Kevin tahu dia sudah bersikap kejam. Sangat kejam dengan Wina. Tapi dia tidak mau mempercayai wanita itu. Istrinya itu ular berkepala dua ataupun serigala berbulu domba. Kejahatannya sudah melebihi ambang batas dari yang pernah di terimanya.
Masih teringat dulu dia begitu tergila-gila dengan Wina. Mengesampingkan semua egonya saat wanita itu mulai merampok uangnya. Awalnya, dia pikir mungkin memang kehidupan Wina yang seperti itu. Dan Kevin sendiri mencoba untuk mengikutinya.
Bukankah Wina memang tergolong wanita yang terlahir dari keluarga kaya? Kevin sendiri bisa merasakan hal itu karena dia juga lahir dari keluarga kaya. Hanya saja sang papa mendidiknya lebih keras. Dia mendapatkan semua kesuksesannya dari hasil jerih payahnya sendiri. Dia fokus sekolah sampai bisa lulus di universitas Oxford. Lalu kembali ke Indonesia untuk membantu perusahaan sang papa.
Dulu, saat pertama mengenal Wina dia memang masih menempati posisi rendah di perusahaan papanya. Sang papa memang mengajarinya untuk berjuang dari bawah. Jadi saat itu dia lebih banyak berhemat, dan Wina hanya menatapnya sebagai cowok kere yang langsung di tinggalkan nya saat Wina menemukan mangsa yang lain.
Kevin sakit hati. Sebelum dia mengetahui Wina berselingkuh, harusnya dia sudah melamar wanita itu untuk di nikahinya. Hanya saja semua tidak terjadi. Saat Kevin melihat dengan terang-terangan Wina berjalan dengan mesra berdua dengan Marsha. Dunianya terasa runtuh.
Wina wanita yang sangat dicintainya. Tapi itu dulu, setelah dia tersadar. Cintanya berbalik ke Melani. Sahabatnya yang selalu membuatnya bisa tersenyum. Sahabat yang diam-diam mencintainya.
Kevin menggelengkan kepalanya. Mengusap wajahnya dan mencoba untuk menghapus semua jejak masa lalu. Tapi itu tidak bisa di hilangkan. Selama ini dia memang masih memendam dendamnya.
Wina. Wanita itu pasti berselingkuh. Tapi benarkah itu? Hati nurani Kevin tercubit. Ingin dia mempercayai ucapan Wina.
Wanita itu sudah melukainya dalam. Sudah membuat hatinya hancur berkeping-keping dan tidak bisa di pulihkan lagi. Jadi dia berada di sini. Merenung. Di dalam kantornya sendiri, malas untuk pulang ke rumah.
Suara dering ponsel membuatnya terkejut. Dia langsung melihat ponselnya yang tergeletak di atas meja. Terkejut karena mendapati nama orang yang meneleponnya. Kevin langsung menjawab.
"Halo Mel. Ada apa?"
Dia sedikit mengernyit saat menyapa Melani. Wanita itu sepertinya mulai menjauh darinya.
"Vin. Kamu di mana?"
"Di kantor. Ada apa?"
Kevin langsung beranjak dari kursinya dan kini melangkah mendekati kaca-kaca yang ada di ruangan itu. Menatap kerlap kerlip lampu yang di tampilkan dari gedung-gedung yang ada di sekitarnya.
"Lembur?"
"Hem ya begitulah. Kamu kenapa bertanya kepadaku?"
Ada helaan nafas di ujung sana.
"Aku cuma mau bertanya Wina hamil ya?"
Tentu saja hal itu membuat Kevin kini menatap muram ke arah langit malam yang ada di depannya.
"Wina pasti yang bilang sama kamu."
Ada keheningan di ujung sana. Dan itu membuat Kevin resah.
"Aku tahu, meski awalnya aku ingin memberi dia pelajaran. Tapi saat Wina menggoda..."
Kevin menyugar rambutnya dan kini merasa sangat berat untuk mengucapkan itu."Vin. Jadilah suami yang benar. Aku tahu kamu membenci Wina. Sebesar aku membencinya. Aku tahu perasaanmu dulu. Bukankah aku juga ada saat kamu terpuruk karena Wina? Tapi kalau kamu sampai melangkah sejauh ini, aku tidak menyangka kamu sampai menghamilinya..."
"Mel. Aku memang sudah menyentuhnya. Tapi itu bukan anakku. Dia selingkuh!"
Hatinya seperti teriris sembilu saat mengatakan itu. Wina sudah melukainya begitu dalam.
"Astaga Vin. Tidak mungkin dia selingkuh darimu. Kamu punya bukti?"
Kevin langsung mendengus dan kini menyandarkan tubuhnya di Selasar jendela.
"Tidak perlu bukti. Kalau dulu diapun bisa semudah itu berselingkuh dariku. Sekarangpun aku juga..."
"Vin. Aku tahu bagaimana perasaanmu. Tapi kalau memang itu anakmu. Jangan bersikap seperti pengecut Vin. Selidiki yang benar. Jangan sampai kamu menyesal."
*****
Ucapan Melani terus terngiang di telinganya. Sampai saat ini, dia membuka pintu kamarnya yang gelap. Jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari. Tubuhnya lelah tapi otaknya terlalu kalut.
Langkahnya terhenti saat mendengar suara orang muntah di kamar mandi. Menuruti langkah kakinya, Kevin sampai di ambang pintu kamar mandi dan tertegun saat melihat Wina yang tengah mencuci mukanya di atas wastafel.
Dia hanya berdiri diam di belakang Wina, sampai wanita itu menyadarinya. Bayangannya terlihat di cermin yang kini ada di atas wastafel
Kevin melihat wajah Wina seputih kertas."Kalau lapar aku sudah masak makan malam. Kalau sudah kenyang buang saja."
Wina langsung berbalik dan kini akan melewatinya yang masih berdiri di ambang pintu.
Tapi tangan Kevin terulur untuk menyentuh lengan Wina.
"Sudahkah kamu periksa Win?"
Dan Kevin menerima tatapan tajam dari Wina. Wanita itu mengangkat dagunya dengan angkuh.
"Bukan urusanmu kan? Ini bukan anakmu jadi tidak usah mempedulikanku."
Wina mengibaskan tangannya dan kini melangkah masuk ke dalam kamar. Kevin hanya bisa menghela nafasnya. Lalu mengacak rambutnya.
Mengikuti Wina yang sudah mulai melangkah ke arah kasur.
"Aku peduli karena kamu hidup bersamaku."
Kevin kini berdiri di dekat ranjang, dimana Wina sudah naik ke atasnya dan bersiap untuk tidur.
"Tidak usah repot-repot mempedulikanku. Aku hanya budakmu untuk balas dendam. Silakan pergunakan aku. Yang pasti aku akan tetap membesarkan anak ini. Meski kamu menyukainya atau tidak."
Kevin melihat Wina kini menarik selimut dan langsung menutupi seluruh tubuhnya. Kevin hanya bisa menghela nafasnya.
Merasa iba mungkin, tapi dia tetap tidak atau belum bisa percaya dengan istrinya itu. Sama saja dengan merasakan luka lama yang kembali mengelupas.Bersambung
Lagi sakit gigi nih ketik gak fokus...dudduuddu
KAMU SEDANG MEMBACA
Mean To Be
RomansaMerubahmu adalah janjiku Memilikimu adalah impianku... Aku tidak akan berhenti menyiksamu sampai kamu bisa berubah aku tidak akan berhenti untuk mengekangmu sebelum kamu berubah... aku Kevin Mahardian tidak akan berhenti sampai kamu menyesali semua...