Sudah hampir dua minggu Levi dikurung di dalam kamar putih ini, tidak boleh keluar sama sekali. Hari-hari Levi dilalui dengan menatap ke luar dari jendela lantai dua ke pekarangan rumah Erwin.
Levi sudah merasa begitu muak dan frustrasi karena bosan. Setelah memaksakan kehendaknya malam itu, Erwin tidak pernah mengunjungi Levi lagi.
Mungkin dia sedang bersenang-senang dengan kekasih barunya. Levi mencibir, mencoba mengabaikan perasaan seperti tercubit di dadanya. Tetapi kalau memang benar begitu, kenapa Erwin tidak melepaskannya?
Apakah karena lelaki itu tahu bahwa Levi berniat membunuhnya, jadi dia menawan Levi disini karena menganggap Levi ancaman yang berbahaya? Kalau begitu kenapa Erwin tidak membunuhnya sekalian?
Beberapa lama terpaku di depan jendela, Levi menyadari bahwa ada kesibukan yang tak biasa di luar sana. Beberapa mobil tampak berlalu-lalang keluar masuk rumah Erwin yang biasanya lengang. Setiap hari pemandangan yang didapat Levi hanyalah pemandangan pengawal-pengawal Erwin dan beberapa pelayan yang berjalan melewati halaman depan rumah.
Kali ini Levi melihat ada mobil bunga dan mobil katering. Apakah Erwin akan mengadakan pesta? Kalau iya, mungkin saja kesempatan Levi untuk melarikan diri bisa muncul kembali.
Sedang larut dalam lamunannya, tiba-tiba pintu kamar putih membuka. Levi bahkan tidak menolehkan kepalanya sedikitpun. Karena yang masuk ke kamar ini selalu hanya Mike yang mengantarkan makanan, dan pelayan yang membersihkan ruangan dan membawakan pakaian ganti untuknya –tentu saja di bawah pengawasan Mike.
Levi tidak pernah berinteraksi dengan Mike lagi setelah kejadian kemarin, dan sepertinya lelaki itu juga tidak berniat untuk mengajaknya berbicara. Lagipula rasa bersalah yang ditanggung Levi terlalu besar. Karena dirinya Mike dihajar oleh Erwin, bekas-bekas hajaran itu masih ada, dari memar-memar di wajah Mike dan hidungnya yang patah.
Setiap melihat Mike, Levi disergap perasaan ngeri dan rasa bersalah yang luar biasa. Erwin mengancam akan membunuh siapapun yang lengah dan membiarkan Levi lolos. Apakah sepadan mengorbankan satu nyawa demi meloloskan diri?
Levi memang tidak kenal dengan Mike, tetapi kalau mendapatkan kebebasan dengan mengorbankan nyawa orang lain, tetap saja terasa tidak benar baginya...
"Levi."
Itu suara Erwin. Levi terlonjak saking kagetnya. Ia menolehkan kepalanya, dan Erwin-lah yang berdiri di tengah ruangan, lelaki itu tadi sepertinya terdiam, mengamati Levi yang sedang melamun sambil menatap ke luar jendela.
Otomatis Levi mengepalkan tangannya, reaksi impulsifnya ketika menyadari aura Erwin yang berkuasa memenuhi ruangan.
Erwin melirik tangan Levi yang terkepal, dan senyum sinis muncul di bibirnya. Lelaki itu menolehkan kepalanya ke belakang dan Levi baru menyadari ada orang lain di belakang Erwin, seorang laki-laki dengan perawakan tinggi kurus dan sedikit gemulai.
"Ini Ren," gumam Erwin tenang, "dia akan mempersiapkanmu untuk nanti malam," setelah berkata begitu, Erwin melangkah mundur, membalikkan tubuhnya dan meninggalkan kamar itu.
Mempersiapkannya untuk apa?
.
"Kau sebenarnya manis sekali, Tuan, hanya saja kau tidak pandai merawat diri," Ren bergumam dengan suara gemulainya, memoles wajah Levi yang masih memejamkan matanya di depan cermin.
Sementara Levi masih memejamkan matanya, diam karena didandani oleh Ren... Kalau Erwin menyuruhnya didandani, maka ia pasti akan diperbolehkan untuk turun ke pesta yang diadakan Erwin. Hal itu berarti ada kesempatan baginya untuk melarikan diri dari rumah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sleep With The Devil ( EruRi Ver.)
RandomLevi dengan sifat keras kepalanya dan Erwin dengan seluruh kekuasaannya. "Kau adalah kelemahanku." -Erwin Smith. SnK. EruRi Fanfiction. Remake dari novel kak Shanty Agatha, Sleep With The Devil. Maaf jika ada kesamaan sm cerita milik yg lain. uda...