Erwin keluar dari kamar mandi dengan masih menyimpan kemarahan. Rambutnya basah kuyup. Dan seluruh pakaiannya yang basah dibiarkan teronggok di lantai.
Sebuah gerakan di sudut kamar membuatnya menoleh. Mike berdiri di sana, bekas-bekas pukulan Erwin masih menimbulkan memar di sana-sini, tetapi lelaki itu sepertinya sudah diobati.
"Bagaimana dia?" tanya Erwin dingin.
"Dokter sedang menanganinya, paru-parunya kemasukan banyak air... Anda sendiri Tuan, Anda tidak apa-apa? Terjun dari lantai dua seperti itu hanya untuk menyelamatkan orang itu..."
Erwin melirik pada Mike dengan tatapan tajam, lalu meraih handuk untuk menggosok rambutnya yang basah.
"Tadinya aku berniat membunuhnya."
"Kalau begitu, kenapa Anda malah menyelamatkannya?"
Erwin membalikkan tubuhnya dan menatap Mike dengan mata menyala-nyala.
"Karena sudah kuputuskan, belum saatnya dia mati," mata biru Erwin bagaikan berbinar dalam kegelapan, "dan kau... Kenapa kau sengaja membiarkannya lolos?"
Mike menatap Erwin, tampak ada keterkejutan di matanya meskipun sekejap kemudian ia langsung memasang wajah datar.
"Saya tidak sengaja membiarkannya lolos."
"Kau pikir aku bodoh?" suara Erwin menajam, setajam tatapannya, "kau adalah pengawalku yang paling berpengalaman, tidak mungkin kau bisa diperdaya oleh Levi, kecuali kau memang membiarkan dirimu diperdaya."
Mike menelan ludahnya, "Saya ingin membebaskannya, Saya takut dia akan membawa masalah untuk kita."
Erwin melempar handuknya dengan marah ke sofa.
"Dalam dua hari ini kau sudah dua kali mengambil keputusan sendiri dan menentangku. Dengarkan aku baik-baik Mike," suara Erwin dalam dan mengancam, "sekali lagi kau membuat kebodohan yang merepotkanku, bukan hanya pukulan yang kau dapat, aku akan menghabisimu secepat yang aku bisa."
Suara ancaman itu masih menggema dalam kegelapan, bagaikan janji Iblis yang memanggil-manggil meminta nyawa.
.
Ketika Levi terbangun, yang dirasakannya pertama kali adalah rasa sesak di dadanya. Ia menggeliat panik, mencoba menarik napas sekuat-kuatnya, dalam usahanya mencari oksigen sebanyak-banyaknya.
"Tenang, kau sudah ada di daratan, kau bisa bernafas secara normal sekarang," suara Erwin membawa Levi kembali pada kesadarannya.
Dengan waspada ia menoleh dan mendapati Erwin sedang duduk di tepi ranjangnya. Levi beringsut sejauh mungkin dari Erwin dan tingkahnya itu memunculkan secercah cahaya geli di mata Erwin.
"Apakah kau takut padaku setelah kejadian tadi?" nada gelipun tersamar dalam suara Erwin.
Kurang ajar, batin Levi dalam hati. Ia berjuang melawan maut, dan lelaki ini malah duduk disini menertawainya.
Tetapi, apakah benar Erwin yang terjun ke kolam waktu itu dan menyelamatkannya? Kenapa? Bukankah sangat jelas dalam kemarahannya bahwa Erwin sudah memutuskan untuk membunuhnya? Kenapa lelaki itu berubah pikiran?
"Ya, aku memang menyelamatkanmu," Erwin bergumam seolah-olah bisa membaca pikiran Levi, "tetapi itu bukan demi dirimu, tetapi demi kepuasanku."
Levi menatap Erwin geram, "apa maksudmu?!"
Dengan tenang lelaki itu melepas dasinya, gerakannya pelan tetapi mengancam hingga tanpa sadar Levi bergidik dan beringsut menjauh.
"Aku tidak suka bercinta dengan mayat," senyum di bibir Erwin tampak kejam, "kau lebih nikmat kalau hidup dan bernafas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sleep With The Devil ( EruRi Ver.)
RandomLevi dengan sifat keras kepalanya dan Erwin dengan seluruh kekuasaannya. "Kau adalah kelemahanku." -Erwin Smith. SnK. EruRi Fanfiction. Remake dari novel kak Shanty Agatha, Sleep With The Devil. Maaf jika ada kesamaan sm cerita milik yg lain. uda...