31. Pengakuan (2)

31.7K 1.9K 109
                                    


"Siapa yang menyuruhmu?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Siapa yang menyuruhmu?"

Laki-laki itu masih bungkam, tidak berniat membuka mulutnya sama sekali. Ia merutuki kebodohannya yang tidak mendengar peringatan kekasihnya. Harusnya ia tidak kembali ke negara ini.

"Masih ingin melindungi orang yang jelas-jelas sudah membodohimu?" laki-laki menatap pria bermata biru di depannya. Si mata biru tersenyum culas. "Atau mau aku panggilkan Chris? Kau tahu apa yang akan ia lakukan padamu, bukan!" ancamnya.

Alih-alih ketakutan, laki-laki itu justru membuang muka. Mana mungkin ia tega membiarkan kekasihnya tertangkap.

Kesal karena laki-laki yang terikat itu tidak juga membuka mulut, pria bermata biru memberi isyarat pada salah satu anak buahnya untuk memberi pelajaran.

BUGH.

Satu pukulan kembali mengenai wajahnya. Menyusul luka-luka yang lain pada tubuhnya. Pria bermata biru yang tak lain Alexander bukanlah seorang penjahat, namun ia harus bersikap demikian agar orang tersebut mengaku dan membebaskan Natasya dari tuduhan yang dilontarkan sahabatnya.

"Masih tidak mau mengaku?"

Alexander mengeluarkan sebilah pisau, membuat laki-laki bertubuh kurus itu melebarkan matanya. "A–apa yang kau lakukan?" untuk pertamakalinya akhirnya laki-laki itu membuka suara.

"Membunuhmu! Kalau kau masih tidak mau mengaku."

"Kau ti–tidak akan berani!"

"Tidak berani? Kau pikir Christian tidak akan melakukan hal yang lebih kejam dari ini, Mark?" Alexander mengarahkan mata pisau itu ke lengan Mark yang terikat. Memberikan goresan sepanjang sekitar sepuluh senti yang meninggalkan rasa perih akibat luka itu dibuat secara perlahan. "Masih tidak mau mengaku?"

Mark masih diam dengan wajah meringis menahan sakit. Alexander kembali mengarahkan mata pisau itu ke wajahnya dan menekan ujung mata pisau tersebut. Mark memejamkan mata, lagi-lagi menahan perih. Darah segar mulai mengalir dari luka tersebut.

'Sial, kalau dia tetap bungkam... aku benar-benar bisa jadi seorang pembunuh!' umpat Alexander dalam hati.

Alexander melemparkan pandangannya pada sosok wanita berambut pirang yang ikut meringis menyaksikan perbuatannya.

'Tapi ini satu-satunya jalan supaya kebusukan Emy terbongkar!'

Kembali mengarahkan mata pisau ke wajah Mark, kali ini dengan perlahan mata pisau itu menuju ke bola mata Mark. "Kau ingin mata pisau ini mencongkel matamu?" tanya Alexander dengan nada meyakinkan, Mark melebarkan matanya.

"Masih ingin melindungi 'nya'?" gertak Alexander, "baik jika itu pilihanmu!"

"BAIK, BAIK... AKAN KUKATAKAN!" ucapnya dengan nada tinggi sambil menjauhkan kepalanya dari arah mata pisau yang beberapa senti lagi mengenai bola matanya.

"Siapa?"

"Em..."

"KATAKAN SIAPA?" tanya Alexander tidak sabar.


Bab ini aq dedikasikan untuk  Berlinberinda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bab ini aq dedikasikan untuk  Berlinberinda

Palembang, 13 Oct 2017

Obsession of Love (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang