#13 : Axton Martinez

1.7K 137 0
                                    

FLASHBACK PART 1

P E R I N G A T A N

CERITA INI MENGANDUNG UNSUR-UNSUR LGBT (GAY)

YANG MEMBENCI UNSUR TERSEBUT

MOHON MENINGGALKAN CERITA INI SESEGERA MUNGKIN

DITAKUTKAN ANDA AKAN MEMAKI CERITA INI DIAKHIR.

SEKIAN DAN TERIMA KASIH

SELAMAT MEMBACA.

.

.

.

Kecemburuan adalah titik mula semuanya terjadi, bagaikan percikan api yang menyulut sumbu obor kebencian itu. Para gadis-gadis itulah yang menyulut api kecemburuan melihat lelaki incaran mereka-Axton Martinez-mendekati gadis nerd, pintar, dan tidak popular. Selama duduk dibangku kuliah, Axton termasuk kalangan mahasiswa popular, banyak gadis-gadis berusaha mendekatinya, bahkan menawarkan tubuh mereka hanya untuk mendapatkan perhatiannya, hingga pada suatu saat hal buruk terjadi pada Axton Martinez seusai matakuliah terakhir pada hari itu. Semua itu terjadi satu setengah tahun silam, saat Axton sudah menduduki bangku kuliah semester ke-duanya...

"Kita keclub, sayang?"

Axton tidak menganggap ucapan gadis tersebut, ia masih sibuk mengemas buku-bukunya. Seusai mengemas bukunya, kedua matanya kembali melirik jam tangannya yang melingkar manis ditangan kirinya. Pukul tujuh lewat sepuluh menit, ia memiliki kerja part time disebuah restoran pukul setengah delapan.

"Maaf, aku ada part time," Axton menolak halus untuk kesekian kalinya. Gadis itu masih tidak mau menyerah, ia masih mengekor kemana perginya Axton.

"Sekali saja. Ini yang terakhir."

Axton tidak menjawab, hanya mempercepat langkah kakinya untuk menghindari kejaran gadis pemaksa itu. "Enyahlah. Aku ada part time." Refleks Axton kehabisan kesabaran, lalu membentak gadis itu. Gadis itu tampak terkejut sekaligus membisu dan pergi meninggalkan Axton yang masih terkejut dengan prilakunya. Ia pun langsung meninggalkan kampusnya, menuju kerestoran tempatnya bekerja, tanpa merasakan ada seseorang yang mengikutinya semenjak tadi.

Malam ini restoran tempat Axton bekerja cukup ramai pengunjung, ia diminta untuk lembur melebihi jam shift kerjanya. Jam demi jam, Axton bekerja mencatat makanan yang dipesan para pelanggan,, mengantarkan pesanan kemeja satu kemeja lainnya, hingga membersihkan meja sepeninggalnnya pelanggan tersebut.

"Kau boleh pulang, Axton." ucap manager restoran yang ternyata juga ikut membantu para pegawainya. Axton mengangguk, kemudian mengganti kerjanya menjadi pakaian sebelumnya dan pulang bersama sang kekasih-seorang gadis nerd, pintar dan tidak popular, yang juga bekerja ditempat yang sama.

"Bagaimana kita keclub terlebih dahulu?"

Lelaki itu terkejut, mendengarkan permintaan kekasihnya yang cukup tidak masuk akal. Sejak kapan dia berani menyebutkan nama tempat laknat itu? Apa yang membuatnya berani menyembutkan tempat laknat itu?

Axton yang menggeleng, menolak permintaan kekasihnya tanpa perkataan apapaun.

"Kenapa? Bukankah kamu juga ingin pergi kesana?" Axton mentatapnya datar, amarahnya masih bisa dipendamnya namun tidak untuk selamanya.

"Ada yang mengusik pikiranmu?" tanya lelaki itu.

Kekasihnya mengangguk, bahkan menititikan air matanya, mengingat kembali kenyataan yang baru dialaminya beberapa jam yang lalu sebelum kedatangan Axton untuk bekerja part time. Hari semakin larut malam, semakin sedikit orang yang berlalu-lalang pada jalanan kota Paris.

"Maaf aku masih egosi. maaf aku harus menjerumuskan-" Gadis itu mengehentikan ucapannya, pandangannya gelap dan tubuhnya terduyung kedepan, lalu jatuh keatas trotoar yang dingin. Terlihat beberapa gadis, lebih tepatnya ada satu gadis yang dikenali Axton. Gadis pemaksa.

Axton meraih tubuh kekasihnya dan menjaga jarak antara gadis-gadis itu. "Axton Martinez. Tak menyangka aku akan menggunakan cara selicik ini, hanya untuk membalaskan dendamku padamu." Gadis itu diam sejenak, sekedar menunggu respon Axton, tapi lelaki itu masih mengatup mulutnya rapat-rapat.

"Aku sangat iri dengan kekasihmu. Kekasihmu dengan mudah memikat hatimu, padahal tak ada apa-apanya dibanding denganku. Tapi kau tetap memilihnya, memang kekasihmu bisa memberikan kepuasan secara hasrat priamu, huh?"

Axton langsung melayangkan tangan kearah pipi gadis pemaksa itu dan menamparnya. Ucapan gadis pemaksa itu sudah menyakiti hati kecilnya, disisi lain ia bersyukur kekasihnya tidak mendengarkannya, bila mendengarkan hati kekasihnya akan lebih teriris lagi.

"Jaga bicaramu. Jangan seenaknya menuduh, terutama hal yang tak kau ketahui." Nada bicara Axton perlahan meninggi, lelaki itu marah. Tatapan matanya mulai menyala-nyala sekaligus diliputi rasa kebencian terhadap gadis pemaksa itu.

"Bius dia."

Tanpa disadarinya sebuah carian sudah berhasil memasuki kulit tubuhnya melalui jarum suntik yang sudah terlebih dahulu menancap pada lehernya. "Apa yang kau lakukan, gadis sialan?" ucapnya setengah berteriak sebelum pandangannya menjadi gelap semuanya.

***

You're My ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang