Sial, aku dibikin gemetar dan panas dingin!
..
..
.."Gila sih lo, Pra."
Kuhitung, Laras sudah mengatakan kalimat yang sama sebanyak enam kali. Dengan ekspresi sama pula, gelengan kepala yang mungkin juga seirama.
"Gilaaa. Gilaaaa. Gue nggak nyangka pernah ngucapin 'Happy birthday yang ke dua puluh enam' buat lo, Pra. Apa jangan-jangan kayak film Sweet Twenty, lo balik ke umur enam belas? Ha? Coba bilang ke calon Kakak ipar ini yang dewasa dan bijaknya ngalahin Ashanty."
"Tapi Raka jatuh juga bukan sepenuhnya salah gue!" Dia cuma nggak tahu apa yang kudapatkan setelah Gandhaa dan mamanya keluar pintu rumah semalam. Mama langsung masuk kamar, Papa sempat memelukku dan berbisik penuh motivasi sebelum menyusul Mama. Dan, Mas Satya malah menertawakanku, lalu berjalan ke kamarnya. Tidak ada yang peduli dengan kondisiku. "Please, gue udah terlalu mumet, Ras. Oke, gue kesel sama Gandhaa, tapi asal lo tau, gue nggak sebejat itu sampe berniat nyelakain Raka.
"Satu-satunya alasan gue nyuruh Raka lawan cuma karena nggak mau dia kalah. Dan, sekarang, Gandhaa marah, milih mundur dengan sok pahlawannya, cuma karena takut anaknya gue bunuh! Najis memang tuh orang!"
"Serius, Pra, lo mikir gitu?"
"Ha?"
"Di saat anaknya patah tulang. Dia di rumah sakit sendirian, Mamanya masih di perjalanan. Terus, satu-satunya harapan dia cuma seorang gadis yang ngakunya sayang Raka, tapi malah datang telat, karena lagi kesenangan date sama cowok lain. Lo pikir itu nalar?"
"Tapi gue...." Aku nggak bisa melanjutkan lagi.
"Pernah enggak lo mikir. Kalau Gandhaa juga capek pura-pura diam, nggak ngomongin masalah perjodohan padahal dia tahu dan malah ngebiarin lo bebas sama Kemal. Pernah, Pra?"
"Salah gue."
"Memang."
"Tapi kan, Ras, gue sama Bang Kemal... demi Allah gue tuh suka dia!"
"Yaudah. Jalanin. Toh, sekarang lo udah bebas. Apalagi yang lo pikirin?"
"Raka. Gue mau jenguk dia."
"Jenguk. Beres."
"Tapi ... gue malu sama Gandhaa."
"Kenapa?"
"Maluuuuuu!"
"Elo bukan malu, Pra. Tapi cuma takut bakal nemuin satu fakta, kalau ada perasaan lain yang bisa kapan pun nongol pas lo nemuin dia. Lo takut buat ngakuinnya."
"Ha? Gimana?"
Perasaan apa yang Laras maksud? Ingin membunuh Gandhaa, maka ya! Aku ingin menghabisi laki-laki itu.
Laras berdiri dari kasur. Menatapku dengan penuh aura keprihatinan. Sejak semalam, aku memang tak keluar kamar. Takut menghadapi Mama dan Mas Satya. Dan, seakan tak peduli, hanya Papa yang tadi pagi membawa sarapan untukku. Hingga akhirnya, siang ini, gadis yang mengaku akan menjadi ipar, menjengukku dan menyampaikan bela sungkawa.
Sialan.
"Gue harus ketemu seseorang, mau ngobrolin dekorasi. Dengerin gue, Pra. Untuk terakhir kalinya gue bahas ini sama elo. Gue Laras, udah sampai di tahap diskusi pernikahan. Dan, elo Praveena, sampai kapan masih sibuk menuhin hasrat nggak jelas lo itu tentang Bang Kemal?"
Hasrat nggak jelas? Bang Kemal? Bang Kemal ... holy shit! Aku lupa belum mengabarinya sejak mengantarku pulang saking aku merasa panik dengan kalimat Gandhaa bahwa ia akan menyelesaikan semuanya di rumahku. Asshole satu itu membuatku malu di depan Bang Kemal. Dia mempermalukan keluargaku. Harusnya, aku yang mengakhiri perjodohan, bukan dia. Sungguh, kedatangan Gandhaa dan mamanya itu benar-benar kejutan paling biadab seumur hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wishy-Washy ✔️ [ SUDAH TERBIT ]
Chick-LitKarena laki-laki tampan bukan lagi menjadi incaran. Seiring berkembangnya zaman, selera perempuan tak akan pernah bisa kamu prediksi. ... ... ... Enjoy!