Hari-hari setelah pertemuan pertama di kantin, adalah hari-hari yang berbeda. Entah bagaimana, kita jadi lebih sering bertemu. Ketika di koridor, ketika di perpustakaan, atau ketika aku hendak pulang. Tapi kita masih saling tidak mengenal.
Aku bukan orang yang mudah jatuh cinta, apalagi berpindah hati. Seolah cinta itu hanya sebuah gantungan kunci, yang bisa dipermainkan dengan mudah ketika bosan. Saat itu masih tahun ajaran baru, tahun pertama aku menjadi siswi putih abu-abu. Yang ada dalam pikiranku, cuma bagaimana caranya aku bisa mengapai cita, membanggakan orangtua dan keluarga. Sama sekali tak terpikir untuk jatuh cinta lagi.
Komitmen untuk tidak jatuh cinta lagi masih aku pertahankan saat itu. Aku tidak punya waktu untuk memikirkan laki-laki yang belum tentu memikirkanku--hal yang dilakukan mereka yang sedang jatuh cinta. Itu hanya buan-buang waktu.
Ya, memang awalnya begitu. Tapi, segala sesuatu yang ada di dunia pasti akan mengalami revolusi, perubahan. Dan waktu berperan penting dalam perubahan itu.
Semua berubah. Termasuk perasaanku. Waktu telah mengubah hati yang sudah terkunci, kini terbuka kembali.
Satu hari di hadirnya rasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Hari di Bulan Mei
القصة القصيرةTeruntuk kamu yang kurindukan kehadirannya. Setelah kepergianmu, malamku menjadi sunyi. Pagiku menjadi sepi. Hatiku berkabut. Kosong. Hari-hari yang dulunya berwarna kini gelap. Duniaku yang semula terang, kini pekat. Kamu pergi. Tanpa sepatah kata...