16 - Ferdi Is...

53 9 0
                                    

[Lena P.O.V]

"Halo, Len. Aku bukan Ferdi."

Aku pun ternganga. Kalau bukan Ferdi, itu siapa? Mengapa harus ada orang lain yang meneleponku memakai handphone-nya cowok labil itu? Segera aku membalas ucapan itu. Aku tidak ingin berbasa-basi lagi. Aku harus mengetahui semuanya.

"Kalau begitu, kau siapa? Kau mau apa denganku?" tanyaku pada orang itu kemudian, yang dipastikan itu bukanlah Ferdi.

"Aku ingin bicara, soal...."

"Ferdi? Ada apa dengannya? Kau jangan macam-macam dengannya!" seruku kemudian. Apa sih yang dia rencanakan sebenarnya?

"Aku Ikrar, Len. Tenanglah. Aku akan menceritakan semuanya."

Aku pun bernapas lega akhirnya. Ternyata dia itu Ikrar. Segera aku tanyakan sesuatu pada Ikrar, "Jadi, Krar, ada apa denganmu? Apa yang ingin kau ceritakan? Apakah itu tentang Ferdi?"

"Iya. Ferdi itu ...."

"Ferdi kenapa? JAWAB!" teriakku kemudian. Nada bicaraku sudah mulai naik, karena aku tidak ingin terlarut dalam kekhawatiranku pada Ferdi. Eh, kok khawatir?

"Oke tenanglah, calm down. Jadi, si Ferdi itu...."

Aku pun menunggu jawaban dari Ikrar. Dia suka memutuskan obrolannya, jadi aku bingung, apa yang terjadi pada Ferdi sebenarnya. Aku hanya bisa bersabar dan tidak akan pernah bisa memaksa Ikrar untuk memberitahukan semua tentang Ferdi padaku saat ini.

Beberapa saat kemudian....

"Ferdi is c-o-l-l-a-p-s-e-d."

'Collapsed? Apa itu artinya?' Batinku.

"Dia pingsan, Len. Lagi aku bawa ke rumah sakit. Kalau kau mau, kau bisa nyusul diriku ke rumah sakit," lanjutnya.

"Apa kau bercanda, hah?! Kalau kau ngomong itu yang jelas lah!" seruku kemudian. Ziah yang mendengar kata-kata yang aku ucapkan pada seseorang di telepon itu segera menenangkan diriku dengan mengelus punggungku. Sungguh Ikrar, si cowok yang sekarang menjadi lawan bicaraku di telepon ini sama menyebalkannya dengan Ferdi.

"Sungguh, aku serius Len. Kalau kau tidak percaya, pergi saja ke rumah sakit yang berada di dekat tempat kalian berhentikan motor kalian."

"Hah apa? Dekat tempat kami?" tanyaku kebingungan. Aku pun segera menolehkan pandanganku ke sekitar, mencoba menemukan rumah sakit yang berada di dekat kami. Mengapa Ikrar bisa mengetahui tempat kami sekarang? Kalau begitu, sekarang dia di mana? Apakah dia berada di depan kami atau di belakang kami?

"Aku mengikuti arah pandangmu, Len. Kau mencari apa?" tanya Ziah yang berada di belakangku itu. Aku menolehkan mukaku pada Ziah dan baru menyadari bahwa Ziah mengikuti arah pandangku, makanya dia kebingungan.

"I-i-itu, Zi. Aku mencari sesuatu yang ditunjukkan si Ikrar," jawabku masih dalam keadaan panik.

"Memangnya dia bilang apa?" tanya cewek itu lagi.

"Ferdi di rumah sakit yang berada di sekitar kita. Mending kau bantu aku mencari tempat itu. Aku yakin pasti ada," jawabku lagi.

"APA?! Cowokmu di rumah sakit?!" teriak si Ziah kemudian. Astaga. Ferdi itu cowokku? Yang benar saja.

"Aku tidak yakin kalau aku bisa pergi bersamamu lagi, Ziah," ujarku tidak yakin.

"Ayolah. Aku tidak mau kau tidak datang ke sana dan meninggalkan kesempatan emas ini, Len!" seru Ziah meyakinkanku. "Soal orangtuamu itu kau tidak perlu khawatir. Kau tinggal jujur dan bilang pada mereka bahwa kawan kau lagi sakit, gitu bah," lanjut cewek itu lagi. Aku berpikir sejenak ketika mendengar perkataan dari temanku yang merupakan teman dari teman cowokku—eh temanku juga. Setelah berpikir sejenak dan aku dijamin tidak diapa-apakan oleh kedua orang tuaku yang meragukanku selama ini jika aku berada di luar rumah saat malam begini, akhirnya aku mengikuti Ziah ke rumah sakit yang ditunjukkan oleh Ikrar.

Fer-naTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang