Siapa Ayahnya Part Two

2.8K 324 43
                                    

Naruto © Masashi Kishimoto

Maaf jika updatenya agak molor. Lagi sibuk ngerjain fic yang lain. Niatnya mau namatin. Tapi baru dapat 200an karakter udah stak, macet lagi idenya. Jadi, mending dipending aja lagi dan ngelanjutin yang moodnya masih bagus.

Terima kasih bagi reader yang udah berkenan memvote, memfollow, membaca dan memasukkannya dalam list perpustakaan. I love you full. Padahal masih banyak kekurangan dalam cerita ini. (^_^)

Maafkan untuk segala keabsurdannya. Idenya yang melabrak logika. Bikin kepala pening dan otak berceceran karena gegar otak permanen setelah membaca cerita ini.

Warning : bertemakan yaoi/LGBT/Boy X Boy

Don't Like Don't Read


Naruto duduk di kantornya dengan wajah cemberut. Bibirnya mencebik manyun. Hampir seharian penuh ia memasang wajah masam, bad mood. Tapi, tetap good looking karena pada dasarnya ia memang sudah bertampang imut. Ada apakah gerangan? Apa yang membuat hokage kita yang biasanya selalu tersenyum ini manyun? Usut punya usut ternyata ini ada hubungannya dengan peristiwa tadi pagi.

Pagi hari tadi, rumah Naruto

Duk! Duk! Duk!

Pagi-pagi sekali, pintu rumah Naruto sudah digedor-gedor oleh seseorang. Padahal si empunya rumah baru saja bangun tidur. Boro-boro buat mandi. Cuci muka aja ia enggak sempat, karena yang menggedor-gedor pintu sudah sangat tidak sabaran. "Iya, sebentar!" Teriak Naruto dari dalam rumah. Saking terburu-burunya, sandalnya sampai terbalik. Terus, ia lupa dimana ia menaruh kuncinya. Ia pun kelimpungan membuka laci segala laci di rumahnya, dari laci meja, laci lemari, hingga laci bufet.

DUK! DUK! DUK!

"Sebentar!" Raung Naruto panik karena kini gedorannya kian brutal seolah ingin menjebol pintu rumahnya yang hanya terbuat dari selembar kayu mahoni. Tidak begitu kuat, karena Naruto pikir di rumahnya tidak ada barang super berharga yang layak untuk dicuri. Lagipula, Konoha aman dari pencurian. "Ah, ini dia." Serunya senang, akhirnya kuncinya ketemu tersemat di atas laci paling atas. Saking senangnya, ia lupa dengan posisinya yang berdiri di atas kursi tunggal hingga tubuhnya oleng dan kepalanya sukses kejedot dinding dan tertimpa kursi yang jadi pijakannya tadi. "Adow..!" Rintih Naruto merasakan nyeri di bagian kepala.

"Naru-chan! Apa kau baik-baik saja di dalam?" Tanya sebuah suara dari balik pintu. Ditilik dari suaranya, ia pastilah Tsume oba san, ibunya Kiba.

"Tidak apa-apa, oba san. Hanya terantuk.." Belum selesai Naruto ngomong, ibunya Kiba sudah heboh sendiri.

"APA?" Teriaknya naik dua oktaf dan dengan ketidak peripintuan, beliau mendobrak pintu rumah Naruto yang rapuh. Umur boleh tua, tetapi semangat tetap muda. Lalu, masuklah beliau dengan gagah ke rumah Naruto. Tubuhnya tegap berwibawa, tampak sangat bisa diandalkan. Tapi, saat melihat Naruto dalam posisi malang bin menyedihkannya di atas lantai sambil mengusap kepalanya yang benjol, ia berteriak histeris, sambil berlari panik menghampiri Naruto layaknya perempuan sejati. "Aduch, Naru-chan. Kenapa bisa begini?"

"Itu tadi aku.."

"Ia pasti ketakutan melihatmu yang datang seperti perampok." Sindir sebuah suara lembut. Tamu kedua ini langsung menarik Naruto berdiri dan memapahnya hingga ke sofa panjang nan antik pemberian Gaara, sebagai hadiah ultahnya yang ke-25, karena kakinya ikutan nyeri.

Naruto hanya menurut saja, seperti kerbau yang dicocok hidungnya. Ia terlalu terkejut dengan kunjungan dua orang wanita penting dalam klannya masing-masing di pagi ini di rumahnya, hingga tak sempat memprotes. Tapi, saat sang bibi berniat menyentuh kakinya yang memang nyut-nyutan sejak tadi karena ada memar di sana, ia langsung menampiknya. Rasanya kurang sopan jika orang tua menyentuh kaki orang muda sepertinya. "Tidak usah, Ba-san. Aku baik-baik saja. Hanya sedikit memar." Tolaknya halus.

OBSESI SAKURA (¬_¬)'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang