Part 5 - Hari Pertama

28 5 58
                                    

Keesokan harinya, Dhimas dibuat kaget saat melihat Dira yang sudah tersenyum lebar di depan pintu gerbang rumahnya. Cewek itu sudah siap dengan seragam putih-abu dan tas ransel yang bisa dibilang sangat kempes, juga rambut barunya yang di potong pendek.

"Lo ngapain di sini?" tanya Dhimas.

Dira nyengir, "mau sekolah bareng lah, masa mau teraweh. Kan masih pagi Dhim" jawabnya, Dhimas memutar bola matanya, sepertinya dia salah bertanya. "Udah ah buru, nanti kesiangan lagi"

Dhimas tidak menjawab, ia hanya menggidikan bahu, lalu berjalan di belakang Dira. Dhimas tau cewek itu sangat aktif—ralat, super hyperaktif— dan telah kehilangan urat malu nya entah sejak kapan. Kenapa Dhimas berkata begitu?

Lihat saja sekarang, Dira sedang melakukan hal konyol seperti anak SD dengan tas yang dipantul-pantulkan menggunakan bokongnya, setiap kali ia berjalan. Dhimas menggeleng tak percaya, bisa-bisa nya dia punya teman yang berbadan SMA, tapi kelakuannya seperti anak SD, semacam Dira.

Hm, teman ya ... Sepertinya begitu.

"Dhim, Ayo! Lo ngapain bengong di situ!" teriak Dira yang sudah bersiap naik angkot. Seketika Dhimas tersadar dari lamunan nya, ia merutuk dalam hati, dan kemudian berlari menyusul Dira.

Beberapa menit kemudian, keduanya telah sampai di depan gerbang SMA Kencana. Dira dan Dhimas berhenti sejenak di depan gerbang, di sekitarnya banyak murid lain yang berseragam putih-abu sama dengan keduanya, yang entah itu masih berbau baju baru atau yang bau apek karena sudah lama di pakai, mereka semua masuk ke dalam area sekolah bagaikan air di dalam bathup yang tersedot.

"Gue gak nyangka udah SMA aja" Takjub Dira, rasanya baru kemarin dia masuk SMP dan sekarang dia sudah masuk SMA.

"Dan, gue gak nyangka kalo bisa kenalan sama cewek random kayak lo, diawal masa SMA gue" jawab Dhimas. Seketika Dira menengok ke arahnya, melayangkan ekspresi cemberut.

Dhimas terkekeh, "Gue becanda!" katanya sambil mengacak rambut Dira gemas. Dira berdecak kesal, tapi kemudian senyumnya mengembang saat Dhimas menarik tangannya menuju kelas mereka yang berada di lantai tiga.

Mereka berdua sampai di kelas, keadaan kelas yang kacau bukan lagi suatu hal yang aneh bagi Dira dan juga Dhimas, karenanya sejak awal-awal MOS, tidak ada orang yang malu-malu malahan lebih cenderung ke malu-maluin. Mungkin ada segelintir orang yang masih merasa malu, tapi percayalah murid-murid kelas 10.1 membuat semuanya terasa begitu nyaman, walaupun ... Otak-otaknya sedikit miring.

Dira langsung menuju bangkunya bersama Mila. Dhimas juga, cowok itu duduk di bangku belakang sendirian. Dira tau, Dhimas belum mempunyai teman di kelas makannya ia selalu sendiri. Dira agak khawatir akan hal itu, biasanya cowok itu lebih mudah bergaul, paling setengah hari juga mereka bisa akrab. Tapi ini, Dhimas terlalu cuek dengan masalah itu.

Dira menghela nafasnya kasar, kemudian melanjutkan perbincangannya dengan Mila.

"Anjir, lo potong rambut, Ra?" tanya Mila, Dira mengangguk sambil tersenyum.

"iya dong, kan buang sial " jawabnya diiringi kekehan.

"Halah, lo ada-ada aja. Btw Ra, kenapa ya rasanya gue langsung klop aja ngobrol sama lo, padahal gue selalu butuh waktu buat seakrab ini sama orang yang gak gue kenal" jelas Mila.

Dira tertawa sedikit keras "Haha ... Jelas, karena pesona gue tidak ada tandingannya" ucap Dira bangga sambil menggibaskan rambut pendeknya.

Mila memutar bola matanya, "Sumpah ya, gue salah ngomong!" katanya. Sedangkan Dira, cewek itu kembali tertawa lebih keras.

Dhimas melirik ke sekitarnya, semuanya sibuk mengobrol dan berkelompok satu sama lain. Seperti, anak-anak cowok yang berkumpul di di pojok belakang, Dhimas jelas tau apa yang sedang Gani dan kawan-kawan lakukan, apalagi mereka terdengar heboh sekali. Karena hal itu juga, Dhimas merasa cukup tergganggu oleh suara-suara jahanam yang keluar dari hp Gani.

Lalu, ia melirik ke arah bangku Dira, seketika pandangannya terkunci saat melihat Dira tertawa lepas tanpa beban, rasanya begitu ringan dan hangat. Kalau dipikir-pikir Dira itu suka sekali tertawa, makanya pipi tembem Dira selalu sukses menyipitkan mata minimalisnya.

Dhimas baru sadar, kalau ternyata Dira lagi senyum itu manis. Walaupun tetap, ada unsur tengil yang kuat di wajahnya.

❇❇❇❇

Are We Strangers ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang