Kevin mengernyitkan keningnya. Dia merasa tidak nyaman. Kenapa ini harus terjadi dalam hidupnya? Dia masih belum bisa mempercayai Wina. Tapi dia juga bukan penjahat yang dengan kejamnya berhati dingin dan tidak mau merasa kasihan kepada Wina.
Wanita itu sedang mengandung. Sisi kemanusiaannya tersentuh saat melihat Wina bekerja terlalu keras. Wanita itu menyiksa dirinya sendiri. Dan itu membuat Kevin akhirnya bertekad untuk berbuat lebih baik. Menurunkan egonya sendiri. Bukankah baik itu pahala? Jadi di sinilah dia berada.
Sejak kemarin membawa Wina pulang, dia lebih lunak kepada wanita itu. Wina baru saja selesai membuatkannya teh pagi ini. Sejak semalam dia memang lebih bersikap perhatian kepada Wina. Bukan karena apapun, tapi ingin wanita itu tidak terjatuh sakit. Dan harus mempedulikan kandungannya.
"Vin, Wina sedang mengandung anakmu. Aku yakin itu anak kalian. Kamu boleh membenci ibunya, tapi tidak dengan darah dagingmu sendiri."
Kevin masih bisa meresapi seluruh ucapan Melani saat semalam dia curhat dengan sahabatnya itu. Saat itulah dia menatap perut Wina yang sudah sedikit terlihat membuncit saat wanita itu tertidur pulas.
Dan dia yakin anak yang di kandung Wina memang anaknya. Terlepas dari dia membenci istrinya tapi dia tidak bisa membenci darah dagingnya sendiri.
Hal itu membuat perubahan. Pagi tadi, Wina terbangun dengan canggung. Tapi Kevin menyambutnya dengan baik. Meski tidak memberikan ciuman selamat pagi layaknya suami kepada istrinya. Dia mengatakan kalau dia menunggu Wina untuk minum teh dengannya dan sarapan.
"Minum Vin."
Wina meletakan cangkir teh yang mengepul di depannya. Kevin kini mengulurkan tangan untuk menyesap teh buatan Wina.
Dia melirik Wina yang menarik kursi di sebelahnya.
"Mau aku oleskan sesuatu untuk Roti bakarnya? Mau mentega atau selai?"
Kevin menatap tumpukan roti bakar yang baru saja di panggang Wina.
"Ehm mentega saja. Kamu juga harus makan. Mual muntahmu bagaimana?"
Wina mengambil dua tangkup roti dan mengolesinya dengan mentega. Lalu menyerahkan kepada Kevin.
Lalu istrinya itu mengambil roti dan langsung memakannya.
"Sudah lebih baik. Tapi masih saja tetap mual dan ingin muntah."
Wina tiba-tiba menutup mulutnya. Membuat Kevin langsung meletakkan roti bakarnya ke atas piring yang ada di depannya.
"Minum."
Kevin mengulurkan teh hangat miliknya dan menyuruh Wina untuk menyesapnya.
Istrinya itu menerimanya."Sudah Vin. Sudah lebih baik."
Kevin kini menghela nafasnya saat meletakkan cangkir teh itu di atas tatakan lagi.
Refleks Kevin mengulurkan tangan untuk mengusap rambut Wina. Pagi ini rambut panjang Wina hanya di ikat begitu saja. Tapi Wina tampak lebih segar saat ini.
"Makasih ya."
Wina tampak berseri-seri saat menatapnya. Tentu saja Kevin tersadar. Dia tidak mau membuat Wina menyalah artikan sikapnya. Semua ini palsu. Dia masih belum bisa menerima Wina. Ini hanya untuk sementara saja.
"Jadi aku antar kamu ke rumah sakit ya?atau kamu mau cuti dulu? Aku bisa telepon Melani."
Tapi Wina menggeleng dengan kuat. Dan tampak muram.
"Aku tidak mau membuat Melani menuduhku aku terlalu malas. Dia juga hamil kan? Buktinya dia sehat, aku ingin menunjukkan kalau aku juga kuat. Aku tidak akan kalah dari Melani."
Kevin menghela nafasnya. Persaingan itu masih tetap ada. Sampai kapanpun Wina tetap membenci Melani. Padahal Melani sendiri sepertinya sudah melupakan dendam itu. Bagaimanapun juga mengubah seseorang itu tidak bisa 100% berhasil. Wina tetap Wina. Sang putri yang terbiasa menang.
"Baiklah. Aku antar kamu. Nanti kamu telepon saja aku jam berapa kamu pulang."
Kevin kini beranjak dari duduknya. Tapi tangannya di tahan oleh Wina.
"Vin. Makasih ya."
Kevin hanya mengangguk. Dia membentengi hatinya lagi.
****
"Kevin?"
Suara itu membuat Kevin menoleh. Dia baru saja turun dari mobilnya dan kini menatap Wina yang baru saja akan melangkah ke arah rumah sakit saat melihat Marsha menghampiri mereka.
"Oi Cal." Kevin menyalami Marsha.
"Tumben ke sini"
Marsha melirik Wina yang tampak tidak mau menatapnya. Dia tahu masih ada perang dingin antara Wina dan Marsha.
"Iya. Nganterin Wina. Owh iya mana Mel?"
Marsha langsung mengangkat bahunya.
"Nasib punya istri dokter yang super sibuk. Dia tadi pagi udah berangkat ke sini. Jadi yah aku di tinggal sendiri."
Setelah mengatakan itu Marsha menatap Wina.
"Win. Loh kata Mel kamu sakit. Bukannya kamu udah di beri cuti sama Mel?"
Kevin juga ikut menatap Wina. Menunggu reaksinya.
Tapi wanita itu dengan angkuh menyibakkan rambut panjangnya. Dan menatap Marsha dengan tajam.
"Aku tidak sakit. Aku masih kuat kalau harus masuk."
Ucapan dingin dan sinis itu membuat Marsha mengernyit. Tapi kemudian pria itu menatap Kevin.
"Ya sudah aku masuk ya. Vin mampir ke rumah ya kapan-kapan."
Kevin tersenyum dan mengangguk. Saat Marsha melangkah meninggalkan mereka dia berbalik untuk menatap Wina.
"Kenapa kamu tidak mau cuti. Kalau kamu sakit kamu harus jaga kesehatanmu Win."
Kevin bersikap lebih lembut. Tapi Wina menggelengkan kepalanya lagi.
"Aku enggak mau. Aku udah bilang aku bisa Vin. Aku tidak mau kalah dari Melani."
Keras kepala. Itulah yang terlintas di dalam pikiran Kevin saat ini. Tapi dia hanya menghela nafasnya.
"Baik. Sekarang kamu masuk ya. Jaga kesehatan. Kalau mual harus segera istirahat."
Kevin mengulurkan tangan untuk menyentuh perut Wina. Lalu mengusap rambutnya. Membuat Wina tersenyum dan mengangguk.
"Aku akan jaga bayi kita.*
Deg
Hati Kevin tersentuh. Saat Wina mengucapkan kata itu. Itu memang bayi mereka. Yang terjadi karena sebuah kesalahan. Tapi Kevin berusaha bersikap baik lagi. Dia mendekati Wina. Lalu menunduk untuk mengecup kening Wina dengan lembut. Tulus di lakukan karena wanita itu mau mengandung dan merawat calon buah hatinya. Terlepas dari sifat jelek wanita ini. Pikir Kevin.
" jaga diri kalian."
Kevin melangkah mundur dan melambai kepada Wina. Dia segera membuka pintu mobil. Masuk ke balik kemudi. Dan menyandarkan kepalanya di jok mobil. Menoleh untuk melihat Wina yang melangkah masuk ke dalam rumah sakit. Dia tahu ini palsu. Semuanya palsu. Tapi harus di lakukan nya. Setidaknya sampai bayi mereka lahir.
Bersambung
Nah ini udah di update ya. Bukan author lama upnya. Tapi cerita author kan seabrek. Jadi gantian upnya. Lagian idenya suka belum muncul jadi kalau di paksain jadinya jelek. Ok Ok... Harap maklum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mean To Be
Roman d'amourMerubahmu adalah janjiku Memilikimu adalah impianku... Aku tidak akan berhenti menyiksamu sampai kamu bisa berubah aku tidak akan berhenti untuk mengekangmu sebelum kamu berubah... aku Kevin Mahardian tidak akan berhenti sampai kamu menyesali semua...