"Bagaimana jadinya Jikura-san?" Mr. Yamada bertanya ketika kami menuju jalan pulang.
"Dia membenciku, sir" jawabku sedih.
"How come?"
"Dia sengaja membawa Milo untuk membuatku cemburu. Aku yakin itu"
Aku menarik nafas, aku masih ragu untuk membicarakan masalah pribadiku kepada Mr. Yamada, terlepas dari baik dan bijaksananya lelaki ini. Apakah etis jika kau membicarakan mantan gebetan homo-mu kepada salah satu orang penting dimana tempat-mu bekerja? i don't think so.
Aku turun dari mobil, setelah pamit kepada Mr. Yamada. Berjalan di dalam gang menuju rumah kos yang penerangannya minim.
Hidupku terasa lucu, apalagi saat mengetahui bahwa aku menyukai Andre ketika semua sudah terlambat. Seandainya Mr. Yamada datang lebih awal untuk menyadarkanku, mungkin hasilnya akan lain.
Kubuka pintu kamar, kemudian bersandar dibalik pintu. Sangat banyak hal yang terjadi dalam satu malam, semuanya begitu melelahkan. Yang tidak habis pikir adalah Milo, bagaimana dia bisa begitu entengnya pergi meninggalkan pacarnya sendiri hanya untuk mengejar cinta satu malam. Walau dia sedang mabuk sekalipun, tidak menjadikan itu sebuah alasan untuk menghianati seseorang. Memanglah itu hanya sex, but i can't understand at all.
Yang lebih tidak bisa kumengerti kenapa dia marah kepadaku dan menyuruhku untuk menjauhi Andre, sedangkan dia boleh mendekati cowok lain. nggak adil dong buat Andre.
Andre terlihat kecewa dan sedih. Aku bisa merasakannya. Ingin rasanya diriku berada disampingnya, menghiburnya. Tetapi apalah daya, dia telah menutup hatinya untukku.
Badanku terasa lengket dan tidak nyaman, namun terlalu lelah dan malas untuk membersihkan diri. Kuhempaskan badanku diatas kasur, menimang-nimang ponsel yang ada ditangan. Display-nya menunjukkan kontak Andre. Apakah aku akan menelfonnya, menanyakan bahwa dia baik-baik saja?
Pertanyaan retoris, sudah jelas dia tidak baik-baik saja. Mana ada manusia yang tahan jika dikhianati. Aku hanya akan menambah bebannya saja.
Takdir, apakah rencanamu lagi kepadaku? Kutatap langit-langit kamar.
***
"APA?" Sahut Steven heboh saat kami duduk di kantin berdua. Ekspersinya persis sama dengan adegan di the infamous Indonesian soap opera, Sinetron.
Aku mengangguk, kemudian meneguk sebotol air mineral. "jangan bilang-bilang pak Andi ya" ujarku.
"Kok nggak ngajak-ngajak gue lo coy" Steven memonyongkan bibirnya.
"Mana bisa gue, gue juga diajak" belaku.
"Terus lo diapa-apain tadi malam sama si Yamada?"
"Cuma nganterin dia keliling doang, sama nyoba makanan disini"
"hiii, kirain dia elgebete juga" Apa maksudnya dengan 'juga'? Apakah dia sudah tahu dengan kondisi temannya ini.
"Ya enggak lah, dia udah punya istri pun" Aku sengaja tidak membeberkan apapun yang akan menimbulkan gosip dan sesuatu yang tidak akan dimengerti oleh Steven. Some things are better left unsaid.
Tetapi aku menceritakan beberapa kejadian tadi malam kepada Steven, tentu saja, bagian-bagian pentingnya tidak kuceritakan. Hanya makan malam yang boring, setelah itu pulang.
"Tapi kok dia ngajak elo ya coy? bukannya bos-bos kita" tanya Steven lagi, matanya menyipit curiga.
"Kan gue yang audit sampai sore semalam, jadi ya mulai-mulai akrab gitu, terus dia minta tolong nemenin keliling" dia mengangguk-angguk mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Engineer Homo
RomanceBeing gay it's never been easy, especially here in Facility. Zikra, Seorang discreet Arsitek di sebuah perusahaan multinasional yang dipenuhi oleh orang-orang straight nan konservatif. Otomatis dia harus berpura-pura untuk menutupi identitas aslinya...