Kata siapa Om-Om identik dengan perut buncit dan menggelikan, Om punyaku masih keren dan menawan!
..
..
..Aku baru tahu, berpura-pura itu tidak terlalu buruk. Apalagi, bermain peran untuk hal yang kita sukai. Menebar senyum; toh, selama ini, aku juga bukan orang yang selalu cemberut. Ngomong yang baik; memangnya, Praveena pernah berbicara tidak baik? Ayolah, semua yang kukatakan selalu punya makna. Dan, kurasa sejak purba kala, hal baik adalah sesuatu yang bermakna. Termasuk umpatan yang selalu dianggap miring oleh beberapa orang.
Jadi, kalaupun sekarang aku harus memulas senyum di wajah, sedikit menghilangkan umpatan dan mengikuti aturan main Gandhaa, mungkin tak terlalu sulit. Sebentar, aku menggantinya dengan apa ya... "Halo ..." Kusapa sosok perempuan di balik cermin yang mengenakan black top dan dikombinasi dengan kulot bewarna terracotta dan sneakers putih. Mukanya berseri sekali karena sebentar lagi lemari pakaianku akan bertambah isi. "Elo seneng banget kayaknya ya?" Aku terkikik sendiri.
Ucapan Gandhaa mengenai ia yang tak mau lama menunggu membuatku tersadar dan segera menarik sling bag, lalu menuruni tangga. Mendapati anggota keluarga lengkap duduk di ruang tamu, aku menghampiri mereka dan berniat mengecupi pipi mereka semua. Namun, saat tiba pada giliran Mas Satya, ia menarik wajahnya, melirikku penuh antisipasi dan berkata menyakitkan, "Nggak mau dicium sama cabe-cabean."
"Ini bukan lipstik cabe ya, Mas! Cabe tuh merah nge-jreng! Punyaku kan kecokelatan gini!"
Mas Satya masih tetap tak membiarkanku menciumnya. Malah, kini dengan hiperbolik, ia menutup kedua pipi. "Kayak Laras tuh kalau pakai lipstik. Pink. Bagus. Kamu nih apa. Udah kayak krayon."
"Bodo! Bye!" Tak lagi menghiraukan kakakku satu itu, aku berbalik ke hadapan Mama dan Papa. Memeluk mereka bergantian. "Pra mau kerja lagi dong sama Gandhaa. Mama dan Papa seneng kan?" Kemarin, sehari setelah persetujuanku, Pak Alfi datang mengangkut kembali beberapa barangku ke apartemen Gandhaa.
Mereka berdua mengangguk bersamaan. Dalam hati, aku menertawakan keluargaa yang tak mengetahui strategi apa yang kususun dengan calon menantu kesayangan; Laras.
"Hati-hati, Pra! Titip salam buat Gandhaa dan Raka!"
Aku hanya mengangkat tangan sebagai simbol OKE tanpa membalikkan tubuh. Tetap berjalan tergesa keluar rumah, menelusuri jalanan dan menyapa kedua satpam yang berjaga.
"Buru-buru amat, Mbak?"
"Mau catwalk, Pak!" jawabku kencang, sambil terus mendekati mobil yang sedang berdiri sombong. "Bentar, kok gue agak takut ya?" Aku berhenti melangkah beberapa jarak dari mobil itu dan mengangkat kedua tangan, berdoa, "Ya Allah, semoga Gandhaa nggak tau drama gue. Aamiin. Semoga ini berhasil, aamiin. Semoga Mama, Papa, Mas Satya dan Laras nggak bohong soal nggak ngasih tau Gandhaa kalau gue udah tau perjodohan ini, aamiin. Semoga---"
"Yang di sana, hey!"
Spontan, aku menurunkan tangan, nyengir saat Gandhaa samar-samar terlihat mengerutkan kening. Mengitari mobil, aku masuk ke kursi belakang. Namun, baru saja mendaratkan bokong, suara dari depan kembali menyadarkan.
"Seingat saya, kamu bukan Nona majikan yang sedang saya jemput."
"Ha?"
"Pindah ke depan, Pra."
Oh? "Okay." Senyum, Pra .... Tersenyumlah! "Saya pikir, Raka ikut, hehehe." Sambil menahan tubuh yang gemetar, aku duduk di sampingnya dan meremas sling bag kuat. Ya salam. Kenapa mobil ini dingin sekali.
"Raka lagi di tempat Tristan. Saya ajak, katanya mau ngerjain PR bareng Tristan aja, sambil nunggu kamu di rumah. Lagipula, dia nggak tau kalau malam ini, Mbak Cantiknya akan menghabiskan uang Papinya."
![](https://img.wattpad.com/cover/126009505-288-k946694.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Wishy-Washy ✔️ [ SUDAH TERBIT ]
Chick-LitKarena laki-laki tampan bukan lagi menjadi incaran. Seiring berkembangnya zaman, selera perempuan tak akan pernah bisa kamu prediksi. ... ... ... Enjoy!