15. Kepastian

162 26 3
                                    

-o-

Rean memandang langit sore yang penuh semburat merah melalui jendela. Kakinya melangkah gusar di lobi lantai dasar Clee Publish. Mirip setrikaan bolak balik dari ujung lobi ke ujung yang lain. Rean butuh seseorang yang bisa menahannya untuk tetap tinggal di kantor. Sampai disuruh lembur juga ikhlas asal malam ini ada kerjaan yang bisa mencuri semua waktu luangnya. Rean sudah menawarkan diri jadi babu dadakan ke Mba Kenanga sekretaris andalan Clee Publish. Sial, Mba Kenanga terlalu rajin dalam waktu seminggu sudah melakukan pengarsipan data-data perusahaan baik dalam bentuk soft file maupun printed out. Untuk pengaturan ulang jadwal rapat juga beres. Mencari peruntungan lain Rean berkeliaran di teritorial zombie alias tim redaksi yang diasuh Mba Rini. Kulit wajah mereka pucat kurang pasokan darah. Ditambah punya kantung mata super lebar. Mereka selalu berjubel dengan naskah yang masih sekasar kulit wajah kusam. Diperlukan banyak perawatan supaya mulus. Keberadaan Rean justru menghambat kinerja anak redaksi. Biang onar yang suka protes masalah sepele seperti desain cover buku yang biasa.

"Sore Pak Rean. Pulang Pak?" sapa Gusti ramah saat berpapasan dengan atasannya.

"Belom pengen pulang hehe. Oh ya Mas Gus laporan keuangan untuk pembelian bahan baku percetakan selama periode empat bulan terakhir sudah bisa saya cek gak malam ini?"

Mangsa bagus. Rean paling suka coret coret laporan keuangan yang berlapis-lapis itu.

"Udah saya taro di meja Pak Agung dari kemaren."

Rean menyatukan alis "Loh biasanya kan ke saya dulu ? kalo udah bener baru saya up laporannya ke Pak Agung."

"Waduh maaf Pak. Saya langsung diminta Pak Agung. Kata Beliau, Pak Rean lagi butuh waktu sendiri buat nyelesain masalah."

"Masalah?" Kening Rean berkerut.

"Emm...itu Pak yang diajak mantan balikan tapi keciduk tunangan." kata Gusti selirih tiupan angin.

Wanjir lambe si Goeng udah kaya kunci pintu toilet cowok yang dol. Rahasia orang malah disebarluaskan.

"Mas Gus gak nyebarin ke orang-orang kantor kan?"

"Rahasia aman Pak. Semoga cepat dapat solusi terbaik. Kalo kata saya sih Pak namanya mantan itu udah kaya kipas angin berdebu. Muter sih kenceng tapi anginnya gak ada. Percuma dipake juga. Mending move on ke kipas angin baru yang sekeceng tornado. Cepet selesai ya Pak masalah sama tunangannya." kata Gusti tulus.

"Makasi Mas Gus. Hati-hati pulangnya." balas Rean tersenyum kikuk.

Omongan Gusti  tidak seperti busa sabun yang gak lama meletup terus lenyap. Rean mendapatkan makna yang terselip di dalamnya.

Mas Gun sebut-sebut tunangan, sesuatu bergulir di benak Rean terbayang kilasan kejadian naas malam itu. Rean yang merasa melempem hanya mematung pasrah disaat banyak peluang untuk menghindar dari sergapan Mira. Siapa yang tahu malam itu ada keinginan kecil di hati Rean. Keinginan untuk memegang kendali. Sayangnya Mira mengakhiri semuanya disaat Rean baru ingin memulai. Parahnya kejadian malam itu berimbas pada kualitas kerja Rean yang menurun. Tertangkap basah oleh atasannya membaca proposal sponsorship untuk sebuah acara dengan posisi yang terbalik.

"Re, kamu unik ya. Ajarin saya dong baca proposal sama kaya gitu." ujar Agung diiringi gelak tawa.

Rean menoleh malas ke sosok Agung yang sudah mendaratkan bokongnya di tepian meja. Dasar bos gak sopan hobi banget duduk di atas meja kaya gak tahu fungsi benda yang bernama kursi.

"Ada yang perlu gue bantu Mas?"

"Gak usah Re. Kayaknya lo lebih butuh pertolongan. Kuatir banget gue sama tingkah lo belakangan ini." kata Agung seraya membenarkan posisi proposal yang terbalik.

Hello Mr. PhobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang