Wina melangkah berderap memasuki rumah dengan kesal. Udara sangat panas hari ini, dia menatap sebal ke arah kamar yang sangat pengap ini. Kamar kecil tanpa ac yang bisa menyejukkan ruangan. Sungguh, dia tidak tahan berada di sini.
Tapi apa yang bisa diperbuatnya? Dia sudah terperangkap di dalam sini untuk selamanya. Kenyataan itu membuatnya mual. Dia langsung berlari ke arah kamar mandi yang ada di luar kamar. Saat membuka pintu dia menabrak dada bidang Kevin.
Wina langsung melangkah mundur. Dan menutup mulutnya. Matanya bertemu dengan Kevin yang kini membalas tatapannya dengan datar. Pria itu sungguh berhati dingin.
Dengan cepat, Wina segera mengabaikan Kevin dan langsung berderap melangkah menuju kamar mandi kecil yang ada di sebelah kanan kamar. Dia langsung membuka pintunya. Dan sudah tidak bisa menahan rasa mual nya. Seluruh isi perutnya di muntahkan. Entah karena dia tidak makan sejak tadi pagi, atau masih terlalu muak dengan keadaan dirinya.
Semuanya begitu cepat. Seperti peluru yang di lesatkan dari pistol. Hidupnya benar-benar berubah sepenuhnya.
Toh dia tidak pernah menyangka kalau Kevin yang bisa mengendalikan hidupnya. Dia sudah membuang pria itu saat dia bertemu dengan Marsha. Pria kere yang tidak bisa di pelorotin lagi uangnya. Tapi 2 hari yang lalu, dirinya seperti di siram air dingin.
Saat Kevin dengan cepat memaksanya untuk menikah. Dan menunjukkan perjanjian yang telah di tandangani oleh papanya sendiri. Dia tidak mengira kalau perusahaan papanya berhutang banyak dengan perusahaan milik Kevin. Masih setengah bingung, saat pria itu akhirnya menikahinya. Wina sendiri tidak mau mengingat-ingat semua kejadian menyebalkan itu. Yang pasti dia sudah menikah dengan Kevin, dan segera pria itu membawanya ke rumah jelek ini.
Dia menangis menghiba kepada sang papa awalnya. Tapi papanya menyerah, kalau dia tidak menikah dengan Kevin, perusahaan itu akan jatuh bangkrut. Wina kesal. Dia seperti boneka yang bisa di beli oleh Kevin. Dan dia masih belum percaya pria itu bisa sekaya itu.
Wina menyiram toilet lalu membasuh wajahnya. Tubuhnya terasa begitu lemas. Keringat dingin langsung membasahi wajahnya.
Dia melangkah keluar dari dalam kamar mandi. Dan melihat Kevin tengah duduk santai di sebuah sofa bundar warna merah yang ada di ruangan yang berfungsi sebagai tempat menonton televisi itu. Meski tempat itu harus berbagi dengan meja makan bundar yang ada di sebelahnya.
"Kalau aku suruh makan itu ya di makan Win. Sekarang kamu sakit kan?"
Ucapan Ketus Kevin itu membuat Wina kini menegakkan tubuhnya. Harga dirinya sudah di injak-injak oleh Kevin. Dia melangkah menuju Kevin duduk.
"Puas kamu sudah membuat aku begini? Mempermalukanku di rumah sakit?"
Teriaknya histeris. Dia memang tidak bisa lagi menolerir sikap Kevin kemarin di rumah sakit yang sudah mempermalukannya.
Kevin di lihatnya bersedekap dan kini hanya mengangkat alisnya.
"Aku tidak mempermalukanmu. Toh aku cuma menambahi apa yang sudah kamu bilang. Bukankah kamu mengaku kalau kamu hamil sama Marshall?"
Tentu saja Wina saat ini ingin menampar wajah Kevin yang tampak menang itu. Dia benci pria di depannya ini.
Wina terengah saat menahan emosinya.
"Kamu pembohong. Kamu merampok siapa sehingga bisa jadi kaya dan membuat papaku bangkrut? Setahuku, dulu kamu tidak punya uang. Tapi sekarang kamu..."
Kevin kali ini mengangkat tangannya untuk menahan ucapan Wina. Dia berdiri lalu melangkah mendekatinya. Membuat Wina memundurkan tubuhnya. Dia tidak mau Kevin menyentuhnya.
"Itu tidak penting untukmu. Yang pasti kamu sudah menjadi istriku. Kalau kamu memberontak, aku bisa saja menghancurkan perusahaan papamu."
"Jahat!"
Wina menjerit histeris lagi. Dan membuat Kevin tersenyum masam. Pria itu kini menyugar rambutnya. Dan memasukkan kedua tangannya di saku celananya. Tampak menantang dan mengintimidasi.
"Bukankah penjahat juga harus di balas Dengan penjahat? Tapi aku terlalu menginginkanmu sehingga aku ingin kamu menjadi milikku. Dan kamu harus menerimanya."
Wina mengepalkan tangannya. Nafasnya memburu. Lalu dia menghela nafasnya untuk menenangkan diri. Di tatapnya Kevin yang masih tampak tenang itu.
Perlahan Wina melangkah mendekati Kevin. Kalau dia memberontak terus, hal itu hanya akan membuat Kevin senang. Dia berusaha untuk mengenyahkan egonya. Lalu merubah taktik.
Dia mendekati Kevin, lalu segera menghempaskan tubuhnya untuk memeluk pria itu.
Tubuh Kevin terasa hangat. Dan beraroma maskulin.
"Vin. Tak bisakah kamu menempatkan ku di rumah mewah. Aku tidak betah ada di sini. Aku tidak bisa hidup di rumah kecil seperti ini."
Wina mencoba untuk menghiba kepada Kevin. Kalau hal itu bisa mengubah Kevin, maka apapun akan dia lakukan.
Wina merasakan tangan Kevin mengusap halus punggungnya. Dan semangat Wina langsung timbul lagi. Pria ini bisa berubah pikiran.
Tapi sedetik kemudian Kevin melepaskan pelukannya. Dan memegang bahu Wina lalu menatapnya dengan dingin.
"Aku tidak akan tertipu lagi oleh rayuanmu. Kamu akan tetap di sini sampai kapanpun."
Bersambung
Yeee akhirnya ada lapak sendiri

KAMU SEDANG MEMBACA
Mean To Be
RomanceMerubahmu adalah janjiku Memilikimu adalah impianku... Aku tidak akan berhenti menyiksamu sampai kamu bisa berubah aku tidak akan berhenti untuk mengekangmu sebelum kamu berubah... aku Kevin Mahardian tidak akan berhenti sampai kamu menyesali semua...