Pagi sekali Mina sudah bangun dari tidurnya. Setelah memandikan dirinya dan bergegas menggunakan kaos polos dilapisi dengan jaket putih favoritnya dengan legging hitam yang menutupi kaki kecilnya serta ikatan rambutnya yang mirip ekor kuda. Tak lupa sepatu sport hitam dengan sedikit balutan warna abu.
Ia keluar rumah dengan menutupi kepalanya dengan tudung yang ada pada jaketnya dan kedua tangan yang dimasukan kedalam saku jaketnya.
Gadis itu mulai berlari diudara musim gugur yang tenang. Melewati pepohonan besar yang menyejukkan. Berlari dengan kecepatan sedang tapi santai. Mencoba melampiaskan semua amarah pada tubuhnya sambil menjernihkan pikirannya. Saat itu tidak ada satupun orang yang terlihat yang berlari di udara dingin pada musim gugur ini. Hanya gadis itu yang berlari karena hati dan pikirannya sedang berkecamuk tak menentu.
Entah kemana tujuan gadis itu berlari. Tak peduli kemanapun. Yang penting ia bisa berlari sejauh yang ia bisa.
Sang ayah yang terbangun dari tidurnya karena ingin buang air kecil, mencoba melihat keadaan putri sematawayangnya setelah kejadian tadi malam. Ia merasa bersalah karena pergi dan meninggalkan putrinya begitu saja saat ia butuh seseorang untuk menemaninya.
Ia berjalan perlahan menaiki satu per satu anak tangga yang menujukannya pada kamar sang putri. Mengetuk pelan pintu kamar itu sambil meanggil nama putrinya dengan lembut. Tak ada jawaban dari sang penghuni kamar, ia pun memberanikan diri dengan memutar handle kamar itu agar segera terbuka.
Nihil. Sang putri tidak ada disana. Kamarnya yang begitu rapih dan bersih membuat sang ayah heran. Ia tengok jam dinding berbentuk Hello Kitty yang menunjukan pukul lima pagi.
Lelaki paruh baya itu kemudian turun ke bawah mencarinya disekeliling rumah. Masih nihil. Dengan buru - buru ia menelpon putrinya. 'Tidak bisa dihubungi' begitulah jawaban dari sang telepon.
***
Mina POV
Aku lari bukan karena aku lari dari masalahku. Aku lari karena aku tahu masalah itu bisa kulalui dan melangkah jauh ke depan untuk meraih impianku. Aku tidak boleh lemah, aku harus kuat menghadapi kehidupan ini. Tak akan ku sia - sia kan.
Jamku sudah menunjukkan pukul 7 pagi dan sekarang aku tengah berada di hamparan pasir putih dengan lautan lepas yang ada di depan mataku. Tempat yang membuatku tenang sekaligus sedih. Kenangan indah bersama keluargaku disimpan dalam memori tempat ini. Kini aku sadar bahwa aku bukanlah Mina yang dulu. Mina yang selalu dimanjakan. Selalu sedih jika jauh - jauh dari ibuku. Selalu bahagia saat bersama ibuku. Selalu ada ibu yang menenangkan hatiku.
Air mata yang sedari tadi ku tahan, akhirnya menetes. Cairan bening itu terus menetes sambil diriku terduduk dan menatap lautan lepas dengan burung camar yang terbang bebas dilangit. Ingin rasanya bisa terbang bebas setinggi - tingginya seperti burung camar itu. Agar impianku itu yang akan selalu menemani, menenangkanku dan menghiburku.
Sekarang aku memiliki ayah. Ayah yang sangat berarti bagiku. Yang selalu berusaha sekuat tenaga menjaga dan menyayangiku walaupun tak senyaman yang ibu lakukan. Maafkan aku ayah dan terimakasih sudah menjadi bagian dalam hidupku.
"Kau tidak apa - apa?"
Suara bass itu membuatku tersentak. Segeraku hapus air matanya saat tau pria yang duduk disebelahku itu adalah Chanyeol oppa.
"Sunbaenim?"
"Indah sekali yaah pemandangannya" ucapnya sebari menikmati keindahan lautan yang ada di depannya dengan senyuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
A cup of Letter
FanfictionKisah tentang Kang Mina yang mencintai seorang pria yaitu Park Chanyeol. Mina ingin Chanyeol tau akan hal itu, tapi ia tidak berani mengungkapkannya. Mina memiliki caranya sendiri untuk mengungkapkannya. Dengan sepucuk surat dan segelas kopi ia beri...