beritahu aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Short Stories
Short StoryKetika sesuatu yang sedang berkelana di dalam otak kita, mencari setiap detail kata, yang akan tersusun menjadi sebuah cerita. Sesuatu itu adalah imajinasi.