15 - A Troubled Party (3)

36 9 0
                                    

[Ferdi P.O.V]

Pesta kembali dilanjutkan.

Tidak ada kehadiran Rinda di dalam pesta tersebut. Diriku pun bertanya-tanya, kemana perginya cewek ... itu. Bagaimanapun juga, meskipun Lena masih hidup saat ini, tetap saja aku tidak bisa menerimanya. Dia harus menerima akibat dari perbuatan yang dia lakukan beberapa waktu yang lalu. Tidak ada kejahatan yang tidak akan mendapat balasan setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa. Meskipun aku seorang badboy, tetapi aku masih bisa menjadi goodboy, karena aku tahu, tidak ada yang tidak mendambakan keadilan di kehidupan dunia yang fana ini.

“Woi, Ferdi!”

Gadis baik itu kembali menyeru atau memanggilku. Kali ini, untuk pertama kalinya dia menepuk bahuku, karena dia kasihan padaku yang dari tadi melamun terus-menerus. Aku akui, aku melamun karena aku mengkhawatirkan gadis itu, bukan yang lain.

Iya. Seorang gadis yang bernama Lena.

“FERDI!!!”

Kali ini dia berteriak. Sungguh keterlaluan. Kali ini dia membuatku kesal setengah mati, tetapi aku masih tetap bersabar dan tetap memperdulikannya.

“Ada apa sih, Len?” balasku dengan cuek kali ini.

“Apa kau kesal padaku?” tanyanya lagi.

Astaga. Dia membaca pikiranku. Bagaimana aku menjawab pertanyaan kali ini?

“Kau tahu dari mana kalau aku kesal padamu?” tanyaku, ingin memancing emosi gadis itu kali ini. Sengaja ku lakukan itu, karena aku memanglah seorang badboy di suatu sekolah favorit.

“Iya, aku tahu dari raut mukamu saat kau menjawab panggilanku, tahu!” seru Lena lagi.

“Ya sudah. Kita harus menikmati pesta ini kembali, atau kita akan—“ Aku ingin melanjutkan obrolanku tetapi sudah dipotong oleh kata-kata gadis itu.

“Diusir dari rumahnya Rinda? Kau takut pada cewek itu? Cewek yang dulunya teman sekelasmu itu?”

Lengkap sekali apa yang dia katakan. Segera saja aku membalas dengan penuh percaya diri, “Tidak. Aku tidak takut.”

Biarlah aku dikatakan pembohong atau apa, karena aku sebenarnya tidak mau ambil pusing.

***

Tidak terasa pesta sudah selesai. Waktu hampir menunjukkan pukul 6 sore. Hampir malam rupanya waktu pesta itu selesai. Aku tidak mengerti lagi dah. Begitu kami keluar dari rumahnya Rinda itu, aku langsung berniat untuk mengantar Lena pulang ke rumahku—eh rumahnya maksudnya.

“Len, mau aku antar ke rumah tidak?” tanyaku memulai pembicaraan di depan rumah si tuan rumah yang mengadakan pesta itu tadi.

“Boleh—eh tidak usah saja. Aku tidak apa-apa,” jawabnya ‘labil’.

“Labil! Awalnya iya eh rupanya tidak,” ejekku pada gadis itu.

“Terserah aku lah! Itu kan mulut aku!” balas Lena kemudian ia menjulurkan lidahnya untuk meledekku.

“Ya sudah. Terserah dirimu. Kalau kau mau ikut, ikut. Kalau tidak, ya tidak. Titik.”

“Astaga kalian berdua ini kayak Tom and Jerry!” seru seorang cewek lainnya yang tidak mau kalah. Btw, yang tadi melerai kami itu si Ziah. Aku pun tidak terima jika kami dikatakan demikian. Mana mungkin, kami ini seperti dua hewan yang biasanya bermusuhan dan saling mengejar itu. Segera saja aku membalas dengan perkataan, “Bodohnya kau, Ziah. Aku dan Lena bukanlah Tom maupunJerry!”

“Mending kalian kayak Tom and Jerry daripada  kucing dan—“

Fine, Ikrar. Fine,” kataku memotong pembicaraan teman sekelasku itu. Tetapi aku sengaja melakukan itu, agar hewan yang biasanya menyandingi kucing itu tidak tersebut, alhasil, tidak ada yang sakit hati.

Fer-naTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang