Arabella ; 10

39 2 1
                                    

Tidak ada yang lebih menyakitkan dibandingkan sebuah keterpaksaan. Seperti sekarang, Arabella dipaksa. Terancam. Dan yang diancam bukan hanya posisinya, tetapi juga harga dirinya.

Jujur, ia tidak mau menyakiti Brent dengan cara yang terbilang sadis seperti ini. Tetapi bagaimana caranya?

Cinta itu kejam.

"Jangan terlalu banyak melamun, Abel. Kesehatanmu bisa terganggu kalau kau stress." Kathleen tersenyum kecil. Ia menghampiri Arabella yang sedang menatap ke arahnya.

"Sejak kapan?"

Kathleen menaikkan satu alisnya. "Sejak kapan? Apa maksudmu, Abel?"

Arabella mendengus. Sepertinya di situasi seperti ini, Arabella tidak boleh berdebat ataupun bertengkar dengan siapapun dulu. Wanita itu harus menguasai emosinya, menguasai dirinya, dan juga memikirkan langkah serta strateginya selanjutnya.

Strategi untuk menjalankan hidup, tentunya. Arabella tidak sembarangan menilai Calder. Ia tahu lelaki itu adalah salah satu pemilik perusaahan terkenal dan berkualitas di Inggris. Tidak, bukan hanya di Inggris. Tetapi perusahaan Calder memang mendunia. Arabella sendiri tidak pernah meragukannya.

Otomatis, Calder mempunya jabatan. Mempunyai nama. Dan mempunyai 'arti'. Sekarang, lihatlah Arabella! Bahkan dirinya sendiri tidak bisa membayangkan hal selanjutnya jika Calder membocorkan rahasianya, lalu ia diusir dari rumah sekaligus perusahaan.

Itu benar-benar... mimpi buruk.

"Tidak," sahut Arabella. "Tidak jadi. Sudahlah, Kathleen. Aku... aku ingin pergi." Arabella melirik ke kanan dan ke kiri secara bergantian.

Aneh. Ini adalah hal paling aneh yang Arabella lakukan. Selama Kathleen tinggal bersamanya, Kathleen memang tidak pernah melihat Arabella tertawa. Tersenyum saja jarang. Arabella selalu datar dan tenang. Tapi kali ini, ekspresinya terbaca.

"Kemana? Kau seperti sedang menyembunyikan sesuatu, Abel." Kathleen merespons seadanya.

Arabella menghela nafas. "Belanja."

Kathlee lantas tersenyum. Arabella? Belanja? Wanita itu bahkan bisa meminta tolong asistennya untuk belanja! "Serius? Oh, jangan-jangan... untuk pernikahanmu?"

Sial! Arabella hampir saja mengumpat secara terang-terangan; bunuh diri dengan cara paling sadis. Bahkan, Kathleen juga tidak curiga sama sekali dengan hubungannya bersama Calder! "Um... sepertinya bukan. Itu masih lama sekali." Arabella berusaha jujur.

"Fine. Aku permisi, ingin seduh teh." Kathleen tersenyum lalu pergi dari hadapan Arabella. Arabella memilin-milin rambut panjangnya yang sedari tadi terurai bebas ke bawah. Banyak sekali yang terlintas di pikiran wanita itu. Tentang Mom, Brent, Calder, atau bahkan Kathleen.

Arabella tidak berani membayangkan mereka, tetapi semua tentang mereka muncul secara bersamaan. Itu membuat Arabella merinding. Wanita itu menggigit bibir bawahnya. Arabella tersadar dan segera menyatu dengan keadaan yang nyata. Wanita itu bangkit, lalu segera berganti pakaian karena ingin keluar rumah.


***


Hai! Maaf ya late update parah. Sibuk ngurusin to pm simulasi unbk dan lagi mencoba melupakan wattpad, memperbanyak latihan soal wkwk. 

vomments ya. Ini cerita masih laku ga? 

ARABELLA.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang