Disclaimer : Masashi Kishimoto
Bukan cerita yaoi, meski sedikit menyinggung isu tentang kaum LGBT
Don't Like Don't Read
Naruto berjalan dengan tubuh agak sempoyongan. Pagi tadi, ia telah memuntahkan seluruh isi sarapannya. Padahal menu sarapannya hari ini enak banget lho. Onigiri isi udang, salad sayur, dan tempura. Semuanya buatan Ino-chan. Meskipun, orangnya centil nggak ketulungan, hobinya shopping dan berdandan, namun untuk urusan dapur Ino patut diacungi jempol. Hinata saja kalah. Kalau misalnya Ino mau buka warung makan, bisa dipastikan Naruto akan jadi pelanggan setianya. Sayang sekali bukan jika masakan seenak itu terbuang percuma.
Sialnya lagi, ia tidak punya apapun di dalam kulkas mini kesayangannya untuk mengganjal perutnya. Semuanya sudah dibuang Sakura-chan dengan dalih sudah kadaluarsa atau tidak layak makan seperti ramen-chan. Itu sebabnya meskipun kepalanya pusing bukan kepalang dan matanya berkunang-kunang, ia tetap memaksakan diri keluar rumah untuk mengganjal perutnya yang keroncongan sejak tadi.
Naruto menyandarkan tubuhnya pada tiang listrik. Tinggal sedikit lagi - 25 meter- ia sampai di Ichiraku Ramen, tapi ia melihatnya seperti masih belasan kilometer jauhnya. Dan, saat ia mau melanjutkan perjalanannya, perutnya kembali membuat ulah. Naruto segera mencari tempat yang aman untuk muntah. "Huek...huek....huek." Hanya cairan bening yang keluar. Ya, iyalah kan sarapannya udah dimuntahin semua tadi pagi.
Di waktu yang sama dan jalan yang sama, tampak Kiba berjalan seorang diri. Tanpa Akamaru. Tanpa Shino. Dan, tanpa Shikamaru yang beberapa bulan belakangan ini selalu menempeli Kiba layaknya perangko dengan amplop. "Eh, itu bukannya Naruto. Ngapain dia di situ?" Gumamnya heran. Dengan langkah cepat, setengah berlari, ia menghampiri Naruto yang tumben jam segini tidak mangkal di gedung Hokage, malah berkeliaran di jalan. Huek huek huek... Suara orang muntah-muntah menyapa gendang telinganya. Kiba kini berlari. Sahabat dan sekaligus hokagenya ini tidak dalam kondisi baik-baik saja. Ia menepuk bahu Naruto lembut. "Kau baik-baik saja, sob?" Tanyanya.
Naruto mengangkat wajahnya dan menjawab, "Ya, aku baik-baik saja. Hanya sedikit mual. Mungkin masuk angin." Niatnya sih mau ngomong gitu, tapi cairan asam yang memasuki kerongkongannya membuat suaranya terdengar aneh, "Yha akhu ukghh..@#%$&*¥£€...." Lebih mirip bahasa aliens daripada suara manusia.
"Astaga, Naruto!" Pekik Kiba kini mulai panik. Ia memapah Naruto yang tubuhnya sudah lemah lunglai tak bertenaga.
"Mhahaph khiib.. ugh..." Naruto berusaha untuk meminta maaf karena sudah merepotkannya, tapi sulit, karena perutnya terus bergolak mual.
"Sudahlah, jangan bicara lagi! Aku akan membawamu ke...."
"May may..., ku pikir aku akan melewatkan hari liburku bersamamu. Hanya berdua saja. Karena itu, aku keliling kampung mencarimu dari tadi. Tapi, kau malah sibuk dengan hokage-sama." Kata Shikamaru yang mirip curhatan ala cewek yang sedang dibakar api cemburu.
Naruto mengerutkan dahinya, hingga kedua alisnya bertemu di satu titik, dan menatap heran kedua temannya. Entah kenapa, ia merasa menangkap getar cemburu dari nada suara Shikamaru. Ia juga berhalusinasi melihat rona merah bebercak menghiasi kedua pipi Kiba. Wajah Kiba menampilkan ekspresi kaya warna dari cemas, salah tingkah, senang, dan juga malu. Tingkah keduanya ditambah kalimat ambigu Shika membuat Naruto berfikir jika keduanya sepasang kekasih. Tapi..., itu kan tidak mungkin.
Ya, ia pasti berhalusinasi, gara-gara penyakit sialannya ini. Tak mungkinlah kedua sahabatnya ini menjalin asmara. Kan, mereka sama-sama cowok. Sesuai hukum magnet, kutub-kutub yang sejenis saat didekatkan akan saling tolak-menolak. Tak mungkin cowok menyukai cowok, karena mereka sejenis. Itu hukum alam. Well, kecuali terjadi anomali. Kecuali ada yang abnormal. Tapi, dua sahabatnya ini normal, kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
OBSESI SAKURA (¬_¬)'
NezařaditelnéWanita yang sedang terobsesi sangatlah mengerikan. Mereka sanggup melakukan apa saja demi obsesinya. Sakura terobsesi pada Sasuke, semua orang tahu itu. Tapi, tak ada yang tahu, betapa besarnya obsesinya. Betapa mengerikannya. "AKU TIDAK BOHONG!" Ra...