Chapter 17

286 28 0
                                    


  Hazel tampak asyik menikmati acara membaca novelnya di sebuah taman samping sekolah. Jari mungilnya yg lentik terlihat lihai mengamati tulisan demi tulisan yg tercetak rapi di novel yg dibacanya. Sesekali ia menyisipkan anak rambutnya ke belakang telinga.

"Kok gue jadi ngerasa nggak enak ya ninggalin Leo kemarin di Rumah Sakit. Pasti dia tambah marah lagi sama gue" gerutunya sambil menutup buku tebalnya dg kesal.

"Nih" Seketika Hazel menyeringat heran mendapat sebuah coklat dari seseorang yg tiba-tiba duduk disampingnya.

"Katanya coklat itu bisa bikin mood seseorang jadi baik. Nih, cobain deh" sambungnya tersenyum menyodorkan sebungkus coklat untuk Hazel.

"Ma..--kka-sih Go" ucap Hazel dg ragu mencoba menerima coklat itu. Pasalnya Hazel itu memang tak suka makan coklat. Ralat! Memang tidak bisa, ia memang alergi makan coklat sejak kecil karna perutnya akan terasa sakit jika memakannya.

Namun sebelum coklat itu berada ditangan Hazel, seseorang tiba-tiba saja mengambilnya sambil menatapnya tajam.

"Leo!" Ucap mereka secara bersamaan tak percaya dg cowok yg berada didepan mereka saat ini.

"Sorry Man, Dia nggak suka coklat" ucapnya tanpa memperdulikan tatapan mereka.

"Kenapa memangnya?" Tanya Virgo heran.

"Dari kecil Hazel alergi makan coklat, karna perutnya sedikit bermasalah. Jadi mendingan lo kasih coklat lo ini buat orang lain" Leo menyerahkan coklat tadi pada Virgo, tanpa mengucapkan sepatah kata pun ia langsung melenggang pergi meninggalkan mereka yg mematung ditempat.

Hazel masih terkesima dg perlakuan Leo yg masih perhatian padanya walaupun mereka saat ini sedang tidak baik-baik saja. Apalagi ucapan Leo tadi yg memanggilnya dg sebutan 'Hazel' baru kali ini cowok itu memanggilnya seperti itu.

Apa sebegitu besar kesalahannya selama ini terhadapnya, sehingga cowok itu seakan tak mengenal dirinya? Apa mungkin Leo menyerah dg sifat juteknya yg kerap kali ia berikan pada cowok itu?. Dengan setengah berlari Hazel mencoba mengejar Leo yg sudah hampir tiba diujung koridor. Mungkin saat ini ia harus mengurangi sedikit egonya asalkan Leo tidak menjauhinya.

~¤Hazel¤~

"Le" Dengan gerakan cepat ia berhasil menahan pergelangan tangan Leo, membuat cowok itu berbalik badan.

"Ada apa?'' Sahutnya singkat terkesan dingin.

"Kita perlu bicara" Hazel dibuat tak enak hati mendengar ucapanya

"Kita cari tempat lain" Dengan patuh Hazel mengangguk dan mengekori Leo berjalan. Sampai tibalah mereka di taman samping sekolah.

"Ada apa?" Ujar Leo memulai pembicaraan.

"Lo kenapa sih?"

"Kenapa apanya" balasnya santai sambil menopang tubuhnya dg kedua tangannya.

"Lo beda dari bisanya, kenapa akhir-akhir ini selalu bersikap dingin sama gue, bahkan terkesan menghindar" Ucap Hazel dg nada bergetar menahan sesuatu yg bergejolak dalam tubuhnya.

"Ya kan lo tau kalo gue di rawat di Rumah Sakit, bukannya lo sekarang senang menikmati hari-hari lo tanpa gue ya" kedua mata Hazel berkaca-kaca mendengar ucapannya, cowok ini seakan menyudutkan nya atas semua yg terjadi.

Leo mengalihkan pandangannya ke arah lain, ia paling tidak bisa melihat gadis disampingnya ini menangis, apalagi karena dirinya.

"Tapi lo yg ngejauhin gue Le.., bahkan gue sama sekali nggak ngerti kesalahan gue dimana, sampai lo bersikap kaya gini ke gue" air mata Hazel menyeluruh seketika bersamaan dg isakannya. Leo yg melihatnya segera mendekap tubuh gadis yg dicintainya itu kedalam pelukannya. Cukup sudah, ego yg selama ini ia perbuat, itu hanya akan membuatnya semakin merasakan sakit secara bersamaan.

"Gue bukannya ngejauhin atau ngehindarin elo, gue lagi fokus dg ekskul Seni Musik sekolah kita. Gue juga mau ngebebasin elo dari sikap Possesif gue selama ini, yg justru ngebuat lo semakin jauh" serunya sembari menangkup wajah Hazel yg dibanjiri oleh air mata, sesekali menyerkanya dg lembut.

"Gue sama sekali tertekan dg sikap lo selama ini, justru gue takut kalo elo bersikap kaya gini ke gue Le.., gue nggak bisa" Hazel menangis sesunggukan sambil menyusut ingusnya.

"Udah ahh diem, cengeng dasar" Leo terkekeh menyentil pelan hidung mancung Hazel.

"Ihh.. elo mah nggak bisa apa diajak serius sedikit"

"Ohh, jadi lo mau gue seriusin. Kaya gimana? langung nikah atau kawin dulu" godanya menaikkan alisnya. Dengan kesal Hazel memukul bahu Leo hingga membuat cowok itu meringis kesakitan diiringi tawa menghiasi keduanya.

Masih tersimpankah rasa Cinta yg semakin tumbuh didalam hati? Atau hanya lewat hembusan angin dapat terbalaskan.

   ~¤Hazel¤~

"Apa kabar Ma" kata seorang lelaki berjas hitam yg baru tiba dirumahnya sekitar satu jam yg lalu.

"Tentu saja baik Rio kau sendiri juga kelihatannya begitu" balasnya sambil mengiris potongan sosis yg tengah ia masak saat ini.

"Kamu duduk dulu sana, sebentar lagi masakan Mama akan segera jadi" Dengan patuh Rio menurutinya lalu segera menuju ke ruang makan.

"Kamu itu seperti tak mengerti jalan pulang Rio, apakah kau anggap rumah ini hanya sebuah Hotel tempat kau sekedar singgah" cibir Mamanya sembari meletakkan hidangan makanannya dia atas meja.

"Mama tidak tahu saja jadwal penerbanganku yg terkadang berubah-ubah. Ayolah Ma, putramu yg paling tampan ini selalu membelikanmu berlian merk apa saja yg Mama mau. Jadi tidak usah menegurku seperti itu"

"Bukan hanya Mama yg kesal padamu Rio! Apa kau tak tau bagaimana sikap adik tersayangmu itu yg setiap hari kesal terhadapmu. Mama yakin, gadis itu akan memukulmu jika tahu kau sudah pulang" Rio terkekeh mendengar penuturan Mamanya. Mengingat gadis itu, rasanya ia sangat merindukan adik kecilnya itu. Rasanya hampir 1 abad tak melihat wajah merona adiknya itu yg selama ini ia lindungi segenap jiwa dan raga.

"Aku juga berfikir demikian, bahkan dia akan terlihat seperti macan betina jika marah nanti" candanya diiringi tawa kduanya yg terdengar diruangan itu.

"Bagaimana dg kondisi Dady Ma?" seketika Rio menunduk sedih mengingat kondisi Dady nya yg masih tebaring lemah di Rumah Sakit.

"Sejauh ini kondisinya masih stabil, Quen juga hampir setiap hari menjeguknya. Mama sampai tak tega melihatnya berurai air mata setiap kali menjenguk Dadymu"

"Rio akan berusaha menyembuhkan Dady, Ma. Bahkan Rio bisa membawanya untuk melakukan pengobatan keluar negeri" ujar Rio dg nada tertahan.

"Quen pasti tidak akan setuju dg keputusanmu ini Yo, dia pasti tidak akan sanggup jauh dari Dadymu. Biarkan dia tetap disini, Mama yakin Tuhan segera mengabulkan do'a kita" Wanita itu menatap sendu kearahnya, ia teramat kasihan dg kondisi yg menimpanya sejak dulu.

"Terima kasih karna Mama telah merawatku dan juga Hazel selama ini. Bagi Rio, Mama sudah Rio anggap seperti ibu kandung Rio selama ini" Rio menggengam lembut wanita yg sudah bertahun-tahun merawatnya dan juga Hazel sampai kini. Ia tak bisa membayangkan jika hidupnya tanpa kehadiran wanita yg ada dihadapannya kini.

"Kamu tidak perlu ber terimakasih Rio, Mama sangat menyayangi kalian berdua seperti anak kandung Mama sendiri. Mama hanya menjalankan amanah dari Almarhumah Momymy yg menitipkan kalian ke Momy" Dengan sigap Rio memeluk haru wanita itu dg erat. Sungguh, ia sangat menyayangi Mamanya itu dg tulus, wanita itu yg selalu membasuh rindunya pada Momynya yg kini sudah jauh darinya.


-----------------
Jangan lupa tinggalkan Vote gaes 😉

Jadi kangen sama Couple JaDine 😁





Hazel 'TERSEDIA VERSI CETAK'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang