"Semalam kemana kamu pergi? Kenapa kamu tidak pulang kerumah? Kamu menemui gadis itu lagi? Berapa kali papa harus peringatkan kamu supaya kamu segera menjauhinya? Kamu tidak mendengar kata kata papa!"
Dua hari yang lalu, Galan sedang berada diruangan kerja papanya, saat itu ketika Galan sedang menyendiri di sebuah halte dekat dengan rumah sakit dimana Naya sedang di rawat, ternyata bokap Galan mengetahui keberadaan nya, Semalam Galan tidak pulang kerumahnya karena Galan saat itu menjaga Naya di rumah sakit. Kedua nya saling berhadapan dengan satu meja kerja papanya. Galan duduk dengan posisi kepala menunduk dengan kedua tangannya di pangku di pahanya, jarinya saling terikat satu sama lain, matanya enggan menatap papa nya. Sedangkan papanya yang sangat angkuh menatap Galan marah, duduk dengan tegap dengan sebuah laptop yang masih menyala di depan nya.
"Pah," Tiba tiba sebuah amplop coklat terlempar dari tangan papanya tepat berada di depan mata Galan.
"Itu tiket pesawat. Malam ini papa akan mengirimkan mu ke hongkong, ambilah study bisnis di sana" Kedua tangan papanya menyangga kepalanya tidak tahu lagi harus bagaimana supaya Galan menurutinya, mungkin dengan cara seperti ini yang membuat Galan patuh dengan nya
"Pah, bukankah selama ini aku selalu menuruti apa mau papa? Bukankah selama ini aku selalu tunduh kepada papa? Tidak kah papa memberiku sebuah kesempatan untuk memilih jalan hidupku sendiri pa?"
Papa Galan mengalihkan pandangan nya terhadap Galan, terisirat bahwa Galan memang benar benar tidak ingin pergi dari sini. Namun Papanya tetap saja tidak perduli dengan perkataan anaknya.
"Galan ingin tetap berada disini pa, apa bedanya belajar di luar negeri dengan di indonesia? Papa selalu memikirkan ego papa, papa ga tau gimana rasanya jadi Galan yang selalu jadi bahan bonekanya papa?!"
"Kamu bisa pergi dari ruangan papa sekarang, dan kemasin barang barang kamu"
"Pa"
"Cukup Galan! Kamu memang anak yang tidak tahu diri. Papa memberikan semua ini untuk mu demi masa depan mu, demi kita. Kamu salah satu pewaris tunggal perusahaan papa"
Kesabaran nya kini sudah habis, kemarahan nya meluap. Tidak bisa lagi menahan emosinya karena Galan tetap saja tidak ingin pergi dari ruangan nya.
"Bukankah papa selalu bilang pada Galan dulu, Pilihlah jalan hidup kamu sendiri jika itu membuat mu bahagia. Apa papa lupa? Apa salah nya Galan mempunyai sepasang kekasih pa, bukankah papa dahulu pernah muda seperti Galan yang bisa merasakan jatuh cinta kapan saja? Jika nilai semesterku tahun ini menurun hanya karena aku mempunyai kekasih papa bisa segera mengirimkan ku kemana saja yang papa mau! Tapi inget pa, jika nilai semesterku tahun ini tidak ada yang berubah. Aku berhak saja untuk tetap berada disini. Bukankah papa menginginkan nilai ku selalu sempurna? Menurut Galan ini sangat tidak masuk akal jika papa menginginkan Galan untuk kuliah di luar negeri hanya karena takut nilai Galan menurun dan Galan mempunyai kekasih, itu salah besar pa. Naya anak yang baik pa, dia juga pintar dan Galan sangat mencintai dia. Galan sebelumnya tidak meminta apapun sama papa, tapi kali ini saja pa, dengarkan apa yang Galan mau. Soal perusahaan? Papa gak usah khawatir Galan akan berusaha untuk bisa mengelola perusahaan ini, tapi asal papa tahu pa, Galan tidak bisa pergi dari sini."
Matanya membelalak dahinya mengernyit mendengarkan pejelasan dari Galan, tidak bisa lagi Papanya menahan sabar, dia segera bangkit dari tempat duduk nya dan menghampiri Galan.
PLAKKK!! "ANAK KURANG AJAR!" Tamparan yang sangat keras di rasakan oleh pipinya Galan, wajahnya memerah, tangan Galan bergetar, hatinya begitu remuk. Air matanya tertahan melihat perlakuan Papanya sendiri terhadap Galan. Bagaimana bisa Papanya sendiri melakukan hal yang seperti ini kepada Galan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise & Treason.
Teen FictionKepercayaan yang telah lama hilang, kini dia mencoba untuk meyakinkan kembali hingga pada saat nya rasa pengkhianatanlah yang ia dapat. "Lantas kenapa tidak menyerah saja, bukankah sejak awal semuanya sudah jelas? akhir bahagia itu bukan milik kita"...