#17: Ferdinand Eleizer

1.5K 112 0
                                    

P E R I N G A T A N

CERITA INI MENGANDUNG UNSUR-UNSUR LGBT (GAY)

YANG MEMBENCI UNSUR TERSEBUT

MOHON MENINGGALKAN CERITA INI SESEGERA MUNGKIN

DITAKUTKAN ANDA AKAN MEMAKI CERITA INI DIAKHIR.

SEKIAN DAN TERIMA KASIH

SELAMAT MEMBACA.

.

.

.

"Belikan papa bubur," pinta ayah Ferdinand saat lelaki itu baru saja membuka matanya dipagi hari.

"Apa makanan rumah sakit—"

"Makan rumah sakit membuat papa mual."

Ferdinand hanya menghela nafas, ia tahu saat ini ayahnya berada pada kondisi sakit dan membuat ia harus mengalah dan menuruti semua keingian ayahnya. Disinilah ia berada, ditengah keramaian kantin rumah sakit untuk membeli seporsi bubur hangat untuk ayahnya.

Ia kembali menuju kekamar ayahnya, tapi langkah kakinya berhenti tepat didepan kamar dan seluruh tubuhnya mendadak membeku ditempat. Kedua matanya terbelalak melihat apa yang terjadi dihadapannya saat ini. Salah satu tangannya mengepal, tanda ia marah. Sangat marah, melihat Joel mencium Axton tepat dibibirnya. Jejak itu harus kuhapuskan malam ini. Ya malam ini.

Kembali ia langkahkan kakinya kembali menuju keruang rawat ayahnya dan langsung memindahkan seporsi bubur itu dalam mangkok. "Sebentar lagi aku harus kekampus," ucapnya sambil mengemasi barang-barannya dan meninggalkan ayahnya setelahnya.

"Axton."

Lelaki yang dipanggilnya itu hanya diam, lalu membuang muka. Cukup membuat shock Ferdinand, ini baru pertama kalinya ada yang berani membuang muka dihadapannya. "Bagaimana kalau kita berangkat bersama?" tanya lembut Ferdinand.

"Tidak perlu." Ia menjawab dengan singkat dan berjalan melewati dirinya, seolah dirinya tidak pernah hadir dan bertemu dengannya. Malam ini. Aku pastikan malam ini, aku akan mengambil itu darimu, Axton.

*

Ferdinand jenggah melihat mayoritas mahasiswanya mulai menguap dan bahkan ada yang tidur diwaktu kelasnya. Bagaimana tidak, waktu sudah menjelang sore dan hari ini adalah hari Jumat, waktunya weekend, having fun. Lelaki itu menghela nafas panjang dan dengan lantang mengucapkan, "Kelas saya akhiri."

Hanya tiga kata itu bagaikan mantra yang dengan jentikan jari membuat mayoritas mahasiswanya kembali terbangun dan mengemasi barang-barang mereka, lalu meninggalkan kelas. Sungguh pemalas, batin Ferdinand saat banyak mahasiswanya semangat untuk meninggalkan kelasnya. Sebegitu bosannya matakuliah yang aku asuh?

Rasa marahnya mendadak hilang saat pandangannya menangkap sosok Axton sedang menata buku-bukunya kedalam loker miliknya. "Bagaimana kuliahmu?" Basa-basi, inilah yang sedang dilakukan Ferdinand untuk kembali mendapatkan perhatian darinya. Tapi sapaan itu dianggapnya angin lalu, sama seperti dirumah sakit tadi pagi.

Matahari perlahan menghilang dari padangan muka bumi, bergantikan dengan cahaya bulan serta bintang. Menatap langit yang sudah gelap, membuat Ferdinand menghentikan pekerjaannya. Hampir dua jam lebih, ia memfokuskan dirinya untuk memeriksa semua tugas mahasiswa hari ini. Mungkin aku butuh minum, batinnya sembari mengemasi sisa pekerjaannya dan meninggalkan kantor yang sudah kosong.

Bar, adalah tempat yang paling disukai Ferdinand untuk minum dan sekaligus memilih pasangan untuk memuaskan hasratnya. Berkisar sepuluh menit, mobil yang dikendarainya sudah tiba disebuah club yang letaknya mendekati pinggiran kota, namun club ini tak pernah sepi dikunjungi kaum pemuda maupun pekerja yang penat.

James?

Berulang kali Ferdinand mengucek kedua matanya, mungkin ia lelah dan melihat bayang-bayang supir suruhan Joel berada dibar ini—lebih tepatnya menunggu diluar bar. Tapi tidak, kenyataannya James memang ada disana.

"Menunggu siapa?" tanya Ferdinand dengan tatapan penuh selidik.

"Tuan Axton." Ferdinand tersenyum puas seperti mendapatkan jackpot besar, sayangnya senyuman itu tak dapat dilihat oleh James karena pencahayaan diluar club begitu minim.

"Joel mencarimu."

"Kenapa tuan Joel tidak menghubungi saya secara langsung?" Tanpa disadarinya James bergumam lirih dan Ferdinand mendengarnya.

Ferdinand menghampiri James, "Sepupu sedang dalam kondiri lemah dirumah sakit, so dia minta bantuan saya untuk menyampaikan padamu." Ia menututurkannya dengan santai tanpa gemetaran sekaligus, membuat James semakin mempercayai kebohongan yang dibuat Ferdinand.

"Saya akan pulang, bagaimana dengan Ax—"

Ferdinand memotong ucapan James. "Saya akan mengantarkan dia pulang dan saya yang akan meminta ijin pada Joel." Tentu saja semua itu bohong, Ferdinand tak sekalipun memberitahu Joel mengenai hal ini. Ia justru akan menjauhkan Axton dari Joel dan melihat betapa menderitanya Joel ketika melihat Axton sudah jatuh ditangannya.

Lelaki itu masih menatatap James yang berkutat pada ponselnya, mungkin James sedang menghubungi majikannya. Berulang kali James melakukan panggilan, selalu operator yang menerima panggilan itu dan menyuruhnya uutuk menghubungi beberapa saat lagi.

"Pulanglah, aku sungguh mengkhawatirkan sepupuku." Setiap perkataan yang lontarkan Ferdinand begitu tegas tanpa ada intonasi kebohongan sedikitpun. Saat hendak masuk kedalam mobil, lelaki setengah baya itu teringat bahwa dirinya belum berpamitan kepada Axton.

"Sebentar tuan, saya mau berpamitan dengan Axton."

Ferdinand langsung mencekal lengan pria setengah baya itu, "Tak perlu. Joel sudah memberikan kabar pada Axton mengenai hal ini dan Axton menyuruhmu untuk langsung meninggalkannya ketika kau sudah bertemu denganku." James mengangguk dan memasuki mobil lalu meninggalkan club tersebut.

Sungguh licik Ferdinand.

***

a/n: author mengusahakan menyelesaikan cerita ini sebelum tahun 2018 hahah...

You're My ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang