Chapter 15

26 2 0
                                    

Bersinarlah digelapnya malam seperti bulan meskipun hanya sebentar. Bersinarlah bersama bintang-bintang yang indah di langit.

🐱🐱🐱

Abigail termenung, ia masih mengingat dengan jelas kejadian yang terjadi di sekolah tadi. Ia marah, ia merasa dilecehkan oleh Andre tetapi juga ada perasaan menggelitik ketika mengingat kejadian tadi. Ia tak tahu perasaan apa ini. Abigail segera tersadar dengan lamunannya ketika Radit memanggilnya untuk makan malam.

Abigail keluar dari kamar. Sesampainya di meja makan ia tidak melihat keberadaan Mamanya. Selalu seperti ini, ia hanya bisa melihat Mamanya ketika pagi hari saja. Ia sudah terbiasa dengan semua ini, hanya makan berdua dengan Abangnya saja.

Radit menoleh ketika mendengar langkah kaki mendekat. "Sini Ai Abang baru pesan Pizza buat makan malam kita, Mama gak bisa ikut makam malam bareng karena lembur lagi."

Abigail hanya mengangguk tanpa mengeluarkan suara, ia segera makan Pizza yang ada di meja makan.

"Bang?" panggil Abigail ketika selesai memakan Pizza.

Radit menoleh ketika namanya dipanggil. "Kenapa Ai?"

"Besok Abang mau ikut Ai Jogging?"

Mendengar itu Radit menoleh dengan tatapan menyesal. "Duh besok Abang gak bisa."

"Kenapa? Abang besok kuliah? Besok kan hari minggu bang,"

"Besok ada acara di kampus Abang, Maaf ya," ucap Radit menyesal.

"Hm. Yaudah deh Ai sendiri aja gak apa-apa kok," seraya tersenyum menenangkan seolah-olah mengatakan bahwa ia tidak apa-apa. "Ai ke kamar dulu ya bang udah malem."

Radit memandang punggung Abigail ynag sudah mulai jauh, ia menyesal tidak bisa menemani Adiknya. Jika tidak ada acara kampus yang mengharuskannya untuk datang ia tidak mungkin datang.

Kini suasana hati Abigail yang sudah buruk bertambah buruk, lagi-lagi ia sendiri lagi. Ia tidak egois untuk memaksa Abangnya untuk ikut Jogging dengannya, ia sangat mengerti bahwa Abangnya sibuk tapi tetap saja ia selalu merasa kecewa. 

Suara ponsel berbunyi menandakan ada Line masuk terdengar. Abigail menoleh manatap ponselnya, siapa yang mengirim Line disaat moodnya benar-benar sedang buruk.

Andreas Benedict: Ai?

Abigail mengernyit. Ia teringat lagi kejadian kemarin. Ah Abigail bisa gila jika seperti ini terus. Ia memilih mengabaikan Line dari Andre. Sudah cukup hari ini, ia tidak mau moodnya bertambah buruk jika membalas Line dari Andre.

Baiklah, Abigail akhirnya memutuskan untuk jogging sendirian  besok tanpa Abang tercinta. Sebenarnya ia bisa meminta Acel untuk menemaninya tapi tidak, besok adalah waktu istirahatnya. Lebih baik sendirian dari pada di temani Acel yang super cerewet itu.

🐱🐱🐱

Paginya, Abigail sudah siap dengan pakaian olahraga. Abigail segera bergegas keluar kamar. Rumah nya masih terlihat sepi. Mungkin Abangnya masih di alam mimpi. Abigail memakai sepatu olahraganya kemudian ia keluar rumah sambil berlari kecil ke lapangan kompleknya.

Sesampainya di lapangan Abigail berlari memutari lapangan. Setelah 4 putaran Abigail memutuskan untuk istirahat. Sudah lama ia tidak olahraga lagi, jadi ia cepat kelelahan. Abigail berjalan ke arah warung yang berada di dekat lapangan.

Ia membeli minum, sehabis berlari tadi rasanya bebannya terasa berkurang sedikit. Setelah membayar minumannya ia kembali duduk di pinggiran lapangan sambil merenggangkan kakinya.

“Ai,” Panggil Andre.

Abigail menoleh, ia tersentak kaget ketika melihat laki-laki yang sedang berada di belakangnya ini. Mau apa Andre ke sini? Tahu dari mana jika ia ada di sini? Banyak pertanyaan yang berkumpul di pikirannya ketika melihat Andre.

“Lu nguntit gue ya?” Tanya Abigail kesal.

“No. No. No. lu kira gua cowok apaan nguntit lu? Gue cuman kebetulan aja ke sini biar tau jalan. Lo  tinggal di komplek ini?” Cerocos Andre.

“Cih ngapain nanya lu kan udah tau,” balas Abigail.

Mendengar balasan Abigail yang menyebalkan itu Andre mendengus kesal. Ia berjalan mendekat dan duduk di samping Abigail. Sedari tadi ketika Andre memanggil nama Abigail, sebenarnya ia merasa gugup. Ia tidak nyaman jika harus bertemu Andre setelah kejadian kemarin. Ingin rasanya ia tidak mengingat kejadian itu, tapi tidak bisa.

“Lo sendirian di sini?” Tanya Andre.

“Menurut lo?”

Andre menggaru-garuk kepalanya bingung. Kenapa suasananya jadi canggung begini? Ia harus benar-benar akan memberi pelajaran kepada Marcel. Gara-gara tantangan gilanya Abigail jadi tambah cuek padanya. Sepertinya ini waktu yang tepat untuk meminta maaf pada Abigail. Sungguh ia tidak bermaksud apa-apa ketika mencium Abigail ia hanya melakukan tantangan yang di berikan Marcel padanya yah walaupun ia senang bisa mencium Abigail. Astagfirullah Andre.

“Ai?”

“Hm,”

“Gue minta maaf buat yang kemarin,”

“Bisa minta maaf juga lo?”

“Maafin gue ya,”

“Pergi sana,”

“Kok gue di suruh pergi?”

“Gue gak suka lo disini,”

“Yahh padahal gua betah disini bisa puas mandangin muka lo,” ucap Andre di sertai senyuman.

Senyum tipis tercipta di bibir Abigail. Ia tidak tahan berada di dekat Andre. Sebaiknya ia saja yang pergi dari sini. Bisa jantungan jika Abigail tetap di sini. “Gue aja yang pergi.”

Abigail bangkit dari duduknya berjalan menjauhi Andre. Sekilas Andre bisa melihat senyuman Abigail tadi, Andre senang Abigail tersenyum karena dirinya. Andre ikut berdiri mengejar Abigail dengan membawa sepedanya.

“Ai tungguin, pulang sama gue aja yuk.”

Abigail melirik sekilas ke arah Andre. Ternyata Andre membawa sepeda. “Gak.”

“Gue anter ya? Harus iya pokonya,” tegas Andre. Andre menarik tangan Abigail supaya mendekat.

“Gue kan udah bilang gak mau,” kesal Abigail.

“Naik sini duduk di depan gue.”

“Gak mau ih.”

“Naik aja napa sih.”

“Gue bilang gak mau.”

“Naik atau gue cium lo di sini?”

“Gila lo ya?” bentak Abigail.

“Nurut makanya. Mau lo gue cium di sini? Gue sih gak keberatan,” ucap Andre santai.

“Fine! Puas lo?”

“Oh iya dong. Pegangan yaa,” ucap Andre dengan senyum penuh kemenangan.

🐱🐱🐱

TBC...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 30, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RefrainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang