#20 : Axton Martinez

1.6K 119 4
                                    

P E R I N G A T A N

CERITA INI MENGANDUNG UNSUR-UNSUR LGBT (GAY)

YANG MEMBENCI UNSUR TERSEBUT

MOHON MENINGGALKAN CERITA INI SESEGERA MUNGKIN

DITAKUTKAN ANDA AKAN MEMAKI CERITA INI DIAKHIR.

SEKIAN DAN TERIMA KASIH

SELAMAT MEMBACA.

.

.

.

"Karena Axton adalah cinta pertamamu, Axton adalah kebahagianmu."

Axton membuka kedua matanya, menatatap sekelilingnya. Ini asing, ia tidak pernah berada ditempat ini sebelumnya. Dirinya sedang berada diruang kamar yang luas dengan perabotan mewah, wallpaper biru dongker, dan hal yang baru ia sadari adalah tubuh mungilnya berada diatas tempat tidur berukuran king size berwarna hitam.

"Sudah bangun?"

Axton langsung memalingkan pandangannya pada pemilik suara itu, Joel. Lelaki itu sudah berdiri disampingnya dengan membawa baki berisikan semangkuk bubur, beberapa butir obat dan secangkir air hangat.

"Bukankah, kau harusnya yang berbaring dikasur ini?"

"D—Dan sejak kapan kau keluar dari rumah sakit?"

"Jangan katakan kau kabur, ini baru dua minggu lebih empat hari."

Tiba-tiba, mulut Axton terbungkam. Terbungkam dengan benda kenyal tapi lembut, dirinya baru menyadari Joel tengah menciumnya. Mencium dengan lembut, tanpa ada kekerasan sedikitpun, membuatnya merasakan adanya sengatan listrik yang barusaja lewati seluruh tubuhnya.

Lelaki itu menarik bibirnya, lalu tersenyum simpul. "Kau lebih cerewet ketika sakit ya." Axton termenung sejenak, aku sakit? Sejak kapan?

"Dimana Ferdinand?" Raut wajahnya mendadak pucat, ia sejenak melupakan keberadaan lelaki itu. Kedua bola mata itu masih melihat sekitarnya, seluruh tubuhnya menegang seketika dengan kata lain Axton berwaspada dengan kedatangan lelaki itu.

Ditengah ketegangan itu, kedua tangan Joel dengan lembut menarik tubuh kecil Axton kedalam dekapannya. Tubuh Axton mulai melunak secara perlahan. Rasa tegang mulai hilang sedikit demi sedikit, digantikan rasa aman dan terlindungi dalam dekapannya. "Ferdinand sudah tak akan menganggumu."

Axton masih terdiam. Lidahnya kelu. Otaknya tidak sanggup berpikir apapun. Yang diperlukannya saat ini adalah perlindungan. "Tapi biarkan aku bertanya satu hal," ia pun memaksakan menanyakan hal ini. Hal ini sudah lama ingin ia tanyakan, tapi waktu yang masih belum menyetujuinya.

"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"

Kedua mata itu masih menatatap Joel.

Sedangkan lelaki yang dihadapannya tampak kecewa, "Kau melupakanku? Aku teman sekelasmu sewaktu sekolah dan—" Joel menggantungkan perkataannya.

"Dan apa?" Axton masih menunggu, menunggu kelanjutan kata-kata Joel. Ia penasaran. Keringat dingin sudah bercucuran didahi lelaki itu, Axton hanya tersenyum dan menggenggam tangannya.

"Jika tak ingin kau lanjut, tak apa. Terima kasih kau sudah menolongku waktu itu." Joel mengerutkan dahi, lelaki itu bertanya-tanya.

"Terima kasih kau sudah menolongku kedua kalinya dalam keadaan yang sama." Kembali lagi, Axton mengulum senyum yang sama. Senyum yang membuat lelaki dihadapannya tak berhenti-hentinya menatapnya.

Suasana hening kembali menyelimuti mereka berdua, Axton yang sejak tadi masih berfokus menghabiskan semangkuk buburnya. Sedangkan Joel entah sedang memikirkan apa yang berada dibenaknya.

Lelaki itu berdeham, membuat Axton menghentikan aktivitas makannya dan mengalihkan fokusnya pada Joel. "Aku akan memberitahukan ini." Axton hanya memiringkan kepalanya, ia bingung. Suasana ini mendadak tegang, gaya bicara Joel pun berubah menjadi tegas seperti tak ingin dibantah sedikitpun.

"Aku mencintaimu, sejak masa-masa kita sekolah."

Axton terkejut, dirinya berusaha menututupi keterkejutannya. "Apa ini sebuah adegan penembakan seperti di serial drama romantis?"

Joel hanya tersenyum masam. "Hentikan candamu, biarkan aku menyelesaikannya."

Lelaki itu mulai menyatakan persaaannya yang sudah dipendamnya bertahun-tahun, memaparkan semuanya mengenai awal mula pertemuannya, ketidak beraniannya untuk menyatakan perasaannya hingga selesainya masa sekolah mereka berdua.

"Benar yang dikatakan Ferdinand kemarin. Kamu adalah cinta pertamaku dan kamu adalah kebahagianku. Bagaimana kalau kita menjalin hubungan ini?"

Axton tersenyum. Namun senyumnya lebih lebar daripad yang biasanya. Rasa ini, sudah sangat lama ditunggu-tunggunya, ia sangat percaya bahwa kebahagiaan itu akan datang dibalik usaha kerasnya selama ini.

"Apa jawabanmu?" Joel masih menanti.

"Iya. Aku juga mencintaimu," jawabnya sembari meletakan mangkuk disisi tempat tidur lainnya, lalu memeluk tubuh Joel dengan bahagia dan diakhiri dengan ciuman lembut dibibir Axton.

***

a/n: chapter berikutnya diprivate, tidak membaca bagian berikutnya tidak akan mengganggu jalannya cerita ini. Terima kasih. 

You're My ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang