-o-
Mira merapikan rok hitam selututnya yang agak lecek. Telapak tangannya mengurut-urut kain agar garis lipatannya samar. Dia tidak sempet menyetrika roknya sebelum berangkat kerja. Ingat aksi nyosornya malam itu yang berujung malu. Setelah beraksi menjadi maling Mira langsung kabur meninggalkan Rean yang masih membeku. Ciuman Mira yang berapi-api tidak berhasil mendidihkan seorang Rean. Semua yang Mira kerjakan belakangan ini gagal total. Pekerjaan sehari-hari seperti setrika baju pun gak beres. Sering bengong menyetrika menyebabkan sampai jarinya bersentuhan dengan bagian besi yang panas. Nambah tato baru lagi di tangan. Paling parah adalah kemarin Mira lupa mensave desain untuk chocolate factory cabang baru di mall Central Park. Kliennya mau toko coklatnya disulap jadi tempat impian anak-anak. Garapan desain yang masih setengah jalan membuat kliennya ngamuk langsung ke Tasya. Masalah datang bertubi-tubi sulit teratasi kalau jiwanya terus-terusan terjebak di malam itu.
"Kecut banget tuh muka kaya kue cucur basi." suara mengejek dari mulut Dara mengembalikan kesadaran Mira.
"Tau aja sih yang sering nyemil kue basi."
"Asem." sahut Dara mendelik sebal.
Jam istirahat kali ini Mira manfaatkan untuk makan siang dengan Dara. Sayangnya Elani yang lebih waras harus absen karna ada acara tumpengan di kantornya yang lagi merayakan ulang tahun ke 6.
"Pesen deh yuk. Gue laper banget. Cacing gue udah mulai perang minta jatah." kata Dara mengusap-usap daerah perutnya.
"Sana pesen aja. Samain aja menu gue."
Dara memesan 2 porsi nasi goreng cumi ditemani 2 gelas es teh manis. Bedanya punya Mira harus lebih pedas.
"Dihardik lagi sama orang-orang kantor?" selidik Dara melihat sahabatnya itu hanya membolak balik nasi goreng tanpa dicicipi.
Gara-gara kemakan omongan lo Dar kerjaan gue ancur semua. Huft
Dara membekap mulutnya sendiri. Sesuatu terlintas begitu saja. "JANGAN BILANG MALEM ITU LO DAN DIA. KALIAN BERDUA ..."
"Usstt... jangan kenceng-kenceng dong." protes Mira. Malu kan kalau jadi pusat perhatian.
"Ini udah hari ke lima setelah malem itu kan? Lo sering pusing atau mual gak akhir-akhir ini?" selidik Dara lebih pelan kali ini.
"Mual banget gue denger pertanyaan lo."
"Ya Allah Mir, dibilangkan harus sabar nahan diri. Coba deh lo omongin baik-baik sama Rean buat nyari jalan keluar."
Kan makin ngelantur omongan Dara. Ini nih yang buat selera makan siang Mira drop.
"Enak aja lo. Gue pulang ke kosan malem itu dan gue cuman...ngelakuin ini." jelas Mira seraya jari telunjuknya menyentuh bibir.
"Sial gue udah prihatin aja tadi. Cuma maen bibir mah anak-anak kecil sekarang juga bisa."
"Terus gue harus gimana dong ? Dia jadi makin ngehindarin gue akhir-akhir ini."
Kalau ciumnya sama-sama dinikmati sih gak jadi beban. Tapi kalau hanya dinikmati sepihak Mira merasa berdosa.
"Btw gimana? Kasar gak maennya?" Dara kedip-kedip tidak jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Mr. Phobia
General FictionJanu Reandika. Cowok (29 th) ini wakil direktur utama di Clee Publish, sebuah perusahaan penerbit buku. Tubuhnya ideal dan tatapan matanya menghipnotis. Sayangnya Rean memiliki phobia langka yaitu Venustraphobia. Phobia ini mengharuskan Rean berhati...