9. Pertama kali

565 25 0
                                    

"Yaudah ayo kita ke ruang kesiswaan untuk ketemu Ilham." Ajak Aruna dengan penuh semangat.

Hanya dibalas anggukan pelan oleh kedua temannya, dan berjalan meninggalkan lapangan.

Sampailah mereka bertiga di depan pintu ruang kesiswaan, tak ada yang berani mengetuk pintu.
Akhirnya mereka bertiga menengok secara sembunyi-sembunyi melalui jendela yang tak jauh dari pintu.
Ternyata ketiga pria itu masih didalam, sedang berbincang serius satu sama lain. Mau tidak mau, mereka harus menunggu nya di balik pintu.

Aruna mengambil ponsel nya dari balik saku seragam putih, membuka aplikasi Line dan mencari kontak Siti, lalu mengirimi sebuah pesan.

Aruna_una:Sit, loe pasti masih bingungkan kenapa gue lakuin ini ke Nissa. Kalo loe mau tau alasannya, loe bales chat ini tanpa bersuara,oke?

Notif pesan Line berbunyi di ponsel Siti. Segera ia membuka aplikasi Line dan membaca pesan yang masuk.

Siti menatap Aruna sebentar.

Sitiii_12:Oke, emang alasannya kenapa?

Aruna_una:loe sadar ga sih kalo dari sikap nya Nissa itu nunjukin perhatian ke ilham? Tadi aja dia manggil pak Wirdjo untuk melerai perkelahian mereka, trus Nissa ngambilin buku ilham di tengah lapang.

Sitiii_12:wajar aja kali na, Nissa kan baik. Engga kayak loe 😂. Lagian kan sikap Nissa itu bagus mau melerai perkelahian. Dan ngambil buku juga wajar ko.

Aruna_una:yeee nyebelin loe dasar anaknya bapa Budi. Tapi ini beda, gue liat cara pandang dia itu beda. Kayak ada rasa yang beda aja. Ya emang sih Nissa anaknya baik banget, tapi sumpah ini beda engga seperti biasanya. Makanya gue nyuruh dia yang balikin bukunya supaya gue punya bukti kuat mengenai dugaan gue. Loe ngerti kan sekarang?

Sitiii_12:uhh dasar loe, bawa partai mulu. Gue engga tau menau sih tentang itu, biar aja ini jadi urusan mereka berdua kalo emang bener mereka punya rasa yang sama. Tapi terserah loe kalo loe masih mau cari tau. Yah yahh gue ngerti sekarang.

Aruna_una:hahaha, yaa maaf deh. Iya juga sih bener apa kata loe. Tumben loe ngomong bisa bener, peace hehe. Ntar kita liat aja reaksi mereka berdua, tapi tanpa sepengetahuan mereka. Oke?

Sitiii_12:baru aja loe minta maaf udah bikin salah lagi, dasar anaknya bapa Tatang hahaha. Oke oke.

Aruna_una:wah wahh loe bawa bawa partai juga. Oke sip.

Mereka berdua kompak menutup aplikasi Line di masing-masing ponselnya. Terlihat Nissa yang masih berdiri di dekat jendela sambil menatap buku novel itu dengan serius. Aruna dan Siti sudah sepakat untuk tidak mengganggu Nissa yang sedang sibuk menatap buku milik Ilham.

Kedua bola mata Nissa masih menatap buku yang berada digenggamannya. Nissa memikirkan kejadian beberapa pekan lalu saat pria itu mengembalikan buku diary miliknya yang terjatuh saat ia berlomba lari dengan Shinta. Bahkan Nissa baru mengetahui kalau pria itu namanya Ilham, dia juga baru tau kalo dia eskul basket.

Tapi kenapa selama ini Nissa sama sekali tidak pernah mendengar nama itu, atau emang dia anak baru pindahan ya? >pertanyaan yang masih terngiang dipikirannya.

Clekk..

Suara pintu yang akan dibuka.

Mereka bertiga Nissa-Aruna-Siti mengubah posisi menjadi berdiri tegap di samping jendela. Alvito terlebih dulu keluar dari ruangan, dilanjut Ilham yang keluar ruangan.

Aruna yang berada disamping Nissa memberi aba-aba melalui sikut yang ia senggol ke tubuh Nissa. Siti pun ikut membantu memberi aba-aba dengan menggerakan tangan nya yang seolah-olah menyuruh Nissa untuk cepat cepat bertemu Ilham.

Nissa gugup,

tangannya bergetar,

dan jantungnya berdetak cepat.

Ia berusaha untuk tetap tenang, berkali kali menghirup udara sedalam mungkin dan mengeluarkannya secara perlahan.

"Ilham"

teriak Nissa yang sukses membuat Ilham menoleh ke belakang.
Kedua kaki Nissa berjalan menuju tempat Ilham berdiri, Ilham pun melakukan gerakan yang sama.

"Ada apa ya?" Ucap Ilham dengan tatapan bingung.

"Assalamualaikum. Ini bukunya" Balas Nissa datar, tangan kanannya menyerahkan buku novel.

"Waalaikumsalam. Lho, ko bisa ada di kamu bukunya?" Balas ilham dengan tangan kanannya menyambut buku miliknya.

"Tadi ada di tengah lapang," jawab Nissa datar. Matanya menatap sepatu 2 pasang itu.

Kedua bola mata Ilham bergerak memutar seolah-olah mengingat kejadian di lapangan.
"Ohh, thanks ya," senyum terbaiknya ia berikan untuk gadis yang sedang di hadapannya sekarang.

"Sama-sama. Permisi" balasnya singkat.

Nissa hendak membalikan badan namun terhenti oleh suara Ilham.
"Tunggu. Kamu Annissa Nuraisyah kan? Yang waktu itu buku diary kamu jat......"

Deg.

Jantungnya kembali berdetak hebat.

Duh, pasti dia masih inget sama kejadian waktu itu. Malu nih.

Belum selesai Ilham berbicara, Nissa sudah berbalik badan menghadap ke arah Ilham. Hanya anggukan pelan yang ia beri untuk menjawab pertanyaan itu. Dan langsung saja pergi meninggalkan Ilham yang masih membuka mulut.

Aruna dan Siti yang sejak dari tadi menguping pembicaraan mereka, kini saling menatap heran. Tiba-tiba Nissa menghampirinya dan menarik kedua lengan Una dan Siti untuk mengajaknya pergi ke kelas.

"Yuk ke kelas" ucap Nissa sambil menarik lengan Aruna dan Siti, tanpa ada persetujuan dari keduanya.

"Eeehhh... Eeehhh..." Balas mereka kompak.

Bola mata berwarna hitam milik Ilham terus menatap punggung gadis itu. Dalam hati ia berucap,

untuk pertama kalinya gue bisa ngobrol juga sama gadis itu. Gue bisa denger suara nya, gue bisa natap wajahnya, dan untuk kedua kalinya gue natap punggung dia pergi ninggalin gue.

"Ciee.. Ciee.. Nissa" ucap Aruna dan Siti kompak. Pipi Nissa kini memerah, semerah buah tomat yang sudah matang.

"Apaan sih kalian, lebay deh". Balas Anissa dengan malas lalu berlari meninggalkan Aruna dan Siti ke kelas terlebih dulu.

"Tungguin Niss," ucap Siti. Mereka berdua langsung mengekor Nissa dengan cepat.

Sesampainya di kelas, Nissa langsung mengambil botol minum yang berada di samping tas nya dan meneguk air beberapa tegukan saja, setelah itu menyimpannya kembali. Pikirannya kembali teringat dengan kejadian beberapa menit yang lalu bersama Ilham. Segera saja ia tersadar dari pikiran anehnya tadi dan beristighfar sebanyak mungkin. Astagfirullahaladzim.

Aruna dan Siti datang bebarengan dengan napas yang masih tidak beraturan. Lalu Duduk di sebelah Nissa sambil menyeka keringat yang turun di wajahnya. Nissa yang tak kuasa melihat keringat temannya segera menyodorkan beberapa tissu dan air mineral. Hanya ucapan terimakasih yang mereka ucapkan untuk Nissa.

"Niss, cepet banget sih lari nya. Biasanya loe lambat kalo lari" ucap Aruna sambil menyeka keringat dengan tissu.

"Iya Niss, tumben banget" ucap Siti menyambungkan perkataan Aruna sambil mengipas-ngipas wajah polosnya.

"Ahh masa sih? Perasaan, aku lari biasa aja ko" balas ku berusaha meyakinkan mereka.

Mereka hanya menganggukan kepala bertanda pasrah menghadapi jawaban Nissa yang berusaha mengelak dengan cara halus.
Untungnya saja mereka tidak melanjutkan perbincangan nya karena kalau mereka menanyakan ini itu pada Nissa, sungguh ia belum siap untuk menjawab semua pertanyaan itu.

Jantung Nissa masih belum berdetak normal, pipi merahnya pun masih berbekas disana. Jika banyak pertanyaan yang muncul untuk Nissa kemungkinan besar ia tidak sanggup, karena pasti jantung dan pipinya tak bisa diajak kompromi.

Ini HidupkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang