Wina tahu kalau Kevin masih membencinya. Pria itu hanya berpura-pura baik kepadanya. Karena Wina bisa membaca sorot mata Kevin. Pria itu penuh dengan kepalsuan.
Dia menghela nafasnya. Lalu duduk di sebuah kursi yang ada di taman. Sore ini dia ingin sendiri. Meninggalkan semua aktivitasnya. Lelah dengan semua tuntutan jiwanya. Dia yang masih selalu tertarik dengan barang -barang branded. Dia yang masih ingin menikmati hidupnya yang mewah sejak dulu. Dan Wina tahu itu salah.
Maka alih-alih dia langsung pulang saat pulang dari rumah sakit dia kini menyesap coklat hangat yang di beli di kedai ujung jalan saat memutuskan untuk ke taman ini.
Taman yang tak jauh dari rumah sakit adalah tujuannya. Dia ingin berpikir untuk saat ini. Ponsel di matikan dan tidak memberitahu Kevin kalau dia sudah pulang. Padahal pria itu memang akan menjemputnya setelah dia selesai bekerja.
Hatinya sakit saat melihat Melani begitu mesra bersanding dengan Marsha. Pria itu makin terlihat bahagia saja. Harusnya kan dia yang ada di posisi Melani sekarang.
Wina menghela nafasnya. Itu kan memang karena kebodohannya. Dia yang terlalu serakah memang. Tapi bukan salahnya juga dia berada dalam fase seperti itu. Karena sejak kecil dia sudah terbiasa di manja oleh kedua orang tuanya.
Dan sekarang dia memang menuai didikan buruk itu. Di terpuruk dan tidak mendapatkan kepercayaan dari siapapun kalau dia sudah berubah.
Wina menyesap coklat panasnya lagi. Memandangi anak-anak yang berlarian ke sana ke sini menendang bola. Sore begini taman memang padat dengan anak-anak yang bermain. Sungguh itu sebuah pemandangan yang membuatnya muak.
Dia tidak bisa menatap anak-anak yang dengan gembira berlarian tanpa merasakan beban hidup.
Angin tiba-tiba berhembus dengan dingin. Mengirimkan rasa dingin yang langsung membuatnya menggigil. Wina merapatkan jaket yang di pakainya di tatapnya langit yang mulai gelap. Mendung sudah menggantung di atasnya. Pertanda hujan akan turun begitu deras.
Wina beranjak dengan cepat. Tidak mau kehujanan. Melangkah cepat dan tidak bisa menghindari saat titik-titik air hujan mulai membasahi tubuhnya. Dengan cepat Wina berteduh di depan sebuah toko tas. Banyak orang yang juga berteduh di situ. Dengan cepat kerumunan orang membuat sesak teras toko.
Wina menatap hujan deras yang mulai mengguyur. Dia menoleh ke arah belakang. Dan melihat deretan tas-tas terpampang dengan indah.
Dulu, dia suka ke sini. Membeli beberapa tas untuknya sendiri. Tapi saat ini dia tidak mau hal itu membuat Kevin marah. Hubungan mereka sudah baik meski Kevin masih ragu-ragu.
Wina merasakan dirinya di dorong dan air hujan langsung mengenai jaketnya. Ingin marah tapi memang kondisi di teras sudah tidak cukup untuk berteduh semua orang. Wina akhirnya melangkah mundur dengan susah payah. Dan langsung mendorong pintu toko.
Suara denting bel yang menandakan ada pengunjung kini menggema di seluruh toko. Beberapa pramuniaga langsung menyambutnya.
Memang ada beberapa pengunjung yang juga sedang melihat- lihat tas atau sekedar berteduh di dalam
Wina mengangguk tersenyum.
"Owh Dokter Wina kan? Sudah lama tidak ke sini ya? Banyak koleksi baru loh."
Wina menelan ludahnya saat insting membeli tas itu mulai muncul lagi. Apalagi saat dia di bawanya ke deretan tas yang baru saja launching dan termasuk limited edition. Dia dulu akan dengan cepat membelinya.
"Silakan dok. Masih banyak modelnya. "
Wina hanya mengangguk dan mengamati tas - tas itu. Menyentuhnya lalu memandangi semuanya. Sungguh, dia tergoda untuk saat ini.
Uangnya cukup untuk membeli salah satu tas itu. Tapi dia tidak mau lagi di cap sebagai wanita yang gila tas branded.
Hujan makin deras diluar sana. Tapi kalau dia tidak segera keluar dari dalam sini, pasti dia akan mengeluarkan kartu kreditnya dan akan membeli tas itu.
Dengan cepat Wina berbalik, tidak mengindahkan panggilan pramuniaga. Membuka pintu dengan cepat dan menembus kerumunan orang yang makin banyak berteduh di teras toko.
Dia tidak mempedulikan tajamnya air hujan yang kini menghujam tubuhnya. Basah kuyup tidak di pedulikannya. Dia terus menjauh dari toko itu. Tidak mempedulikan kondisi tubuhnya. Dia harus kuat.
Tin
Tin
Tin
Suara klakson mobil membuat langkahnya terhenti. Saat menoleh ke samping jalan, mendapati mobil milik Kevin sudah ada di sampingnya. Pria itu membuka pintu mobil penumpang.
"Win. Masuk!"
Tanpa menunggu lagi, Wina akhirnya masuk ke dalam mobil Kevin. Merasa lega karena pria itu mengakhiri penderitaan dari derasnya air hujan yang mengguyur tubuhnya.
"Kamu dari mana? Dari dalam toko tas itu kan?"
Tuduhan Kevin membuat Wina yang sedang melepas jaketnya yang basah kini terhenti. Dan langsung menoleh ke arah Kevin.
"Aku hanya berteduh di sana."
"Aku melihatmu melihat-lihat tas itu."
Kevin kini sudah mengulurkan handuk kering untuknya. Tapi Wina tetap bergeming. Tidak mau menerima handuk itu.
Akhirnya Kevin dengan tak sabar mengeringkan rambut Wina yang basah itu dengan handuk yang ada di tangannya.
"Aku akan belikan apapun keinginanmu. Tapi setidaknya sampai kamu melahirkan anak ini. Jangan siksa anak ini dengan sikap egoismu Win."
Wina langsung menatap marah kepada Kevin.
"Memang aku sejahat itu Vin. Puas kan kamu kalau aku menyiksa anakku sendiri dengan basah-basahan karena ingin beli tas? Puas kan?"
Teriakan Wina membuat Kevin menghentikan aktivitasnya. Pria itu kini mengusap wajah dan tubuh Wina yang basah dengan handuk dan diam.
Lalu melepas jaketnya sendiri dan di berikan kepada Wina. Tapi Wina masih diam saja. Bergeming. Karena dia marah kepada Kevin telah menuduhnya.
Wina merasakan Kevin memakaikan sendiri jaketnya. Dan memberikan selimut di tubuhnya. Selimut yang selalu di bawa pria itu di dalam mobil. Lalu kecupan hangat terasa di keningnya. Pria itu bersikap begitu lembut tapi Wina tidak mau menerimanya. Egonya masih tinggi. Mengucapkan kata maaf pun dia tidak mau.
Kevin mulai melajukan mobilnya lagi. Tapi tangan pria itu menggenggam jemarinya. Memberikan kehangatan. Wina merepih. Perhatian Kevin terasa begitu nyata. Dia menoleh untuk menatap Kevin. Tapi pria itu tetap fokus ke jalan dan tidak menoleh sedikitpun. Dalam diam mereka masih mempertahankan ego masing-masing
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Mean To Be
RomanceMerubahmu adalah janjiku Memilikimu adalah impianku... Aku tidak akan berhenti menyiksamu sampai kamu bisa berubah aku tidak akan berhenti untuk mengekangmu sebelum kamu berubah... aku Kevin Mahardian tidak akan berhenti sampai kamu menyesali semua...