Bab 28 - Peduli (?)

139K 15.5K 2.4K
                                    

Bel istirahat berbunyi saat itulah Aurora mendesah lega sambil menyenderkan badannya. Ia mengantuk, benar-benar mengantuk ketika guru sejarah menjelaskan di depan dengan serangkaian peristiwa yang ia belit-belitkan.

Teman semeja Aurora itu hanya terkekeh melihat ekspresi Aurora yang seperti itu. Semua murid langsung keluar begitu guru perempuan itu pergi dari kelas. 

"WOI RA! WOI! ASTAGA! GUE TADI DIAJAK SAMA KAK REI! ANAK IPA 1!! KELAS TETANGGA YA AMPUN!" suara teriakan Renata menggema di kelas.

Kening Aurora mengerut, "Hah? Apaan?"

Renata yang berada di ambang pintu kembali masuk ke kelas, padahal seingat Aurora temannya itu baru saja keluar. Dan sekarang, ia berada di depan Aurora.

"Kak Rei, yang seksi itu, astaga!"

"Dih, Renata kenapa sih?"

"Dia ngasih ini Ra,"  Renata merogoh saku roknya dan mengeluarkannya.

"Flashdisk?" Aurora semakin bingung, lalu berkata 'oh' panjang setelah mengingat benda itu. Flashdisk itu miliknya yang ia yakini jatuh saat ia berenang kemarin.

"Punya lo? Kata kak Rei tadi jatuh,"

Aurora mengangguk, lalu mengambilnya dan menyimpannya, "Kak Rei ganteng ya? Jadi pengen unyel-unyel pipinya!"

Dulu, Aurora sering mencubit pipi Rei kalau laki-laki itu sering memarahinya karena kecerobohannya. Ya dulu...

"Iya, dia ganteng."

"Yaudah deh cuma mau bilang, gue balik ke kantin bye!"

Setelah Renata pergi, Aurora baru menyadari bahwa teman semejanya sudah tidak ada lagi disampingnya. Hanya ada beberapa orang di kelas, Erni sibuk membaca novelnya sambil cengar-cengir, Bambang si ketua kelas sibuk main game dan Jani sedang duduk di sudut sambil telponan.

Kadang, ia merasa hidupnya terlalu sepi. Hanya berteman bersama Antariksa ataupun sekedar berbicara dengan Renata di kelas. Aurora baru saja ingin mengeluarkan handphonenya dari saku roknya namun terhenti ketika melihat Antariksa masuk ke kelas dengan wajah cueknya.

"Apa lo liat-liat, naksir?" tanya Antariksa ketika melewati meja Aurora.

"Idih, Anta pede!" ejek Aurora dengan lirik malas. Ia memutar bangkunya ke arah belakang dan duduk tepat di depan Antariksa.

Laki-laki itu mengeluarkan dua buah roti dari lacinya, sebelah alisnya terangkat, "Mau lo?"

"Hehehe, boleh emang?"

Antariksa mengangkat kedua bahunya sambil melihat dengan cuek, "Beli, biar tahu harga,"

"ANTA!"

Laki-laki itu terkekeh kecil, melempar roti itu ke depan Aurora yang ditangkap cepat-cepat oleh Aurora. "Ngeselin banget sih!"

Tidak ada jawaban, Antariksa diam dan membuka bungkus rotinya. Mulutnya sibuk mengunyah namun matanya tidak lepas dari perempuan di depannya itu. Wajahnya yang kemarin memilik dua buah jerawat yang ia sentil kini telah bersih. Rambutnya yang hitam legam diikat rapi.

"Ra,"

Perempuan itu mendongak, "Hah?"

"Gue mau ngasih tau sesuatu," kata Antariksa lalu kemudian menengguk air minumnya.

"Apaan tuh? Kabar dijodohin kah? Atau mantan masih komitmen ngajak balikan?" ejek Aurora dengan cengiran di wajahnya.

Antariksa terdiam, perasaan seperti kemarin di kala hujan membuatnya merasa aneh. Dadanya berdegub kencang dan disatu sisi ada perasaan khawatir. Ia khawatir kalau sewaktu-waktu Rei mengambil Aurora dari sisinya.

ProtectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang