Lynne memandangi Gabriel yang sedang tertidur dengan pulas sembari menghela napas. Jam sudah menunjukan pukul enam dan pesta akan dimulai dua jam lagi.
Tapi, keadaan Gabriel sama sekali tidak membaik. Lelaki itu masih demam. Malah, demamnya semakin parah setelah meminum obat. Lynne merasa tangannya seperti terbakar ketika menyentuh kulit Gabriel.
Gadis berbola mata biru itu mengambil handuk yang terletak di kepala Gabriel dan memasukkannya ke dalam baskom berisi air hangat. Kemudian, Lynne memeras handuk itu dan kembali memasangnya pada tempat semula.
Gabriel sempat terkejut saat rasa dingin dari handuk itu menyentuh kulitnya. Ia bangun dengan kepala yang berputar-putar dan mendapati Lynne masih setia di sana.
"Kenapa kau tidak pulang?" tanya Gabriel. Suaranya serak, khas orang baru bangun tidur.
"Karena aku menjagamu, Pak." Lynne menjawab jujur dengan wajah polosnya. Matanya memandangi Gabriel penuh simpatik. "Apa kita benar-benar harus pergi? Badanmu panas sekali. Aku bahkan tak yakin kau mampu berdiri, Pak."
"Stt." Gabriel meletakkan telunjuknya di bibir, tanda bahwa ia meminta Lynne berhenti bicara. "Aku bisa mengurusi diriku sendiri. Kau hanya perlu melakukan bagianmu, Miss Dawn. Ingat, statusmu adalah tunangan palsuku."
Tunangan palsu, ya?
Lynne tiba-tiba merasa tertohok mendengar kalimat itu. Palsu, palsu dan palsu. Ia harus menempelkan pengingat itu di otaknya agar ia sadar, bahwa hubungannya dengan Gabriel tidak di landasi cinta.
Lynne tidak boleh terlena terlalu dalam dengan perjanjian ini. Karena ia tahu ... nantinya akan menyakitkan jika ia mencintai Gabriel di saat lelaki itu tidak menganggapnya ada.
"Baiklah," balas Lynne pasrah. Gabriel tidak bisa di beritahu. Dia sama keras kepalanya dengan Lynne, dan tampaknya ... ia sangat memprioritaskan keluarganya. "Tapi aku belum mandi, aku juga tidak punya make-up dan dress. Kau tidak malu kan jika aku datang dengan penampilan senatural ini?"
Lynne menatap mata Gabriel sembari mengerjap-ngerjap, kode bahwa ia berharap Gabriel akan menjawab 'iya'.
Tapi realita memang tidak pernah seindah ekspetasi. Bukannya menjawab iya dan membuat Lynne terbang ke langit seribu, Gabriel malah menjatuhkannya ke tengah-tengah semudera.
"Tidak. Kau harus berdandan malam ini. Aku pastikan, kau mendapat make up artist terkenal. Para designer langganan adikku juga akan ku hubungi."
Jawaban Gabriel sudah menjelaskan semua pertanyan Lynne. Lelaki itu juga melihat fisik seorang wanita, berbeda dari ekspetasi Lynne.
Lynne kira ... Gabriel berbeda dari Daniel yang playboy dan hanya memacari gadis-gadis cantik. Tapi ternyata, ia sama saja.
"Karena aku tidak cantik? Jadi kau mau menyewa make up artist terkenal, Pak? Karena kau malu?" tanya Lynne dengan nada sedikit sinis. Entah kenapa, ia rada sakit hati dengan Gabriel.
"Woah, kau suka menyimpulkan sesuatu sendiri ya?" Kening Gabriel berkerut saat mendengar penuturan Lynne. "Aku bahkan tidak bilang kalau aku malu."
"Jadi ... kenapa kau mau repot-repot melakukan hal itu jika kau tidak malu?" balas Lynne.
"Karena aku tidak mau wanitaku di rendahkan oleh siapapun di pesta itu nanti," ucap Gabriel dengan suara rendah. Matanya tampak begitu teduh ... dan Lynne kembali terpesona.
Setiap gerakan, deruan napas, serta ucapan lelaki ini sukses membuat Lynne gila.
Pipinya memanas lagi. Ia tahu kalau wajahnya sekarang memerah seperti kepiting rebus. Di dalam hati, Lynne bersyukur karena Gabriel itu memiliki kepekaan yang kurang tentang perasaan seseorang. Karena itu ... Lynne yakin Gabriel tak sadar kalau pipinya memerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
[#W1] That devil is my CEO (COMPLETED)
Romansa[Follow dulu untuk kenyamanan bersama🙏] cerita ditarik sebagian demi kepentingan penerbitan. ⚡WALLANCE BOOK ONE⚡ --- Gabriel Wallance, anak bungsu dari Wallance's Group. Tidak pernah muncul ke publik, bahkan enggan menyapa karyawan karena rasa mala...