Wina tidak tahu apa yang terjadi kepadanya saat ini. Semuanya kacau. Prioritas hidupnya menjadi terbengkalai. Dan dia membenci kenyataan yang kini mendera hidupnya. Dia nelangsa.
Itu yang menjadi poin utamanya. Wina kini membasuh mulutnya. Menegakkan tubuhnya dan melihat cermin yang ada di depannya. Wajahnya tirus. Rambutnya sudah tidak bisa di katakan indah. Dia hanya menggulungnya asal-asalan. Tidak ada lagi kilau indah rambutnya. Dia hanya menyisir rambutnya seadanya dan langsung mengikatnya.
Lingkaran hitam di bawah matanya menambahkan wajahnya yang makin terlihat muram. Dia kurang tidur dan isitrahat. Pria kejam itu sudah membuatnya tidak berarti apa-apa lagi.
Selama hampir dua bulan ini Kevin memperlakukannya bagai budak. Dia masih harus tetap bekerja untuk menambah pundi-pundi keuangannya sendiri. Tentu saja dia masih punya tabungan dengan penghasilannya yang lebih dari cukup. Tapi itu semua tidak cukup untuk membiayai kehidupannya yang glamour. Dan karena itu dua bulan ini dia mengencangkan ikat pinggangnya. Tidak lagi membeli baju dan sepatu branded yang harganya ratusan juta. Tidak bisa lagi.
Setelah Kevin menikahinya, otomatis dia juga tidak bisa mendapatkan aliran dana lagi. Baik itu dari sang papa yang juga sudah terancam bangkrut ataupun dari pria yang selama ini bisa dia porotin semaunya.
Hidupnya berubah suram. Pulang kerja masih harus memberesi semua kebutuhan di rumah. Memasak, mencuci dan mengurusi segala tetek bengeknya. Kalau dia tidak menurut, Kevin akan menjalankan ancamannya. Papanya akan masuk penjara dan juga perusahaan sang papa akan hancur. Dia tidak bisa melihat seperti itu. Jadi dia memang mengorbankan dirinya sendiri untuk ini.
"Win. Kenapa belum ada makanan di meja makan?"
Teriakan Kevin membuyarkan lamunannya. Dia segera membasuh mulutnya. Dan segera melangkah keluar dari kamar mandi. Tubuhnya terasa lemas sejak semalam, dan rasa mual terus menderanya.
"Aku belum memasak."
Ucapannya itu membuat Kevin yang kini berdiri di depan meja makan yang ada di seberang tempatnya berdiri kini menatapnya tajam.
"Aku dengar dari Melani kamu tadi pulang awal, dan kenapa belum masak?"
Pria itu terlihat mengintimidasi. Bukan lagi sosok Kevin yang dulu yang bisa di tipunya mentah-mentah. Saat itu Kevin terlihat begitu memuja dan mencintainya.
Kali ini Kevin bahkan terlihat begitu dingin. Selama dua bulan ini dia sudah terbiasa dengan sikap Kevin. Yang kasar, dingin dan memerintah. Dia sudah kebas dengan semuanya.
Wina hanya mengangkat bahunya. Lalu melangkah menuju dapur dan tidak menjawab pertanyaan Kevin.
Wina tidak merasa harus berdebat lagi dengan pria itu. Dia sudah lelah.
Wina mengambil penggorengan dan meletakkannya di atas kompor. Lalu saat akan melangkah ke arah kulkas untuk mengambil telur dia merasakan tangannya di hentikan.
Kevin sudah berdiri di sampingnya dan mencekal pergelangan tangannya.
"Kenapa tidak menjawab ku?"
Pria itu menatapnya dan mengernyitkan keningnya.
"Kamu sangat pucat. Kamu sakit?"
Wina langsung melepaskan cengkeraman tangan Kevin. Berusaha untuk menjauh dari pria itu. Dia segera membuka kulkas dan mengambil dua telur. Saat menutup pintu kulkas, dia merasakan Kevin mulai mendesaknya.
Kali ini tangan pria itu membalikkan tubuhnya. Dan mereka saling berhadapan. Kevin tampak menjulang tinggi di hadapannya.
Aroma musk yang menguar dari tubuh Kevin membuat Wina terhenyak. Dia tidak mungkin menyukai aroma tubuh itu? Pria yang sudah membuat hidupnya tersiksa ini."Jawab aku Win!"
Bentakan kasar Kevin membuat Wina kini mengalihkan tatapannya. Dan mencoba memberanikan diri untuk menatap wajah Kevin yang mulai tersulut emosinya.
"Aku sakit atau tidak kan bukan urusanmu juga. Yang pasti aku sudah melaksanakan setiap perintahmu. Aku sudah membersihkan rumah, memasak, mencuci dan tidak pernah menggunakan uangmu. Puas kamu!"
Semburan amarahnya malah membuat mata Kevin menyipit. Pria itu makin menatapnya tajam.
"Kamu menyembunyikan sesuatu dariku. Katakan!"
Wina akhirnya menghela nafasnya. Sudah muak dengan semua perintah Kevin.
"Aku hamil."
Suaranya tercekat saat megatakan itu. Dia juga tidak mengerti. Tapi dia tahu. Siklus haidnya yang terlambat, dan tanda-tanda dia hamil bisa merasakannya. Semalam dia baru mengetahui secara jelas setelah membeli testpack. Dua garis merah jelas memberikan jawabannya. Dia selalu mual akhir-akhir ini dan memuntahkan apapun yang di makannya.
Kevin terlihat terhenyak. Pria itu bahkan kini memundurkan langkahnya.
"Hamil?"
Wina akhirnya mengangguk. Dia bersandar di pintu kulkas. Menahan degup jantungnya da rasa mual yang kembali menderanya.
"Tapi kita..."
Kevin menghempaskan tangannya ke udara. Tampak tidak percaya. Pria itu menyugar rambutnya.
"Iya kita hanya sekali bercinta. Tapi asal kamu tahu saja..."
"Atau kamu berselingkuh di belakangku. Kamu diam-diam merayu seorang pria yang bisa kamu ambil uangnya. Kamu melakukan itu kan?"
Seketika itu juga tubuhnya lemas. Kevin menuduhnya berselingkuh? Jantungnya teremas dan dia tidak tahu harus mengatakan apapun.
Dia memang brengsek. Wanita matre dan menggunakan segala cara untuk mendapatkan uang yang bisa memenuhi kebutuhannya. Tapi dia bukan...
Dan ingatan itu kembali menyerangnya. Dia memang pernah berselingkuh dengan Marsha. Saat dia masih menjadi kekasih Kevin. Tapi untuk saat ini tidak pernah terlintas sedikitpun untuk mencari pria lain yang lebih.
Wina langsung menangkap maksud Kevin. Pria itu terlihat terluka. Kevin melangkah mundur lagi.
"Bitch tetap bitch. Aku salah telah menikahimu. Aku pikir bisa membuatmu lebih baik. Tapi kenyataanya. Kamu tetaplah wanita yang hanya bernafsu dengan uang. Aku kecewa denganmu. Kamu..."
Wina langsung menggelengkan kepalanya. Dia melangkah maju. Membuang telur yang sejak tadi di pegangnya. Tidak peduli telur itu pecah mengotori lantai.
"Aku tidak berselingkuh Vin. Demi Tuhan!"
Kevin langsung mengangkat tangannya.
"Jangan bawa-bawa nama Tuhan Win. Kamu tidak pantas mengucapkan itu."
Kevin kini menatapnya dengan tatapan yang membuat tubuh Wina merinding. Pria itu membencinya.
"Aku membencimu!"
Bersambung
Heiyo..
Eh ini cerita Wina yang suka sama Wina baca cerita ini tapi jangan maki2 si Mel di lapaknya Mel ya eekwkke okeee itu melukai hati author..
Porsinya beda memang tiap cerita...
KAMU SEDANG MEMBACA
Mean To Be
RomanceMerubahmu adalah janjiku Memilikimu adalah impianku... Aku tidak akan berhenti menyiksamu sampai kamu bisa berubah aku tidak akan berhenti untuk mengekangmu sebelum kamu berubah... aku Kevin Mahardian tidak akan berhenti sampai kamu menyesali semua...