Pada awalnya kau dan aku menjadi kita, menjalani kisah indah yang hampir terasa sempurna.
Namun, waktu terus berjalan hingga semuanya berubah. Kini, kau dan aku tak lagi menjadi kita, melainkan hanya dua orang asing yang saling melupakan.
Ini adala...
Kesan pertama yang Dion rasakan saat masuk ke rumah Dhimas adalah, kaget. Bukan cuma Dion, tapi sepertinya Dhimas juga begitu.
"Dira!" ucap Dion dan Dhimas serempak.
Yang dipanggil namanya malah cengengesan tak jelas, "Ehehe.. I'm back, bro! " katanya, sambil merentangkan tangan dan berlaga imut.
"Lo kenapa ada disini?" tanya Dhimas kepada Dira, kemudian ia menyalami ibunya yang sedang duduk di sebelah Dira.
"Kan gue udah bilang, mau bawain lo oleh-oleh." jawabnya
"Iya, lagian maen disini juga gapapa lah Dhim, Ibu udah lama gak ketemu sama Dira juga" Ibunya Dhimas menimpali
"Tuh, kan!"
"Iya deh, semerdeka lo aja, Ra." jawab Dhimas ogah, lalu ia mengambil bungkusan kresek yang ada di meja, dan langsumg berteriak heboh, "Wah, Mochi! Kesukaan gue banget nih, makasih, Ra"
"Sama-sama Dhim, gue memang terlalu baik" Dhimas mencibir karena sikap Dira yang sedikit pongah. Ibu Dhimas juga terkekeh pelan melihat keduanya, kemudian beliau pamit ke dapur.
"Oh btw, Lo kodok zuma ngapain di sini?" tanya Dira kepada Dion yang sedari tadi duduk disamping Dhimas.
"Bukan urusan lo, nenek lampir!" jawab Dion. "Lagian lo kenapa udah balik sih, sejak lo gak ada kuping gue baikan tau gak!" lanjutnya.
"Anjir lo, terus mau lo gue gak balik-balik gitu?!"
"Maunya sih iya" jawab Dion santai, namun hal itu malah membuat Dira kesal padanya.
"Kangen sama gue, tau rasa lo!"
"Halah, amit-amit gue kangen sama lo! Udah gila kali gue!" jawab Dion
Dira harus ekstra-ekstra menahan amarah pada makhluk bernama Dion ini, "Lo kok ngeselin sih!" balas Dira, kemudian ia beralih ke arah Dhimas yang sedang asik memakan mochi sendirian, "Lo lagi Dhim, malah asik makan mochi, usir si kodok zuma dong!"
Dhimas mengangkat tangannya, "Gak bisa, dia harus maen game sama gue" sedangkan mulutnya penuh dengan tepung mochi dan hal itu membuat Dion dan Dira menahan tawanya.
"Kenapa?" tanya Dhimas
Tawa Dion dan juga Dira meledak, wajah Dhimas benar-benar lucu.
"Yaelah Dhim, lo kegirangan banget ya dapet mochi, haha." kata Dira, sambil mengelapkan tisu di wajahnya. Dhimas sempat terpaku sesaat dengan perlakuan Dira yang tiba-tiba. Kalau bukan karena perkataan Dion, bisa saja Dhimas tidak akan cepat sadar dari keterkejutannya.
"Lo udah berapa lama sih gak makan mochi. Hahaha." tawa Dion pecah.
"Ah, itu...itu dari sejak pindah kesini." jawab Dhimas gelagapan. "Udalah, kita main aja di atas." ajak Dhimas yang kemudian beranjak dari duduknya menuju lantai atas. Tentu saja beberapa kotak mochi masih setia dalam dekapannya. Dion dan Dira saling berpandangan, kemudian mengangkat bahu mereka acuh dan ikut menyusul Dhimas ke atas.
*
Dira dan Dion memandang takjub ruangan yang baru saja mereka kunjungi di rumah Dhimas. Interiornya sih biasa saja, hanya ada beberapa mesin dingdong dan meja biliar yang berada tepat di tengah-tengah ruangan. Hal yang menakjubkannya adalah cara yang digunakan untuk mencapai ruangan ini. Bagaimana tidak dibalik sebuah lemari baju ada ruangan seperti ini. Dhimas tinggal menyentuhkan jempol tangannya pada bilah fingerprint di sampingnya, secara otomatis bagian belakang lemari terbuka disana ada lift yang akan membawa ketiganya ke ruang bawah tanah. Dira merasa sedang masuk ke dalam film sky high, dimana keluarga superhero itu juga mempunyai ruangan rahasia tempat menyimpan benda-benda yang mereka dapatkan dari pertarungan. Tapi tentunya Dira tidak sedang disana. Dia sedang berada di rumah Dhimas, yang dari luar terlihat biasa saja tapi di dalamnya menakjubkan.
"Gue ngajak kalian kesini buat maen VR bareng. Kenapa kalian malah celingukan dengan mulut mangap gitu." komentar Dhimas, melihat kedua sahabatnya yang sejak tadi tak berhenti menatap takjub seluruh ruangan. Apalagi Dira, dia yang paling heboh.
"Sumpah ya Dhim ini tuh... WOW banget." takjub Dira untuk yang kesekian kali.
"Bener-bener, gue setuju sama nenek lampir ini." tambah Dion yang langsung mendapat lirikan tajam dari Dira, namun dibalas cengiran tengil oleh Dion.
"Yaelah, norak lo pada."
"Gak norak, cuma takjub doang!" seru Dira dan Dion bersamaan.
"Eh, oke-oke."
Dhimas memberikan masing-masing kacamata VR kepada Dion dan Dira. Lagi, Dira heboh sendiri setelah alat VR itu terpasang. "Anjay, ada zombienya!"
Dhimas mendengus lagi. "Lo bener-bener senorak itu ya, Ra"
"Yeu, lo sih maenya gimbot mulu, makannya norak!"
"Yaelah, gue kan gak pernah maen ini. Mana tau kalo pas pake ini, gue jadi tiba-tiba kesedot ke dunia game."
"Hadeuh, yaudah nih senjata kalian. Awas jangan mati lo pada, nanti rating tim kita turun." Dhimas menyodorkan senjata khusus untuk bermain VR. Dira sempat berkomentar tentang tempat untuk memainkan permainan ini, pasalnya jika disini bisa-bisa dia kepentok meja biliar atau menabrak mesin-mesin dingdong yang berjejer. Lagi, lagi Dhimas dan Dion mendengus. Dhimas menjelaskan kepada Dira bahwa ada ruang khusus untuk bermain, disana ruangannya lebih lapang dan banyak sekali zombienya. Baru kemudian Dira mengerti dan hanya nyengir tanpa dosa.
Sisa hari itu dihabiskan oleh Dira, Dhimas dan Dion untuk bermain game berburu zombie. Seperti biasa, Dira selalu heboh di setiap kesempatan. Hingga waktu mulai beranjak sore, Dira dan Dion pamit untuk pulang. Tentu saja, hari itu juga ditutup dengan adu mulut Dira dan Dion. Dira yang memaksa Dion untuk mengantarkannya pulang, namun Dion tidak mau karena nantinya ia harus berputar arah lebih jauh lagi. Namun, bagaimanapun juga alasan Dion dalam perdebatan itu, wanita akan selalu menang.
❇❇❇❇
AN:
Yah, panjang lagi:( Yaudah, kasih bonus dah.wkwk:D
Trio 'D' x Mobile legend
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
*abaikan Dira yang sadar kamera tapi gak sempet gaya.