The Collegiate Church of St Peter Westminster, atau yang lebih familiar, Westminster Abbey adalah gereja protestan yang terletak di sebelah barat Istana Westminster. Teduh, tenang. Segaduh apapun tempat ini, Arabella merasa nyaman. Menurut Arabella, gereja ini begitu indah. Ya, memang indah. Sangat!
Arabella mengagumi gereja ini sejak pertama kali ia pergi kesana. Entah di tahun berapa, entah di bulan apa, yang jelas, Arabella begitu mencintai gereja ini.
Sebenarnya, selain diam-diam berpacaran, Arabella juga menyimpan dua rahasia lain. Tepatnya keinginan yang ia rahasiakan.
Arabella ingin mengajak seseorang--yang tak lain adalah kekasihnya--pergi ke sana, menikmati salju yang turun dari langit sembari menghangatkan diri satu sama lain. Arabella ingin mendapat pernyataan resmi di sana, sambil menatap mata kekasihnya, lalu tak lama ... menciumnya.
Arabella juga ingin sekali ... menikah disana.
Apakah harapan Arabella itu sudah kandas? Tidak akan pernah terwujud? Brent sama sekali tidak ada kabar. Tetapi Arabella tetap keras kepala, seperti biasanya. Ia rela menunggu. Itu juga yang dilakukan Brent dulu 'kan?
Tapi satu hal, Brent berubah. Dan Arabella rindu Brent yang lama.
***
"Arabella, sampai kapan kamu seperti itu? Sebenarnya ... ada masalah apa?" tanya Kiera khawatir. Putrinya ini memang pendiam, tapi Kiera tahu ... Arabella sedang ada masalah.
"Aku tidak apa-apa, Mom. Mmm ... well, kalian pulang lebih dulu saja. Aku masih ingin di sini. Atau paling tidak, aku masih ingin menikmati kopi di kedai Starbucks seperti biasa."
"Aku ikut," ucap Calder tiba-tiba. "Arabella, aku tidak akan membiarkan kamu pergi sendirian. Kedai Starbucks itu lumayan jauh."
"Aku pikir di sini masih ada taksi, lagi pula ... apa salahnya berjalan kaki? Tidak sampai sepuluh menit," ucap Arabella sarkas.
"Hm ... okay. Mom rasa ... lebih baik kau pergi dengan Calder. Arabella, Mom pulang dulu ya."
Untuk yang kesekian kalinya ... seorang Putri tidak pantas membantah perintah.
***
Arabella hanya bisa bungkam. Ia menyeruput latte-nya dengan tenang. Ia bahkan tidak memikirkan Calder yang berada di depannya.
"Abel."
Arabella terkejut. Bukan karena Calder memanggilnya secara tiba-tiba, melainkan panggilan Calder untuknya tadi.
Arabella menyipitkan matanya. "Hanya orang-orang terdekatku saja yang bisa memanggilku Abel."
"Termasuk pacarmu?"
Dan ucapan itu sukses membuat Arabella merinding. Apa maksudnya ini semua?
"Kenapa?" Calder mengubah posisi duduknya. Ia mengoleskan butter di atas choco croissant miliknya. "Kau ... kaget?"
Arabella masih diam. Tatapannya belum berubah.
"Aku sudah tahu semuanya, Abel." Calder tertawa. "Aku memang tidak tahu latar belakang kekasihmu, bahkan namanya saja aku tidak tahu. Yang aku tahu, kau ditinggal pergi ke Vegas."
Arabella ingin sekali menangis. Tapi ia tahan.
"Apa yang kamu inginkan?" tanya Arabella langsung. "Kau mempersulit semuanya, termasuk keadaanku. Aku tahu ada sesuatu di balik ini semua."
"Lihat siapa yang mulai," kata Calder tenang. "Aku mau kau mengakui secara resmi hubungan kita. Kau tunanganku, dan aku tunanganmu. Kita adalah calon suami istri yang terikat janji." Calder melanjutkan perkataannya sambil menatap cincin yang menghiasi jari manis Arabella. Cincin yang Arabella terima. "Memang ada maksud khusus, Abel."
"Stop memanggilku Abel! Aku juga tidak mencintaimu, kita tidak akan pernah menjadi siapa-siapa. Aku tidak ingin menikah dengan seseorang yang tidak aku cintai dan tidak mencintaiku." Arabella menyeruput latte-nya lagi. Ia berusaha untuk tenang. "Aku bisa melaporkanmu."
Marah-marah di tengah cuaca seperti ini sepertinya bukan ide yang baik.
"Kau mau aku ..." Calder berdehem. "Melaporkan ini semua kepada Kiera? Sebelum kau melaporkan semua rencanaku yang bahkan belum kau ketahui, mungkin Kiera sudah mengeluarkanmu dari perusahaan." Calder menatap Arabella serius. "Abel sayang, aku tahu kau butuh uang. Apalagi nanti kau akan diusir. Perempuan macam Kiera tidak akan menghargai seseorang yang malas, dan mengingkari janji. Aku mengenal Kiera 4 tahun lebih dulu darimu."
"Saat itu kau masih kecil." Arabella mengedarkan pandangannya ke arah lain.
"Ayolah, Abel. Kita hanya buang-buang waktu kalau seperti ini caranya." Calder berdecak. "Akui dan percepat pernikahan kita, atau posisimu yang terancam?"
Tidak ada yang dapat Arabella lakukan.
Detik itu juga, Arabella ingin mati saja.
***
Hayoo ... gimana nih nasibnya Arabella :( nerima tawarannnya Calder gak yaaa :-) Vote vote vote! comment comment comment! sorry yaa aku late bgt update-nya. udah kelas 9 bray :) Tungguin part 10 nya yaa, salam dari Brent :*
Thank you! :)

KAMU SEDANG MEMBACA
ARABELLA.
Storie d'amoreArabella Bradley. Putri sulung dari sebuah keluarga bangsawan, Bradley's. Berkali-kali dijodohkan dengan bermacam jenis dan karakter lelaki. Namun tidak satupun ia terima. Wanita ini menyimpan rahasia yang besar. Jika dirinya ketahuan, Arabella bis...