Part ini panjang!
Btw, boleh minta vote, comment dan share nya?
TERIMAKASIH!
----
Lynne menganga saat mendapati kalau perusahaan Wallance jauh lebih besar di bandingkan perkiraannya. Gadis itu terpaku di tempatnya sembari menatapi dekorasi perusahaan Wallance yang tampak elegan dan mewah.
"Kenapa diam?" tanya Robert binggung. Lelaki itu tadi sudah berjalan jauh di depan Lynne karena ia pikir Lynne mengikutinya dari belakang. Tapi ternyata, ia salah. Lynne masih bergeming di tempatnya sedaritadi karena gadis itu terpesona dengan design interior Wallance's Group.
"Aku suka tempat ini." Lynne bergumam kecil, pandangan matanya naik turun, seakan sedang meng-scan tempat ini secara keseluruhan. "Entah kenapa, rasanya aku merasa punya ikatan dengan tempat ini, Rob."
Robert terkekeh sembari mengacak rambut Lynne gemas. "Kau lucu saat terdiam seperti tadi, sangat imut. Rasanya, aku ingin menerkam mu disini sekarang juga, Lynne."
"Dalam mimpimu." Lynne menggerutu dan berjalan meninggalkan Robert. Gadis itu menghela napasnya beberapa kali sembari memperbaiki rambutnya yang sudah acak-acakkan akibat perbuatan Robert.
"Hey!" Robert berlarian demi menyusul Lynne yang sudah berada di dalam lift, dan karena lift itu hampir tertutup, Robert terpaksa merelakan kakinya untuk terjepi di dalam lift itu, supaya pintunya kembali terbuka. "Au!" rintih Robert pelan.
Lynne membelak melihat kejadian di depannya, dan dengan cepat wanita itu menekan tombol buka agar pintu lift itu tidak kembali tertutup. "Apa kau baik-baik saja, Rob?"
Robert menghela napas sembari mengelusi kakinya yang terasa berdenyut-denyut, padahal ia memakai sepatu, tapi rasa sakitnya sangat terasa sampai ke tulang-tulangnya. "I'm fine."
Lynne hanya bisa meringis sembari menatap Robert dengan penuh rasa bersalah. "Maaf, seharusnya tadi aku menahan pintunya." gumam Lynne. "Sekali lagi maafkan aku, Rob."
"Hey, tidak perlu seformal itu, Lynne, aku tidak papa." Robert menenangkan Lynne dengan kata-katanya, dan perkataan Robert selalu sukses membuat Lynne merasa lebih bai, meskipun nyatanya Robert sering bertingkah jahil, mesum, dan menyebalkan.
"Kita ke lantai berapa?" tanya Lynne.
"17." balas Robert singkat. Lelaki itu tiba-tiba saja merubah ekspresinya dari senang menuju gelisah. Tangannya sudah memegangi perutnya yang terasa sangat ane sekaligus sakit secara tiba-tiba. "Lynne, apa kau punya obat penenang?"
"Hah? Obat penenang? Aku tidak memilikinya, untuk apa?"
"Perutku sakit." Robert memegangi perutnya saat rasa sakit itu malah semakin menjadi-jadi. "Aku selalu sakit perut saat aku gugup, tapi hari ini aku lupa membawa obat penenangku, Lynne."
Ting!
Lift terbuka, membuat Robert dan Lynne sama-sama terkejut di tempatnya. Kedua manusia itu keluar dari lift dengan bingung sekaligus celangak-celinguk karena keadaan koridor yang sangat sepi.
"Kau yakin disini tempatnya?" Lynne mengernyit binggung sembari menatapi sekitarnya. Wanita itu bahkan sudah tidak memperhatikan wajah Robert yang sudah memutih karena menahan sakit.
"Lynne, perutku sakit sekali, aku harus ke toilet."
"Eh, tapi wawancaranya?"
"Aku akan melakukannya dengan cepat."
Robert berlarian menuju toilet yang berada di ujung koridor, sedangkan Lynne di tinggalkan sendirian, di saat ia tidak mengetahui seluk-beluk dari perusahaan yang amat besar ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
[#W1] That devil is my CEO (COMPLETED)
Romansa[Follow dulu untuk kenyamanan bersama🙏] cerita ditarik sebagian demi kepentingan penerbitan. ⚡WALLANCE BOOK ONE⚡ --- Gabriel Wallance, anak bungsu dari Wallance's Group. Tidak pernah muncul ke publik, bahkan enggan menyapa karyawan karena rasa mala...